Bahaya Sindrom Hedonic Treadmill

Merupakan salah satu penyakit psikologis yang membuat kita sulit untuk bahagia. Karena nafsu materi tidak akan pernah terpuaskan.


Oleh: Nur Rahmawati, S.H (Praktisi Pendidikan)

NarasiPost.com -- Istilah hedonic treadmill pertama kali ditemukan oleh Brickman dan Campbell (1971). Mendengar istilah Hedonic Treadmill yang sudah tidak asing di dunia psikologi dan ekonomi. Dapat diartikan bahwa Hedonic treadmill adalah sebuah tendensi level emosi kebahagiaan seseorang dimana lebih cenderung lari di tempat, maka akan kembali ke asal, tidak berubah, tetap atau stagnan meskipun mencapai kesuksesan, seperti berjalan di atas treadmill, kebahagiaanmu tidak maju-maju.

Lebih mudanya untuk memahami hedonic treadmill, misalnya seseorang memiliki gaji 7 juta, kemudian habis untuk kebutuhan harian. Kemudian karena kenerja bagus gaji dinaikkan menjadi 10 juta, ternyata kejadiannya sama uang itu juga habis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang itu tidak memiliki perbedaan terhadap besarnya gaji tersebut. Karena ekspektasi dalam gaya hidupnya ikut naik, mengikuti naiknya penghasilan yang didapat. Sehingga makin tinggi income seseorang maka nafsu untuk membeli sesuatu juga naik, yang berdampak tidak membentuk kebahagiaan.

Kemudian, sindrom hedonic treadmill, yang merupakan salah satu penyakit psikologis yang membuat kita sulit untuk bahagia. Karena nafsu materi tidak akan pernah terpuaskan. Hal ini disebabkan gaya hedonis yang telah merasuki sebagian masyarakat baik dari kalangan bawah apalagi atas. Berikut ciri-ciri dari hedonic treadmill.

  • Ingin Terlihat Sukses dan Berkelas

Banyak orang memahami bahwa berkelas berbanding lurus dengan sukses, jika ingin dikatakan berkelas maka harus sukses terlebih dahulu. Padahal ini adalah dua hal yang berbeda. Memaknai sukses orang satu dengan yang lain pun berbeda, ada yang memaknai sukses adalah ketika seseorang tidak memiliki hutang, dan rezeki cukup untuk kebutuhan hidup, serta memiliki anak dan keluarga yang sehat. Ada juga yang memaknai sukses mampu membeli apa saja yang diinginkan dengan uang dari hasilnya sendiri.

Sedangkan berkelas pun pemaknaannya berbeda, ada yang memaknai bahwa berkelas itu seseorang dengan gaya berpikirnya yang cemerlang sehingga mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dan orang lain, namun ada juga yang memaknai berkelas identik dengan gaya hidup. Sehingga salah memaknai akan berimbas pada sindrom hedonic treadmill.

  • Memaksakan Keinginan

Harusnya keinginan berbanding lurus dengan kebutuhan yang prioritas. Sayangnya ada yang memaksakan memiliki sesuatu tanpa diimbangi dengan kemampuan diri, sehingga ia akan terkena hedonic treadmill.

  • Tidak Memiliki Tujuan Hidup

Seseorang yang tidak memiliki tujuan hidup maka identik dengan kesia-siaan. Apalagi jika hidup yang dijalaninya hanya seputar urusan yang ada di depan matanya saja. Sehingga tidak memikirkan masa depan, yang akhirnya berputar pada nafsu yang tak berujung, dan kebahagiaan pun susah didapatkan.

Itulah bahaya dari hedonic treadmill. Lantas, apa solusi agar terhindar darinya, salah satunya dengan mengubah orientasi hidup dengan memahami tujuan kita hidup di dunia ini untuk apa! Seperti halnya dalam firman Allah,

Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”(QS. Adz Dzariyat: 56).

Dengan memahami tujuan hidup kita, maka apapun yang kita lakukan di dunia ini semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Orientasi inilah yang akan membawa kita dapat memanfaatkan penghasilan atau harta kita di jalan Allah. Sehingga kebahagiaan akan didapat.

Selain itu perlu menerapkan gaya hidup yang bersahaja. Cukup dengan apa yang sudah dimiliki, sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan. Sehingga mampu menundukkan nafsu yang berasal dari bisikan setan. Serta memahami bahwa kekayaan bukan sumber kebahagiaan, dan makna kekayaan bukan karena banyak harta, seperti hadis berikut,

"Kekayaan itu bukanlah lantaran banyak harta bendanya, akan tetapi kekayaan yang sebenarnya andalah kebahagiaan jiwa dan ketentraman jiwa" (HR al-Bukhari).

Selanjutnya, menjadikan berbagi pada sesama dan banyak berguna bagi orang lain, juga akan menghindarkan kita dari hedonic treadmill. Sehingga kebaikan-kebaikan itu menjadi amal jariyah. Dengan menerapkan hal di atas maka kebahagiaan yang hakiki akan kita dapatkan, serta akan dijauhkan dari sindrom hedonic treadmill. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.[]

Picture Source by Bing Images

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Sosok Para Sahabat Nabi
Next
Anomali Fungsi Legislasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram