Menangislah

Menangislah

Hiduplah seperti apa yang kalian mau, tetapi sesungguhnya kalian akan mati. Dan cintailah siapa saja yang kalian mau, tetapi ingat kalian akan berpisah dengannya. Dan lakukan apa saja semaumu, tetapi ingat pula kalian akan dibalas karenanya. (Imam At-Thabrani) 

Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tatkala siang bergulir menjadi malam. Kala benderangnya sinar mentari menjadi pekatnya malam. Baru kita sadari, segala sesuatu tak ada yang abadi, tak ada yang selamanya. Begitu pula dengan senyum dan tawa kita, tak akan selamanya ada. Akan ada kalanya tawa itu menjadi air mata, ada saatnya senyum itu menjadi tangis dan duka. 

Sering kita bertanya, mengapa kita tak bisa selamanya dalam kebahagiaan? Mengapa harus ada duka? Karena, andaikan kita selalu bahagia, mungkin kita tak akan pernah tahu arti bersyukur atas nikmat. Andai tak ada duka, mungkin kita tak akan mengenal indahnya kesabaran. Andai selalu ada tawa, mungkin selamanya kita tak akan tahu ada air mata. Andai kita selalu bahagia, mungkin kita tak akan pernah bersimpuh dan meminta. 

Begitulah, dunia diciptakan bukan untuk tempat mencari ketenangan, bukan pula tempat mencari kenyamanan. Dengan adanya duka, kita senantiasa diingatkan bahwa tak selamanya kita bisa hidup dengan tenang di dunia ini. Bahwa semua hal yang kita alami, baik kebahagiaan maupun kesedihan semua akan berakhir, sebagaimana dunia ini. Karena tempat kita berada sekarang, hanyalah sebuah persinggahan sementara, yang pasti akan kita tinggalkan suatu saat nanti. Sebagaimana yang nasihatkan oleh Baginda Rasulullah dalam hadis Bukhari dari Ibnu Umar, 

"Hiduplah kamu di dunia ini selayaknya orang asing atau orang yang tengah menyeberang jalan."

Nasihat Rasulullah ini untuk mengingatkan kita bahwa dunia hanya sementara. Sehingga kita tak perlu terlalu bahagia dengan kemilaunya hingga lupa segalanya. Kita juga harus ingat bahwa kita masih dalam perjalanan, sehingga kita tak perlu terlalu sedih dengan segala kepahitan dan kesulitan yang kita temui. Karena memang semua yang ada di dunia ini semua sementara, pasti bakal berakhir.

Dan apabila kita memahami bahwa dunia ini hanya sementara, masih bisakah kita lalai dan abai dalam menjalani kehidupan ini? Menganggapnya kampung halaman yang akan kita tempati selamanya, sehingga kita kerahkan seluruh daya upaya kita untuk tetap tinggal di sini dengan nyaman dan bahagia. Bagaimana rutinitas kita sehari-hari, dari bangun tidur hingga tidur lagi hanya memikirkan urusan dunia, bagaimana menambah kekayaan, menambah aset, menambah koneksi bisnis, menambah followers atau subscriber. Atau sebagai tujuan yang harus dikejar sehingga lupa hakikatnya kita hanya sekadar lewat.

Sungguh para salaf saleh terdahulu telah mengajarkan kepada kita arti dunia ini dan apa hubungan kita dengannya. Dikisahkan bahwa, di suatu hari seorang tabiin bernama Imam Hasan Al-Bashri sedang berjalan dan melewati seorang pemuda yang tengah tertawa terbahak-bahak. Kemudian ia pun heran dan bertanya kepada pemuda itu, "Wahai anak muda, mengapa kau bisa tertawa begitu lepas? Apakah kau telah berhasil melewati shirath (Jembatan)?"

Si pemuda pun menjawab, "Tidak."

Imam Hasan Al-Bashri pun bertanya kembali, "Lalu apakah kau telah mengetahui bahwa kelak kau akan masuk surga atau neraka?"

Pemuda kembali menjawab, "Tidak"

Maka sejak saat itu diceritakan bahwa pemuda tersebut pun tak pernah lagi terlihat tertawa terbahak-bahak.

Allah berfirman dalam surah At-Taubah ayat 82 yang mengingatkan manusia untuk lebih sedikit tertawa dan memperbanyak menangis. Karena banyak tertawa akan mematikan hati dari mengingat hakikat penciptaannya di dunia ini. 

"Hendaklah kalian menyedikitkan tertawa dan memperbanyak menangis."

Ibnu Abbas menjelaskan ayat tersebut, bahwa sungguh dunia ini hanya sebentar saja, silahkan kalian tertawa wahai orang-orang yang senang tertawa. Jika kalian meninggalkan dunia ini untuk menghadap Allah, maka kalian akan menangis sepanjang waktu. Lalu, apakah kita tidak boleh bahagia dan tersenyum? Tentu saja boleh, namun jangan sampai kebahagiaan itu membuat kita lupa tentang kehidupan yang abadi, yaitu akhirat.

Sungguh, manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna. Karena manusia diciptakan lengkap dengan akal sementara makhluk lain tidak. Bahkan Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Akan tetapi dengan nikmat dan amanah besar itu, manusia malah sering lalai. Betapa banyak kerusakan yang telah manusia lakukan di muka bumi. Berapa banyak nikmat yang lupa kita syukuri? Serta berapa banyak pengkhianatan yang kita lakukan kepada-Nya?

Akan tetapi ternyata Allah masih menanti kita untuk datang dan bertobat kepada-Nya.

Allah masih memberi kesempatan demi kesempatan untuk kita menyadari kesalahan. Allah masih menunggu kita kembali kepada-Nya. Dengan segala pengakuan sepenuh jiwa atas semua dosa-dosa. Allah masih memberikan waktu sebagai sebuah kesempatan untuk kita memperbanyak amal saleh yang menjadi teman kita sebelum memasuki alam kubur nanti. Betapa Jibril telah mengingatkan Rasulullah dalam sabdanya, dari Sahl bin Sa'ad, yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani yang dinilai hasan oleh Syekh Nasiruddin Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, no. 831, 

"Hiduplah seperti apa yang kalian mau, tetapi sesungguhnya kalian akan mati. Dan cintailah siapa saja yang kalian mau, tetapi ingat kalian akan berpisah dengannya. Dan lakukan apa saja semaumu, tetapi ingat pula kalian akan dibalas karenanya."

Imam Ibnu Al-Qayyim mengatakan, pada suatu ketika aku pernah bertanya kepada Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, “Sebagian ahli ilmu telah ditanya, ‘Manakah yang lebih bermanfaat untuk seorang hamba, membaca istigfar ataukah membaca tasbih?’” Maka Syaikhul Islam menjawab, “Jika pakaian bersih, maka parfum juga air mawar lebih bermanfaat untuknya, dan jika pakaian tersebut kotor, maka yang lebih berguna untuknya adalah sabun juga air panas.” Kemudian ia berkata kepadaku, “Bagaimana menurutmu jika pakaian itu senantiasa dalam keadaan kotor?”

Maka saudaraku, jika dunia tidak cukup membuat kita mengucurkan air mata, tentu kita pantas khawatir jangan-jangan kita akan mengucurkannya di akhirat. Karena kita mempunyai tabungan kesedihan sebagaimana kebahagiaan. Jika hari ini di dunia telah kita gunakan, niscaya ia tak akan ada di akhirat. Namun sebaliknya, jika kebahagiaan yang terus kita pakai di dunia ini, bisa jadi di akhirat kelak kita kehabisan tabungan kebahagiaan dan hanya menyisakan kepiluan.https://narasipost.com/motivasi/06/2021/masih-insecure-kamu-kurang-bersyukur/

Maka menangislah. Tangisilah hati juga jiwa kita. Bisa jadi hati kita telah mati karena begitu sulitnya merasakan manisnya keimanan. Tangisilah jiwa kita yang begitu beratnya merasakan lezatnya ketaatan. Jika hati dan jiwa kita telah mati, maka adalah kepastian raga kita pun layaknya mayat tanpa ruh. Namun terus berjalan di muka bumi tanpa jejak kebaikan dan hanya menebar kerusakan. Jika kita tidak menangis sekarang, lalu akhir yang bagaimana yang kita harapkan kelak di akhirat? Na'udzubillahi min dzalika.

Wallahu a'lam bishawab. 

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Aya Ummu Najwa Salah satu Penulis Tim Inti NP
Previous
Gelar Bintang RI Adipradana untuk Ibu Iriana, Pentingkah bagi Rakyat?
Next
Benarkah RI Diserang karena Hilirisasi Dalam Negeri?
4.3 4 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

8 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mahgani patra
Mahgani patra
1 year ago

Subhanallah.... hidup dalam tangisan karena kesadaran untuk persiapan akhirat. Semoga kita termasuk ke dalam orang-orang yang senantiasa menangis karena istighfar untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Aamiin

Hanum Hanindita
Hanum Hanindita
1 year ago

Tulisan ini mengingtkan kita agar senantiasa menjaga kesadaran hubungan kita dengan Allah. Allah adalah tempat kembali kita. Menangislah karena begitu banyak dosa yang dilakukan, menangislah dengan segenap perasaan bahwa kita ini tidak ada apa-apanya, menangislah dengan bertobat kepada-Nya. Kita selalu lalai, tapi Allah selalu menunggu kita untuk kembali.

Sherly
Sherly
1 year ago

Jazaakillah Khair remindernya ❤️

Barakallah ❤️

firda umayah
firda umayah
1 year ago

Tulisan yang sangat bagus sebagai pengingat diri. Astagfirullah, ampunilah kami ya Allah.

sartinah828
1 year ago

Astagfirullah, seharusnya begitulah sikap kita. Tapi kadang kelalaian menyusup ke dalam hati hingga begitu beratnya menangisi dosa dan kesalahan. Semoga Allah mengampuni kita.

R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Menangis sambil beristigfar, Mudah-mudahan Ampunan Allah menyertai..

Rosmiati
Rosmiati
1 year ago

Masyaallah, tulisannya bikin terenyuh. Dunia memang kadang membuat kita lupa bahwa akhirat selamanya. Hati pun kadang menjadi keras karena minim mengingat akhirat.

diadwi arista
diadwi arista
1 year ago

Betapa terkadang manusia menjadikan dunia sebagai tujuannya. Lupa, jika kampungnya adalah akhirat. Terima kasih mbak Aya, sudah diingatkan

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram