Keutamaan Menuntut Ilmu

"Siapa saja yang menuntut ilmu untuk kehidupan akhirat, maka ia akan mendapatkan anugerah kebenaran. Dan merugilah mereka yang mencari ilmu hanya untuk mendapatkan kedudukan di hadapan manusia"
( HR. Abu Hanifah )

Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tak cukup hanya mengaku telah memeluk Islam dan beriman, sesungguhnya seorang muslim wajib memahami dan mengamalkan Islam dalam kehidupannya. Ucapannya haruslah selaras dengan amalannya, sebagai bukti keimanannya. Sedangkan, dalam pelaksanaan amalan tersebut tentunya membutuhkan ilmu.

Ilmu merupakan kunci dari segala kebaikan dan jembatan untuk melaksanakan apa pun yang Allah perintahkan kepada kita. Sempurnanya iman dan amal, bergantung pada ilmu. Segala peribadatan kepada Allah harus berdasarkan ilmu. Dalam menunaikan kewajiban dan menjauhi larangan Allah pun harus dengan ilmu. Bahkan, dalam hal mendakwahkan Islam juga harus berlandaskan ilmu.

Imam Ahmad pernah mengatakan, bahwa manusia lebih memerlukan ilmu daripada makan dan minum. Sebab, manusia hanya butuh makan dan minum sebanyak dua hingga tiga kali sehari, sedangkan dia membutuhkan ilmu setiap saat. Oleh karena itu, kebutuhan manusia terhadap ilmu lebih besar dari kebutuhannya terhadap urusan jasmaninya seperti makan dan minum. Sejatinya ilmu merupakan sandaran kelestarian urusan agama juga dunia. Jika manusia menginginkan kejayaan dan kesuksesan, martabat serta derajat dalam kehidupannya, harta yang tiada terkira serta segala kehormatan hidup, maka ia hanya membutuhkan ilmu.

Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitabnya Fathul Baari, 1/92, menjelaskan bahwa yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu syar'i. Ilmu yang harus diketahui oleh seorang mukalaf agar ia dapat menunaikan kewajibannya kepada Rabb-nya terkait ibadah, serta muamalah terhadap sesamanya, juga ilmu tentang Allah dan semua sifat-Nya, menunaikan hak-Nya dalam peribadatan, dan menyucikan-Nya dari segala kelemahan.

Seorang muslim tidak akan dapat menunaikan kewajiban agamanya dengan benar, kecuali dengan menuntut ilmu yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunah. Islam adalah agama yang mengajarkan ilmu serta amal. Sebagaimana Rasulullah pun diutus membawa ilmu dan amal. Maka, setiap muslim laki-laki maupun perempuan wajib menuntut ilmu. Dengan begitu, mereka akan dapat mengetahui dan melaksanakan ajaran agamanya.

Menuntut ilmu (ilmu syar'i) adalah sebuah kewajiban bagi seorang muslim, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr, yang dinilai sahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224: "Menuntut ilmu adalah wajib untuk setiap muslim laki-laki maupun perempuan"

Bekal Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Maka, agar aktivitas menunaikan kewajiban ini dapat berjalan dengan sukses, seorang pembelajar wajib memiliki niat yang sungguh-sungguh dalam menjalani aktivitasnya sebagai penuntut ilmu.

Imam Az-Zarnuji dalam Kitab Taklim Al-Mutaalim menjelaskan, niat untuk menuntut ilmu mencakup niat mengharapkan rida Allah untuk meraih keselamatan di dunia maupun akhirat, menghilangkan kebodohan, syiar Islam, serta untuk menjaga kelestarian Islam.

Selain niat yang sungguh-sungguh, juga sebagai bekal menuju kehidupan akhirat, agar Allah memberinya kemudahan menuju surga, sebagaimana hadis yang dituturkan Abu Hanifah dalam sebuah syair luar biasa terkait niat menuntut ilmu:
"Siapa saja yang menuntut ilmu untuk kehidupan akhirat, maka ia akan mendapatkan anugerah kebenaran. Dan merugilah mereka yang mencari ilmu hanya untuk mendapatkan kedudukan di hadapan manusia"

Imam Az-Zarnuji pun kembali menyampaikan pesan dari Sayidina Ali bin Abi Thalib bahwa ilmu hanya dapat diraih dengan enam perkara, yaitu:

Pertama, dukaaun atau kecerdasan, kecepatan dan ketepatan dalam berpikir yang sudah Allah anugerahkan. Tugas manusia hanya cukup mengeksplorasinya, sehingga karunia tersebut tidak sia-sia. Para ulama salaf mengelompokkan kecerdasan manusia menjadi dua kelompok: Pertama, kecerdasan murni bawaan yang diberikan Allah ketika manusia lahir, contohnya manusia memiliki daya nalar yang jitu, serta daya hafal yang kuat. Kedua, kecerdasan yang membutuhkan usaha yang optimal untuk mencapainya, seperti manusia belajar mencatat, merangkum, menulis, presentasi, dan lain-lain.

Kedua, hirsun atau kesungguhan. Dalam mencari ilmu, pencari ilmu harus mempunyai pola yang berbeda dengan aktivitas lain, yang berangkat dari dorongan kuat dalam diri pembelajar. Beberapa contoh pola kesungguhan ini adalah berangkat lebih pagi agar tidak terlambat, mencari posisi duduk paling depan, tidak mengobrol, fokus dalam pembelajaran, berdoa agar mudah paham, dan sebagainya.

Ketiga, istabarun alias kesabaran. Menuntut ilmu memerlukan waktu dan usaha yang kadang tidak sedikit. Maka, dibutuhkan kesabaran dalam menjalaninya. Sabar terhadap waktu yang ditempuh, jauhnya jarak, cara guru mendidik, tugas-tugas yang diberikan oleh guru, termasuk sabar dalam mendengarkan dan memahami apa yang dijelaskan oleh sang guru. Selama pembelajaran berlangsung, baik suasananya menyenangkan ataupun membosankan dan pelajarannya tidak disukai, tetap harus dijalani dengan kesabaran dan keikhlasan. Bukankah Allah bersama dengan orang yang sabar?

Keempat, bulghatun atau biaya. Pendidikan membutuhkan biaya atau dana, meskipun gratis dalam hal dana pendidikan. Namun, bukankah manusia butuh dana untuk hidup selama ia belajar? Jika sekolahnya gratis, biaya SPP gratis, buku gratis, namun ia pasti membutuhkan biaya yang lain, misal membeli seragam, alat tulis, transportasi, dan sebagainya. Bahkan, Imam Syafii ketika menuntut ilmu kepada Imam Malik, walaupun gratis, namun dalam perjalanan menuju Madinah dari Makkah tetap membutuhkan biaya.

Kelima, irsyadun ustazin yaitu bimbingan dari guru. Dalam proses belajar, adanya guru merupakan hal yang sangat penting. Sebab, guru memiliki kemampuan serta keilmuan yang jelas, terlebih ilmu agama. Maka, wajib bagi seorang pembelajar untuk belajar dari guru yang membimbingnya, tak cukup hanya membaca buku sendiri atau melihat tayangan YouTube semata. Bahkan, seorang Imam Bukhari yang sangat masyhur pun mempunyai guru sebanyak 1.080 ulama, menunjukkan betapa pentingnya belajar langsung dari guru.

Keenam, thulul zamanin adalah waktu yang tak sebentar. Menuntut ilmu memerlukan waktu dan tentunya bukan waktu yang singkat. Oleh karena itu, harus dipersiapkan sedemikian rupa. Sebab, menuntut ilmu tidak boleh sekehendak hati. Akan tetapi, harus dipersiapkan segala hal penunjangnya. Ilmu akan terpancar, sejak kita keluar dari rumah menuju tempat pembelajaran. Imam Al-Baihaqi pernah menuturkan: "Mustahil Ilmu didapatkan jika kita tidak meluangkan waktu"

Wallahu a'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aya Ummu Najwa Salah satu Penulis Tim Inti NP
Previous
Islam Dinista, Umatnya Tak Berdaya
Next
Mengambil Hikmah di Balik Kejujuran Ka’ab bin Malik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram