“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan padanya pahala itu. Barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Oleh. Deena Noor
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- “Aku belum mau mati sekarang, ya, Allah. Tolong, jangan cabut nyawaku dahulu. Aku masih ingin bertemu dengan ibuku. Izinkan aku bertemu ibuku, ya, Rabbi… Kabulkanlah doaku, ya, Allah… Astagfirullahaladzim. Astagfirullahaladzim. Astaghfirullahaladzim.”
Itu adalah sebuah doa yang kuucap 17 tahun lalu ketika aku terlibat kecelakaan di jalan raya. Satu peristiwa yang tak akan pernah bisa kulupa. Peristiwa itu juga menjadi pengingat untuk selalu bersyukur atas nikmat kehidupan yang diberikan-Nya.
Kecelakaan itu terjadi pada hari terakhir di bulan Ramadan. Malam takbiran yang harusnya disambut dengan gembira berubah menjadi duka. Sering kali memang musibah datang tanpa seorang pun menyangka.
Momen hari raya adalah saat yang amat dinanti-nantikan umat muslim sedunia. Berkumpul dengan seluruh keluarga menjadi tradisi di hari raya yang berbahagia. Begitu pula denganku dan suami yang telah merencanakan mudik untuk bersilahturahmi dengan semua sanak saudara. Begitu senangnya bisa memeluk orang tua yang sekian lama tak bersua. Sedikit pun tak tebersit di dalam benak bahwa kami akan berada dalam situasi mendebarkan yang mengancam nyawa.
Travel langganan menjadi kendaraan kami untuk mudik ke kampung halaman. Semua telah dipersiapkan. Barang bawaan sudah ditata, termasuk bekal untuk buka puasa di perjalanan. Karena kami berangkat jam 2 siang, otomatis belum sampai di rumah ketika azan Magrib berkumandang.
Bismillah. Kami pun menaiki mobil travel dengan perasaan sukacita. Perjalanan yang ditempuh bisa menghabiskan waktu 5 jam kurang lebihnya. Berdoa semoga lancar dan selamat sampai tujuan tentu tak boleh lupa. Aku duduk di bangku paling belakang dekat jendela.
Perjalanan kami cukup lancar menembus lalu lintas yang ramai dengan kendaraan para pemudik. Azan berkumandang ketika mobil memasuki kota Nganjuk. Kami pun segera membatalkan puasa dengan sebotol air mineral dan biskuit. Puasa di hari terakhir itu tidak terasa berat sama sekali meskipun sedang dalam perjalanan. Kebahagiaan menjemput Idulfitri begitu membayang sehingga lelah dan sakit tidak begitu terasa.
Baru saja usai berbuka puasa, mataku mulai berat. Kantuk menyergap hingga aku tertidur tanpa sadar. Baru sekejap saja mataku terpejam, tiba-tiba aku terbangun. Betapa kagetnya aku ketika membuka mata, terpampang pemandangan mengerikan. Dua mobil saling berbenturan keras. Amat keras seakan bumi terguncang. Salah satu mobil terpelanting hingga ke sisi jalan satunya.
Aku tak bisa menghindari kecelakaan tersebut karena salah satu mobil itu adalah travel yang aku tumpangi. Pasrah pada Ilahi. Itulah yang bisa dilakukan saat travel hilang keseimbangan tanpa bisa dikendalikan sama sekali. Travel oleng ke sebelah kanan dalam kecepatan yang begitu tinggi. Ia seperti bergerak sendiri. Aku mengira inilah detik-detik menuju mati.
Namun, aku masih berusaha merajut doa. Bila Allah mengizinkan, aku ingin hidup sedikit lebih lama lagi. Begitu besar harapan untuk bertemu ibu yang telah lama tak aku jumpai. Sosoknya terus terbayang seolah memberi mimpi. Rindu padanya begitu menyesakkan hati. Akankah aku pergi tanpa berpamitan padanya?
Di antara hidup dan mati, aku terus memohon pada-Nya. Aku sungguh tak ingin mati. Aku belum mau mati. Aku belum meminta maaf pada ibu atas semua kesalahanku selama ini.
Ya, Rabbi, berikan aku sedikit waktu lagi…
Tabrakan itu terjadi begitu cepat. Aku tak bisa memikirkan apa pun selain berdoa. Bayang kematian seolah berada di pelupuk mata. Kuucap istigfar tiada henti. Kupinta ampunan-Nya atas segala kesalahan dan dosaku selama ini. Dalam tangisan yang terus berderai, kuulang-ulang permintaanku hingga perlahan semua tampak memudar.
“Pecahkan saja kacanya!” Sayup kudengar suara kaca pecah yang diselingi rintihan dan kepanikan.
“Mbak, ayo segera keluar!”
Sempat kulihat travel sudah dalam posisi jatuh miring di sebuah parit. Seseorang menarikku keluar lewat kaca belakang mobil yang sudah dipecahkan. Begitu pula suamiku, ada seorang bapak yang membantunya keluar dari mobil. Setelah itu aku tidak ingat lagi.
Begitu sadar, ternyata aku sudah berada di teras sebuah masjid. Aku sangat syok hingga hanya bisa menangis. Seorang bapak menanyakan bagaimana keadaanku dan suami. Ia kemudian meminta nomor rumahku yang bisa dihubungi.
Kami pun dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa. Syukurlah. Semua dalam keadaan selamat. Tidak ada yang meninggal dalam kecelakaan tersebut. Dari yang kudengar, hanya sopir yang keadaannya paling parah. Tangannya patah.
Aku sendiri hanya mengalami luka di dahi, tetapi tak seberapa. Lecet ringan dan sedikit nyeri di kepala akibat terbentur jendela mobil. Begitu pula dengan suamiku yang kondisinya juga tak terlalu gawat.
Aku tak tahu doa siapa yang Allah kabulkan. Saat itu aku memang sangat ketakutan sehingga mengucap doa seperti itu. Aku juga sangat sadar bahwa kematian hanyalah wewenang Sang Pencipta. Manusia tak bisa mencampurinya.
Alhamdulillah. Allah masih izinkan aku untuk kembali pulang ke rumah. Aku masih bisa bertemu dengan ibu tercinta. Hingga belasan tahun kemudian, aku masih bisa membersamai orang-orang yang sangat kusayang.
Janin yang kukandung kala itu, kini telah tumbuh menjadi remaja. Ya, aku tengah mengandung empat bulan ketika kecelakaan itu terjadi. Meskipun mengalami benturan yang cukup keras, nyatanya ia mampu bertahan. Semua karena kuasa Allah semata.
Apa yang ditetapkan terjadi oleh-Nya, pasti akan terjadi. Cepat atau lambat, bukan manusia yang menentukan. Kita tak bisa mempercepat atau memperlambat datangnya kematian. Bagaimana akan berlangsung hanya Dia yang mengetahui.
Ajal adalah rahasia Ilahi. Ia telah ditetapkan oleh-Nya sejak sebelum manusia lahir ke dunia ini. Bersama jodoh dan rezeki, ajal menjadi perkara yang sering kali penuh misteri. Bukan karena mistis, tetapi karena ajal adalah hal yang tak bisa diprediksi.
Tak ada satu pun makhluk yang tahu kapan akan mati. Kedatangannya tanpa permisi. Banyak peristiwa yang memperlihatkan bagaimana kematian hadir secara tiba-tiba pada diri. Nyawa lepas dari raga seorang anak manusia begitu cepatnya, tanpa ada satu pertanda sama sekali. Kisah lain mengabarkan ada yang sakit bertahun-tahun lamanya dan hanya bisa tergolek di pembaringan sunyi. Namun, nyatanya ajal tak kunjung menghampiri. Sebab, memang belum tiba saatnya untuk pergi.
Siapa yang menjadikan itu semua berlaku? Tentunya Allah Sang Penguasa waktu. Dialah yang menetapkan kapan dan bagaimana kematian akan bertamu. Dia perintahkan malaikat-Nya untuk mendatangi manusia sesuai gilirannya satu per satu. Tak pernah keliru. Tak mungkin luput.
Setiap manusia pasti mati. Sejatinya, kita tengah menunggu giliran untuk pergi dari dunia ini. Namun, menanti tidak lantas berdiam diri. Ada banyak yang harus dikerjakan sampai waktu kita benar-benar habis. Kewajiban sebagai hamba harus ditunaikan hingga Allah perintahkan kita untuk berhenti. Amalan-amalan yang kita kumpulkan sebagai bekal di akhirat nanti. Dengan amal itu pula kita akan kembali menghadap Ilahi. Renungkanlah bagaimana Allah telah menyampaikan dalam surah Ali Imran ayat 145: “Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan padanya pahala itu. Barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Takut mati itu manusiawi. Itu karena kita manusia yang lemah dan tak mungkin abadi. Setiap orang pasti pernah tebersit ketakutan di dalam hati. Sisi positifnya, kita akan menjadi lebih berhati-hati. Tidak sembarangan bertindak karena menyadari bahwa di baliknya akan ada konsekuensi. Kita benar-benar akan menghargai waktu yang Dia beri. Berupaya menjadikan kehidupan sesuai dengan yang Dia maui. Takwa sepanjang usia hingga mati yang menyudahi.
Wallahu a’lam bishshawwab[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]
Alhamdulillah, Allah SWT beri keselamatan..