"Mungkin itulah yang terjadi dengan burung pipit dan wanita tua itu. Bisa jadi melalui tangannyalah, burung-burung pipit itu memperoleh rezeki. Kita bisa jadi perantara rezeki bagi yang lainnya. Bisa pula, kitalah yang mendapatkan rezeki melalui tangan seseorang. Semua, terjadi atas seizin Allah Swt."
Oleh. Deena Noor
(Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Pagi baru saja menyapa. Seekor burung pipit tengah asyik mematuk beras yang berserakan di teras sebuah rumah. Sesekali ia bersuara. Tak berapa lama kemudian beberapa kawanannya menghampiri dan ikut memakan beras bersamanya.
Burung-burung itu tidaklah dipelihara, melainkan hidup bebas. Mereka sering datang ke rumah tersebut karena tahu ada makanan di sana. Insting menuntun mereka pada sumber makanan. Tak cuma mencari makan, burung-burung itu juga berteduh di bawah atap rumah atau bertengger di pagarnya. Berkicau bersahut-sahutan, memainkan kidung alam.
Dari dalam rumah, seorang wanita tua keluar sambil menggenggam sejumput beras. Ia tebarkan beras di lantai yang telah disapunya. Sengaja ia lakukan itu agar burung-burung pipit liar bisa memakannya. Bila telah habis, maka ia akan menaruh beras lagi di sana. Begitulah ia setiap harinya.
Tak ada yang memperhatikan hal itu dan ia pun tak pernah bercerita kepada orang lain. Sampai pada suatu hari, seorang tetangga bertandang ke rumahnya dan melihat ada beras berserakan di lantai. Tentu saja, ia keheranan.
“Burung-burung itu biasa ke sini untuk mencari makan. Kasihan bila mereka datang, tetapi tak ada makanan.”
Itulah perkataannya menjawab penasaran si tetangga. Ia hanya ingin membantu burung-burung itu mendapatkan makanannya.
Mengapa repot-repot memberi makan burung-burung liar yang pasti bisa mencari makan sendiri? Mengapa tak menyedekahkannya kepada manusia saja? Kisah ini membuatku merenung dan belajar.
Sungguh, untuk berbuat baik ada banyak cara. Ladang pahala terhampar begitu luasnya. Bukankah burung-burung itu juga makhluk Allah yang layak mendapatkan bantuan? Siapa yang tahu jika itu kelak bisa menjadi jalan mulus ke surga. Allah yang Maha Mengetahui atas niat dan amal setiap hamba-Nya.
Pertama-tama, sebagai manusia beriman kita meyakini bahwa Allah adalah Sang Pencipta. Setiap makhluk diciptakan dalam bentuk terbaiknya masing-masing. Allah telah menciptakan kedua sayap burung yang bisa membawanya terbang ke mana pun mau untuk menemukan makanan. Allah juga berikan makhluk itu naluri untuk bertahan hidup. Begitu pula dengan manusia, Allah ciptakan dengan segala potensi dan naluri yang melekat padanya untuk mempertahankan diri.
Burung dan manusia memang berbeda, meskipun sama-sama makhluk Allah. Sama-sama mempunyai naluri, namun burung sebagaimana hewan lainnya, tak berakal. Tentu ia tak mampu berpikir. Ia bertindak sesuai dengan nalurinya.
Burung tak bisa membedakan mana yang dihalalkan dan mana yang diharamkan. Ia bisa mencari makan di mana saja, termasuk mengambil padi di sawah. Baginya itu adalah makanan untuk bertahan hidup. Ia tak tahu bahwa harus meminta izin terlebih dahulu sebelum mengambil kepunyaan orang lain. Makanya, kita tak perlu marah bila ia ‘mencuri’ milik kita.
Berbeda halnya dengan manusia. Ia memiliki akal yang dengannya bisa berpikir, memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan akalnya, manusia bisa mencari jalan keluar permasalahan sesuai yang diinginkan Sang Pencipta. Ia tahu ada aturan yang seharusnya dipatuhi agar kehidupan berjalan tertib.
Perbuatan manusia bersandar pada hukum yang Allah tetapkan. Bukan sembarangan. Bukan tanpa tujuan. Bukan sekadar karena kasihan. Manusia bertindak atas dorongan suatu pemikiran, bukan semata memuaskan hasrat dan perasaan.
Kita menolong seseorang bukan karena kita suka, melainkan karena Allah yang memerintahkan. Kita memberi sedekah bukan karena supaya rezeki menjadi lancar, melainkan karena Allah menyukai hamba yang berinfak di jalan-Nya. Berbuat baik bukan karena mengharap pujian, penghargaan, imbalan atau apa pun dari manusia, tetapi demi Allah semata. Semua dalam rangka ibadah. Pahala dan rida-Nya menjadi satu-satunya tujuan hamba yang beriman.
Bersedekah merupakan salah satu cara manusia beribadah kepada Sang Khalik. Sedekah tak hanya diberikan kepada manusia saja, tetapi bisa ke hewan di sekitar kita. Jika kita mampu memberi bagian dari rezeki kita kepada mereka, mengapa tidak? Asalkan semua sesuai tuntunan syariat dan diniatkan karena-Nya.
Rezeki telah ditetapkan secara adil oleh Allah. Tidak tertukar antara kepunyaan seseorang dengan yang lainnya. Burung terbang mencari rezeki. Cecak di dinding mendapat makanan dengan menangkap serangga-serangga kecil yang beterbangan sehingga ia pun menjadi kenyang. Cacing yang terkubur di dalam tanah juga mendapatkan makanan dari daun-daun yang berguguran dan mikroorganisme. Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya tanpa terkecuali. Semua mendapatkan bagiannya dari Allah taala, sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur'an surah Hud ayat 6:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi, melainkan Allah yang memberi rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tercatat dalam kitab yang nyata (lauhul mahfuz).”
Begitu pula dengan manusia yang telah ditetapkan rezekinya sejak di lauhul mahfuz. Melalui berbagai cara yang sesuai dengan panduan syariat, manusia berikhtiar menjemput rezeki. Bekerja dengan kedua tangannya sendiri atau mendapat pemberian dari orang lain merupakan jalan rezeki datang.
Mungkin itulah yang terjadi dengan burung pipit dan wanita tua itu. Bisa jadi melalui tangannyalah, burung-burung pipit itu memperoleh rezeki. Kita bisa jadi perantara rezeki bagi yang lainnya. Bisa pula, kitalah yang mendapatkan rezeki melalui tangan seseorang. Semua, terjadi atas seizin Allah Swt..
Jangan cuma hewan yang diperhatikan, tetapi manusianya malah diabaikan! Mungkin bagi yang hatinya sakit akan menjadi julid. Melemparkan prasangka tanpa mengetahui yang sebenarnya. Mengapa tak meluaskan hati untuk husnuzan sehingga kebaikan makin terbuka jalannya?
Siapa yang tahu jika wanita tua itu ternyata juga telah banyak bersedekah kepada sesama manusia. Ia pun telah menunaikan kewajibannya untuk keluarga dan orang-orang terdekat terlebih dahulu. Ia berlaku baik terhadap tetangganya. Ia menolong siapa saja yang membutuhkan. Ia berikan sebagian hartanya di jalan Allah. Kita tak pernah tahu selama kita tak mencari tahu.
Banyak hal yang sering tak terlihat oleh mata kita. Pandangan kita lebih tertuju pada gambaran besar sehingga melewatkan detail-detail yang menyusunnya. Kita sering kali lebih menghargai sesuatu yang banyak kuantitasnya. Padahal, yang sedikit itu juga berharga. Kita sibuk memikirkan hal-hal besar hingga yang kecil terlupakan.
Lihatlah lebih dekat agar tampak semuanya dengan jelas. Jernihkan hati dan pikiran supaya mampu menilai ketulusan. Mulailah cita-cita hebat dengan langkah kecil dan pasti. Ambillah setiap kesempatan untuk beramal akhirat. Mungkin itulah pelajaran yang bisa kuambil dari kisah wanita tua dan burung pipit di atas. Wallahu a’lam bish-shawwab.[]
Naskah wanita dan burung pipit sangat menyentuh hati. Salut keren naskahnya
Keren