"Hijrah tidak bisa dilakukan secara setengah-setengah jika menginginkan perubahan yang signifikan dan harus di maknai secara luas dan menyeluruh. Sejatinya disegerakan dan totalitas agar mendapat rida Allah. "
Oleh: Niwatun, S.Pd.I.
(Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Hijrah identik dengan perubahan. Momen inilah yang biasanya ditunggu kaum muslim di seluruh dunia termasuk Indonesia. Begitu pun pada tahun ini. Berakhirnya tahun 1442 H diharapkan berakhir pula duka dan persoalan-persoalan yang melanda negeri sepanjang tahun 1442 H. Persoalan yang ramai dibicarakan seperti penistaan ajaran Islam yang masih selalu muncul, korupsi yang menggurita, krisis ekonomi yang belum kunjung usai, dan juga pandemi Covid-19 masih melanda negeri. Keadaan-keadaan tersebut butuh penyelesaian tuntas agar negeri ini menjadi lebih baik. Momen hijrah diharapkan bisa menjadi momen untuk perubahan tersebut (Buletin Dakwah Kaffah No.205).
Hijrah secara definisi dalam KBBI artinya: 1) Perpindahan Nabi Muhammad saw. bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy. 2) Berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya). 3) Perubahan (sikap, tingkah laku, dan sebagainya) ke arah yang lebih baik (KBBI V).
Merujuk pada definisi pertama, yaitu peristiwa hijrahnya Rasulullah saw. dan para pengikutnya (sahabat) yang membawa perubahan besar bagi kaum muslim, tak berlebihan rasanya jika kaum muslim di tanah air juga berharap perubahan yang lebih baik. Namun, perubahan ke arah yang lebih baik tidak cukup dengan memaknai hijrah sebatas pada tataran individu saja yang berubah. Hijrah haruslah dimaknai secara luas dan menyeluruh. Hijrah harus dilakukan dengan perubahan pada diri individu, masyarakat, dan perubahan aturan secara totalitas.
Hijrah tidak bisa dilakukan secara setengah-setengah jika menginginkan perubahan yang signifikan. Misalnya ketika menginginkan kasus penistaan terhadap ajaran Islam tidak terulang kembali dan pelaku jera, maka harus ada aturan tegas untuk memberi efek jera pada penista tersebut. Untuk melakukan ini, butuh peran negara di dalamnya. Ialah negara yang memiliki sistem aturan yang tegas dan mampu menyelesaiakan permaslahan warga negaranya dengan tuntas. Aturan ini pula dapat menjadikan warga negaranya bisa melakukan hijrah secara totalitas. Seperti yang Rasulullah saw. lakukan setelah hijrah ke Madinah. Beliau membuat fondasi yang baik dan kuat dengan aturan bermasyarakat yang baik sesuai ajaran Islam. Akhirnya, Madinah menjadi negara yang kuat dan dakwah Islam berkembang dengan pesat di sana. Semua terjadi karena perubahan yang mendasar dan secara totalitas. Hijrah tidak sekadar jargon untuk berubah menjadi baik yang parsial saja, tetapi perubahan yang ingin diciptakan adalah perubahan secara total. Terbukti dengan kondisi yang terjadi di Madinah berbeda dengan tempat pertama Rasulullah berdakwah, yaitu Makkah.
Saat ini, proses hijrah untuk individu bisa dilakukan dengan bimbingan orang yang paham Islam secara sempurna. Orang yang paham bagaimana perubahan yang hakiki; pubahan yang benar mengarahkan pada hal-hal yang Allah ridai. Tidak hanya aktivitas manusia dengan Tuhan Semesta Alam saja yang diubah menjadi baik, seperti menjadi semangat mengaji, semangat bersedekah. Namun, seluruh aktivitas sehari-hari butuh untuk diubah jika ada aktivitas yang tidak Allah ridai. Aktivitas harian meliputi hubungan sosial kemasyarakatan, hubungan politik, terkait ketahanan ekonomi, dll. pun harus diubah agar Allah rida. Misalnya dalam bidang ekonomi, hijrah total dapat terlihat ketika masyarakat sudah tidak melirik riba lagi dalam utang piutang, tindak korupsi yang menggurita dapat terselesaikan secara total. Persoalan lain pun terselesaikan dengan aturan yang sempurna, yaitu Islam.
Hijrah sejatinya disegerakan dan totalitas agar mendapat rida Allah. Dilakukan dengan penuh semangat dan rela berkorban. Hal ini sudah pernah dicontohkan Rasulullah saw. dan sahabat dalam melakukan hijrah ke Madinah. Pengorbanan yang dilakukan begitu berat, seperti meninggalkan harta dan keluarganya yang belum beriman demi mengikuti Rasulullah dan ajaran Islam yang beliau bawa. Masyaallah.
Masih ada kesempatan untuk berubah secara totalitas agar negeri ini lebih maju dan menjadi "baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur". Menjadi negeri yang mampu menyejahterakan rakyat secara keseluruhan. Selagi bulan Muharam, saatnya semua berubah ke arah lebih baik. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]