Mempersiapkan Bekal Pulang Terbaik

"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barang siapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." (HR. Bukhari) [ No. 54 Fathul Bari] Shahih.

Oleh: Sitha Soehaimi (Pencinta Literasi)

NarasiPost.com-Apakah hidup ini hanya untuk dilahirkan, belajar, bekerja, menikah, mempunyai keturunan lalu mati?

Pertanyaan ini muncul karena faktanya banyak umat Islam terkhusus keluarga muslim saat ini tidak lagi punya tujuan hidup yang jelas.

Jika ada persoalan, mereka tidak tahu harus menyelesaikan dengan cara apa, tuntunan yang mana, bahkan kadang tidak paham apakah perbuatannya itu berpahala atau justru berdosa.

Kebahagiaan yang mereka cari, yakni tujuan hidup sebagai individu, suami, istri maupun anak-anak adalah sebatas kesenangan yang sifatnya materi. Sukses itu mempunyai uang yang banyak, jabatan prestisius, jadi orang terkenal, dan sejenisnya.

Padahal, peristiwa kematian terjadi berkali-kali di sekitar kita, apalagi di masa pandemi. Namun, semua itu belum cukup menyadarkannya bahwa kehidupan dunia hanya fana belaka.

Berpaling dari Kematian

Sesungguhnya semua makhluk di dunia ini sedang menuju satu titik, yaitu kematian.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Anbiya ayat 35:

كُلُّ نَفۡسٍ ذَآٮِٕقَةُ الۡمَوۡتِ‌ؕ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.”

Akan tetapi, anehnya masih banyak muslim yang tidak bersiap-siap. Padahal, seseorang yang mau pergi ke pasar saja, harus bersiap-siap. Berapa bekal uang yang akan dibawa, mau membeli apa saja, naik apa, jam berapa, turun di mana, agar sampai ke tujuan dengan selamat.

Apalagi kalau mau mudik, maka persiapannya harus lebih sungguh-sungguh lagi, baik dari sisi jumlah dana, fisik, dan lain-lain.

Nah, bagaimana dengan mudik yang sesungguhnya, pulang ke negeri abadi, yakni kematian? Maka sudah seharusnya perlu persiapan yang lebih serius lagi.

Sebab, untuk mudik di dunia yang mungkin sebentar saja, persiapannya sedemikian rupa, apalagi mati yang abadi.

Lalu apa yang menyebabkan banyak dari umat Islam lupa menyiapkan bekal untuk kematian?

Ternyata ada dua sebab, pertama faktor internal dari dalam umat Islam sendiri. Kenyataannya, saat ini mereka jauh dari pemahaman Islam. Bagaimana umat bisa paham Islam, sementara menurut hasil survei BPS tahun 2018, penduduk Indonesia yang katanya umat Islam terbesar di dunia ini, 53.57 persen tidak bisa membaca Al-Qur'an? Belum lagi berapa persen yang bacanya tartil, yang tahu artinya, dan yang paham kemudian mengamalkannya. Jadi wajar, hidup umat Islam sebagian besar tidak tentu arah.

Sumber ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan hadis. Semuanya menggunakan tulisan dan Bahasa Arab. Maka kalau membacanya saja tidak bisa, bagaimana mungkin akan mengetahui artinya, memahaminya, dan mengamalkannya?
Padahal, setiap muslim harus meyakini bahwa nanti semua amal akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Kemudian yang kedua, faktor eksternal dari umat Islam. Saat ini, informasi atau berita tentang gaya hidup, pemikiran-pemikiran bahwa hidup bahagia diukur dengan materi, setiap detik ada dalam kehidupan umat Islam. Padahal, pemikiran seperti ini bukan dari ajaran Islam. Namun, informasi ini terus menyebar di sekitar mereka selama bertahun-tahun.

Semua informasi tentang sekulerisme, materialisme ini masuk lewat kurikulum sekolah, tersebar di berbagai media, TV, koran, medsos. Sampai akhirnya, umat Islam mengadopsinya sebagai gaya hidup dan ideologinya.

Padahal kenyataannya, tujuan hidup muslim di dunia bukan untuk itu. Islam mengajarkan hidup di dunia ini hanya untuk Allah. Kenyataannya, harta yang mati-matian dicari, jabatan yang berdarah-darah diperjuangkan, menjadi orang terkenal, semua itu tidak dibawa mati.

Syarat Amal Terbaik

Lalu apakah yang akan dibawa dan bisa jadi bekal kematian ?

Allah berfirman dalam surat al-Mulk ayat 2 yang artinya:

“Dia yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun”.

Jadi, amallah yang akan dibawa seseorang yang menjemput kematiannya. Akan tetapi, bukan sembarang amal. Hanya amal terbaik atau ahsanul amallah yang bisa menemani. Dan ternyata, Allah tidak menyebut aktsaru amal atau amal terbanyak, tetapi ahsanul amal, yaitu amal terbaik, yaitu terbaik di hadapan Allah.

Menurut para ulama, sebuah amal dikatakan amal terbaik jika memenuhi dua syarat, yaitu:

Pertama, niatnya harus ikhlas, hanya karena Allah.

Dari Umar ra, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barang siapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." (HR. Bukhari) [ No. 54 Fathul Bari] Shahih.

Lawannya ikhlas adalah riya, beramal saleh bukan untuk Allah. Bisa jadi, seseorang syahid berjihad fisabilillah, bersedekah, berilmu, tetapi dilemparkan ke neraka. Seluruh amalnya tidak diterima tersebab riya.

Syarat kedua, amalnya benar, yakni amal tersebut harus sesuai dengan aturan Allah yang dibawa oleh Rasulullah.

Allah berfirman dalam surat Al Hasyr ayat 7 yang artinya:

“Apa-apa yang yang diberikan/ diperintahkan Rasul kepadamu maka, terimalah/ laksanakanlah.
Dan apa yang dilarang bagimu, maka tinggalkanlah.

Rasulullah pun bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,

Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan yang tak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak

Jadi, sebuah amal disebut ahsanul amal jika memenuhi kedua syarat tersebut.

Contoh amal yang bukan ahsanul amal, yang ada dalam kehidupan suami istri:

Pertama, seorang suami bekerja tetapi tidak iklhas. Aktivitas pekerjaannya tidak sesuai aturan Islam; atau suami ikhlas bekerja karena diwajibkan oleh Allah, berangkat lillahi taala, tetapi menerima suap atau korupsi, kerja di bank yang nengandung riba; atau suami bekerja menjadi pengusaha, kerja keras dengan meninggalkan riba. Akan tetapi, niatnya agar kaya, menjadi orang terpandang.

Kedua, seorang istri tidak ikhlas menutup auratnya. Akan tetapi, ia melakukan itu karena takut pada suami atau ingin dipuji mertua. Ia pun menutup aurat, tetapi tidak sesuai dengan syariat; atau istri yang ikhlas menutup aurat, tetapi menutupnya tidak sesuai aturan Allah dan rasul-Nya, misalnya kerudung dan jilbabnya tipis, atau ketat; atau istri sudah menegnakan hijab sesuai surat al-Ahzab ayat 59 dan an-Nur ayat 31, tetapi niatnya agar disebut alim atau cantik.

Mengupayakan Bekal

Lalu apa yang harus dilakukan agar senantiasa bisa beramal terbaik, mempersiapkannya sebagai bekal pulang?

Yang pertama, agar bisa ikhlas maka harus terus melatih diri, selalu meluruskan niat setiap beramal. Tentu sambil berdoa memohon perlindungan Allah dari niat yang tidak benar, baik di awal, proses, maupun di akhir amal.

Yang kedua, agar benar dalam beramal, sesuai dengan yang diajarkan rasul, maka harus mau menuntut ilmu, belajar tentang Islam. Sampai kapan? Sepanjang hayat. Bukankah menuntut ilmu itu mulai dari buaian sampai liang lahat?

Akan tetapi, upaya seorang muslim mempersiapkan bekal terbaik di atas, belum sempurna. Upaya tersebut membutuhkan dukungan dari masyarakat dan negara. Di antaranya menjaga pemikiran asing yang membuat seorang muslim tidak mempunyai tujuan hidup, yakni berupa aturan atau kebijakan dari negara.

Oleh karenanya, selain terus berupaya memperbaiki amal secara individu, dalam waktu yang sama umat Islam juga berjuang menegakkan aturan Islam secara keseluruhan. Hal ini untuk melindunginya dari pengaruh-pengaruh eksternal yang berbahaya. Wallahu a’lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Sitha Soehaimi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ketika Rasulullah Harus Berperang
Next
Oposisi Makin Mini Ketika Koalisi Makin Meneguhkan Posisi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram