Menikmati Segala Rasa

"Perempuan memang identik dengan segala ekspresi rasa yang menyatu di jiwa dan akalnya. Maka, tak heran jika perempuan sering dicap sebagai makhluk yang perasa atau sensitif."

Oleh: Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Seorang perempuan sudah lazim diketahui lekat dengan perasaannya. Berbagai ekspresi diproduksi tatkala perasaan seorang perempuan sedang beraksi. Sejatinya perasaan adalah ekspresi dari penampakan naluri-naluri yang ada pada manusia, serta kebutuhan hidup secara mendasar. Sebut saja rasa senang saat mendapat hadiah, sedih saat kehilangan, lapar saat tak makan, kecewa saat tak sesuai harapan, dan seterusnya.

Apakah laki-laki tidak mempunyai perasaan? Tentu saja mereka punya. Sebagian besar laki-laki diketahui tak begitu larut dalam gugusan perasaan. Batas yang ditampakkan laki-laki akan perasaannya sangat wajar dan masuk akal. Namun, hal itu berbalik dengan kondisi perempuan. Padahal, perasaan ini tak boleh menjadi acuan dalam seluruh aktivitas kehidupan. Perasaan hanyalah penampakan dari emosi jiwa saja. Sementara aktivitas seorang muslim, laki-laki ataupun perempuan wajib terikat dengan hukum syara'.

Sumber hukum syara' itu ada empat; Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma' sahabat, dan qiyas. Tak ada perasaan dalam sandaran itu. Setiap rasa yang muncul, harus dikelola dan dinikmati agar berpotensi sebagai pahala jariyah kelak. Rasa marah sekalipun, perlu dikelola agar bernilai pahala. Marah saat melihat kemaksiatan dan kemungkaran, tentu akan mendatangkan pahala.

Kaum hawa akan begitu ekspresif sesuai dengan apa yang dirasakan. Gasture tubuh dan raut wajahnya akan mengikuti sumber perasaannya. Dentuman ekspresi rasa diolah dengan total oleh makhluk lembut yang bernama perempuan. Rasa ingin diistimewakan sering menyembul begitu saja. Terkadang, rasa iri bersemayam dalam hati tatkala ia merasa dinomorduakan.

Perasaan marah seorang perempuan begitu mudah meledak ketika sedikit saja jiwanya tersinggung atau tersakiti. Celaan dan hinaan akan semakin mudah membuatnya murka, tanpa bisa mengendalikan diri. Goncangan hidup terkadang sampai membawa perempuan dalam ombak stress yang dahsyat.

Perempuan memang identik dengan segala ekspresi rasa yang menyatu di jiwa dan akalnya. Maka, tak heran jika perempuan sering dicap sebagai makhluk yang perasa atau sensitif.

Terkadang, kaum muslimin keliru dalam menikmati rasa. Misal, ketika saudara seakidah Palestina dianiaya, rasa marah dan kasihan datang bersamaan. Namun, rasa kasihan lebih dominan dengan memberikan uluran tangan berupa bantuan dan doa. Padahal, rasa marah layak diberi tempat, yakni dengan mengingatkan Israel agar hengkang dari Palestina atau dengan mengingatkan penguasa muslim untuk mengirimkan militer ke sana.

Kaum hawa banyak yang hanya bisa meratap dan mengecam tanpa tahu arti sebuah perjuangan. Padahal, jika ia menikmati dan mengelola rasa marah, maka peluru kebaikan berupa amar ma'ruf nahi mungkar akan ditegakkannya dengan penuh perasaan. Mereka bisa ikut andil dalam aksi menyeru dikirimnya tentara kaum muslimin ke Palestina atau meminta Israel pergi dari bumi yang diberkati itu. Amarah dan murkanya akan tersalurkan pada tempat yang diridai Allah.

Terkadang manusia juga alpa dalam menempatkan rasa bahagia. Banyak kaum muslimin yang terkecoh oleh standar bahagia. Dalam kehidupan saat ini, atmosfer bahagia hanya diukur oleh asas manfaat, di mana banyaknya jumlah harta, rumah mewah, atau bisa plesir ke mana sering dijadikan patokan kebahagiaan. Padahal, bahagia dalam kacamata syara' adalah saat aktivitas seorang muslim mampu mengantongi rida Allah Ta'ala.

Tentu kaum hawa juga banyak yang terkecoh oleh arti bahagia. Bagi sebagian besar mereka, emas yang memenuhi lengan, leher, dan telinga bisa mendatangkan bahagia. Koleksi tas, sepatu, dan barang branded lainnya dianggap sebagai kunci kebahagiaan. Bisa bergaya hidup seperti sosialita dengan menghambur-hamburkan harta seakan menjadi puncak rasa bahagia. Mereka seakan terlupa bahwa dunia ini hanyalah fana. Segala harta benda akan ditinggalkan saat raga telah terpisah dengan nyawa. Sementara kebahagiaan hakiki adalah saat berjumpa dengan Allah Yang Mahaperkasa.

Kebahagiaan hakiki bukan sebatas rasa yang tersemat di dunia. Namun, kebahagiaan adalah kehidupan yang lebih baik di sisi Allah. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat An-Nahl ayat 97:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Rasa lainnya juga harus dinikmati sesuai porsinya. Kecewa saat tujuan tak sesuai harapan merupakan hal lumrah dan lazim. Namun, kekecewaan itu tak lantas dipelihara dan diumumkan ke khalayak hingga masalah justru semakin panjang dan runyam.

Menikmati rasa kecewa ialah dengan rida atas ketetapan Allah dengan diikuti muhasabah atau introspeksi, di mana letak kesalahan dan bagaimana cara perkara yang keliru ketika seseorang larut dalam lautan kekecewaan dengan menggembar-gemborkan kekesalan. Jika demikian, maka masalah yang ada akan terus berkembang.

Berbagai rasa yang ada adalah penampakan dari gharizah atau naluri. Keridaan Ilahi adalah kunci tatkala rasa menerpa baik rasa bahagia, marah, sedih, kecewa, cinta, benci, dan rasa yang lainnya. Jangan sampai menikmati rasa justru terjebak pada rasa itu sendiri, di mana rasa dijadikan sebagai sumber hukum dalam melakukan perbuatan. Nauzubillah.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Afiyah Rasyad Penulis Inti NarasiPost.Com dan penulis buku Solitude
Previous
Tunjuk Bintang Petunjukmu Dari Bumi
Next
“Badai” Putus Kuliah Porak-Porandakan Impian Mahasiswa, Sistem Pendidikan Islam Solusinya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram