"Sebagai pengemban dakwah hendaknya kita menghilangkan sifat-sifat negatif yang bisa mencederai keikhlasan. Semisal mengeluh atas instruksi dakwah, merasa capek sendiri, iri dengan yang lain, dan memojokkan sesama teman seperjuangan yang kurang berkontribusi. Dakwah harus benar-benar dengan hati yang bersih. Hati yang selalu berhusnuzan."
Oleh. Merli Ummu Khila
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Syekh Ibnu Atha’Illah dalam maqolah kitab Al-Hikam bab tentang amal dan ikhlas menyampaikan “Amal itu semata bentuk-bentuk yang tampil, adapun roh-roh yang menghidupkannya adalah terdapatnya rahasia ikhlas dalam amal perbuatan itu.”
Dakwah butuh jiwa yang ikhlas. Jika direnungkan, ikhlas memang menjadi syarat mutlak seorang pengemban dakwah. Terlebih jika berada dalam sebuah harakah. Kesabaran dan keikhlasan benar-benar diuji. Bagaimana mungkin kita mampu bersinergi, bergandengan tangan demi sebuah tujuan tanpa keikhlasan?
Dalam sebuah gerakan yang di dalamnya ada berbagai karakter. Tidak akan terjalin hubungan yang harmonis jika kita mendahulukan ego, merasa benar dan tidak mau mengalah. Mempermasalahkan hal-hal yang remeh yang sebenarnya masih bisa dimaklumi. Tidak bisa menerima perbedaan pandangan.
Penting buat kita belajar ikhlas dari hal-hal yang kecil untuk bisa mengikhlaskan sesuatu yang besar. Perjuangan dakwah memang menuntut kita untuk mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan harta kita. Bagaimana mungkin kita bisa mengikhlaskan itu semua, jika hal-hal sepele saja kita permasalahkan. Berselisih paham yang berujung saling mendiamkan. Menggerutui hal-hal yang tidak penting hanya karena terbawa perasaan.
Terlebih lagi, ikhlas adalah syarat diterimanya amal. Ketika sudah berazam menjadi bagian dari pejuang Islam, rasanya aneh jika tujuan berjuang bukan semata mencari rida Allah Swt. Tentu semua sepakat bahwa niat berjuang semata karena Allah. Tapi bukan berarti hati ini aman dari godaan setan. Niat di awal kadang berubah di tengah jalan. Bukankah Allah Maha membolak-balikkan hati bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya?
Kadang rasa jemawa menyerang hati yang merasa paling berperan, merasa paling bisa, paling diandalkan. Menganggap rendah teman seperjuangan yang minim kontribusi. Meremehkan perjuangannya yang hanya secuil di matanya. Astagfirullah… Semoga kita dijauhkan dari perasaan demikian. Karena kita tidak bisa memvonis besar kecilnya pahala. Entah amalan apa yang diterima, hanya menjadi rahasia-Nya.
Ikhlas mutlak diperlukan dalam perjuangan berjemaah. Karena diperlukan kekompakan dalam menjalankan setiap aktivitas dakwah. Bahu-membahu di medan perjuangan, saling berbagi, saling menguatkan, saling mendukung demi sebuah kemenangan. Sekecil apa pun kontribusi akan bernilai besar jika dilakukan dengan penuh keikhlasan. Bukankah sebuah kendaraan tidak hanya butuh mesin yang besar, tapi komponen kecil pun menjadi kunci bergeraknya sebuah kendaraan. Tidak boleh memandang sepele apa pun aktivitas dakwah.
Sebagai pengemban dakwah hendaknya kita menghilangkan sifat-sifat negatif yang bisa mencederai keikhlasan. Semisal mengeluh atas instruksi dakwah, merasa capek sendiri, iri dengan yang lain dan memojokkan sesama teman seperjuangan yang kurang berkontribusi. Dakwah harus benar-benar dengan hati yang bersih. Hati yang selalu berhusnuzan. Hati yang melakukan aktivitas dakwah dengan ringan tanpa beban. Hati yang selalu memudahkan urusan saudaranya.
Jika banyak pengemban dakwah yang berguguran di medan dakwah sangatlah wajar. Ada beberapa hal yang membuat para pejuang ini berhenti dan keluar dari barisan jemaah, salah satunya adalah niat yang salah. Niat ketika bergabung dalam gerakan karena ingin mendapatkan maslahat misalnya dengan berada dalam jemaah bisa menimba ilmu gratis, mempunyai circle pertemanan yang baik sehingga bisa terjaga aktivitasnya dari kemaksiatan. Berharap dengan bergabung dengan jemaah, ada teman yang membantu jika ada kesulitan dan asas maslahat yang lainnya.
Padahal sebuah gerakan dakwah mempunyai visi misi perjuangan. Setiap anggota yang tergabung dituntut untuk mengerahkan seluruh tenaga, pikiran, dan hartanya demi dakwah. Namun ketika semangat juangnya tidak terbangun sejak awal, maka pejuang ini akan gugur sebelum bertempur. Aktivitas dakwahnya terkesan seadanya bahkan kadang tidak terlihat. Pada akhirnya ketika ada permasalahan pribadi yang menyibukkannya, pejuang ini memilih keluar dari barisan jemaah.
Maka di sinilah keikhlasan berperan dalam menentukan kecondongan hati seorang pejuang. Jika niat dari awal bergabung demi maslahat dunia, maka tidak akan ada semangat juang dihatinya. Pejuang ini akan mudah diserang penyakit malas, bosan dan tidak punya loyalitas terhadap harakah. Merasa berat untuk berkorban baik waktu, tenaga maupun harta. Masih berpikir untung rugi dan terkesan seolah dakwah hanya untuk mengisi waktu luang.
Namun tidak demikian jika niat bergabung semata mencari rida Allah Swt. Pejuang yang meyakini bahwa dengan bergabung dengan harakah dakwah menjadi wasilah untuk menjadi orang-orang yang beruntung sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surat Ali-Imran ayat 104 bahwasanya harus ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran. Dengan niat yang lurus tadi, di dalam hatinya akan tumbuh semangat juang yang kuat. Semakin banyak ilmu yang didapatkan dari harakah maka akan semakin besar semangat juangnya. Wallahu a'lam bishawab.[]