"Selama sistem sekuler kapitalisme ini berkuasa, maka umat akan hidup dalam kubangan derita dan ini niscaya. Kenapa kita tak serius dan fokus untuk memperjuangkan bekal yang menjadi penyelamat di kehidupan selanjutnya? Bukankah amanah dakwah ini merupakan jalan pintas menyemai bibit investasi pahala yang mengalir tanpa ada batas?"
Oleh. Ummu Zhafira
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Sebagai ibu, kehidupan hari ini tentu terasa jauh dari kata memihak pada kita. Sulitnya kehidupan seolah tak memberi banyak ruang bagi kita untuk menemukan makna bahagia. Kita dipaksa untuk menjalankan berbagai macam peran yang tak sesuai tuntutan Rabb kita. Tanpa sadar kita pun larut terjebak pada pemikiran kaum pengagung keseteraan gender yang menganggap perempuan itu harus produktif dengan cara apa lagi kalau bukan dengan memiliki penghasilan. Lalu bagaimana kita bisa bertahan di bawah gempuran ide-ide sekuler yang menyesatkan?
Sendiri itu tentu tak lebih baik daripada berjemaah. Bukankah teorinya kita ini makhluk sosial yang tak akan pernah mampu hidup dalam kesendirian? Untuk itulah kenapa berjemaah menjadi wajib kita lakukan. Bersama-sama akan lebih memudahkan kita dalam menghadapi setiap ujian hidup, apalagi ketika sistem tak memberikan perlindungannya kepada kita. Maka dalam jemaah, Allah memberikan nikmat untuk bisa bersama-sama saling menjaga dalam sabar dan kebaikan.
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah seraya berjemaah dan janganlah kamu berfirqah-firqah (bergolong-golongan), dan ingatlah akan nikmat Allah atas kamu tatkala kamu dahulu bermusuh-musuhan maka Allah jinakkan antara hati-hati kamu, maka dengan nikmat itu kamu menjadi bersaudara, padahal kamu dahulunya telah berada di tepi jurang api Neraka, tetapi Dia (Allah) menyelamatkan kamu dari padanya; begitulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu, supaya kamu mendapat petunjuk.” (TQS. Ali ‘Imran[3]: 103)
Sebagaimana kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabat di fase awal peradaban Islam. Mereka bersama-sama meniti jalan perjuangan dalam menyebarkan risalah kenabian. Mereka merupakan teladan terbaik bagi kita dalam hal berjemaah. Kebersamaan yang mereka bangun tak hanya didasari karena wilayah yang sama tapi juga perasaan, pemikiran dan aturan yang serupa, yakni Islam. Begitu pun tujuan berjemaah pada era modern hari ini, bukan sekadar berkumpul bersama, tapi tak memiliki visi dan misi yang segaris sebagaimana Rasulullah saw. contohkan. Berjemaah di sini juga harus dalam rangka dakwah, meneruskan perjuangan yang telah manusia mulia itu rintis bersama para sahbatnya.
Allah memerintahkan kepada kita dalam Surah Ali Imran ayat 104,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
MasyaAllah, sebuah keberuntungan jika kita hari ini Allah pertemukan dengan para sahabat dalam dakwah. Tak semua orang memiliki nikmat yang sama. Lantas bagaimana bisa kita sia-siakan keberuntungan ini dengan rasa enggan dalam menjalankan amanah.
Duhai diri, apa yang sedang kita cari dalam jemaah ini? Bukankah amanah jadi indikasi bahwa Allah sedang melatih kita untuk berproses melayakkan diri sebagai umat yang pantas diridai? Dengan begitu pertolongan Allah hadir. Bukankah surga juga menjadi satu-satunya tempat impian di kehidupan akhir yang penuh keabadian? Amanah ini bukan beban, tapi sejatinya ia adalah nikmat. Memang tak selamanya amanah itu mudah, tapi Allah menilai bukan dari hasil yang kita capai melainkan seberapa besar upaya kita menunaikan.
Ingtkah kita, bait demi bait ilmu yang kita kaji di setiap majlis itu ada hak bagi mereka yang membutuhkan? Pemikiran politis yang dibangun dalam jemaah ini harus mengenyahkan sifat enggan dalam diri kita. Karena sifat inilah yang kemudian menjadikan kita sebagai manusia-manusia tak produktif. Usia kita nyatanya habis dalam kesiaan. Astaghfirullah. Harus menunggu berapa lama lagi agar kita mau berlari, setidaknya bergerak dalam setiap amanah yang telah diberikan. Waktu terasa berlalu begitu cepat, menggulung angan yang tak segera diwujudkan dengan aktivitas yang tepat. Sering kali 'kan, kita berangan mampu menyelesaikan ini dan itu dalam tempo sekian dan sekian waktu. Tapi faktanya? Kita kalah! Iya kalah cepat dengan waktu yang berjalan tanpa menunggu.
Ingin menulis tema ini, sampai kemudian tema baru muncul di beranda, berita baru sebagai fakta yang makin mengerikan itu tiba-tiba ada. Ah, Rabb, ampuni kami. Bukan tiba-tiba ada, tapi sebenarnya kami memahami konsepnya. Selama sistem sekuler kapitalisme ini berkuasa, maka umat akan hidup dalam kubangan derita dan ini niscaya. Kemudian kita masih memilih untuk enggan dan terlena dalam halusinasi dunia yang pasti akan ada ujungnya. Kenapa kita tak serius dan fokus untuk memperjuangkan bekal yang menjadi penyelamat di kehidupan selanjutnya? Bukankah amanah dakwah ini merupakan jalan pintas menyemai bibit investasi pahala yang mengalir tanpa ada batas?
Yuk, bergegas! Umat menanti kita. Yakinlah setiap apa yang kita upayakan dalam menunaikan amanah dakwah akan Allah bayar dengan balasan yang jauh lebih baik. Ingatkah bahwa Allah telah berjanji jika kita menolong agama ini, maka Allah akan memberikan juga pertolongan-Nya pada kita. Janji siapa yang harusnya kita percaya? Allah Penguasa Alam Semesta atau dunia fana yang semu lagi menghinakan? Wallahu a'lam bishawab.[]