Kejayaan peradaban Islam telah mereka pelajari dari ilmu para ulama terdahulu yang menempatkan akidah sebagai satu-satunya sandaran yang sahih dengan seperangkat aturannya yang akan menjadi pemersatu seluruh umat manusia, hingga benar-benar bersatu di bawah peradaban Islam.
Oleh: Miladiah al-Qibthiyah
(Pegiat Literasi dan Media)
NarasiPost.Com-Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَوْتُ الْعَالِمِ مُصِيبَةٌ لا تُجْبَرُ ، وَثُلْمَةٌ لا تُسَدُّ , وَنَجْمٌ طُمِسَ ، مَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ
Artinya: "Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama." (HR al-Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman dari Abu Darda)
Hadis ini membuat sekujur tubuhku bergetar. Laksana kilatan petir yang menyambar, tak pernah kurasakan rasa sakit yang begitu menyesakkan dada. Air mataku tak berhenti mengalir ketika nyaris tak berjeda kudapati gawaiku memberi informasi tentang kabar duka dari saudara seakidah, para asatidz dan asatidzah, hingga para ulama hanif yang memiliki keluasan ilmu, namun mereka satu persatu telah berpulang ke pangkuan Sang Khalik, yakni Allah Swt.
Dari hadis ini aku makin sadar, betapa usia bumi semakin tua dan rapuh. Saking rapuhnya Allah mengurangi beban bumi dengan memanggil sang hamba menghadap-Nya. Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi ruang kepalaku. Apakah ini tanda akhir zaman? Apakah ini pertanda akan berakhirnya alam semesta? Lalu, ke manakah kami merujuk ketika seluruh pewaris nabi mendahului kami yang miskin ilmu ini?
Melihat situasi pandemi tak terkendali, bahkan puluhan ribu nyawa telah melayang termasuk di dalamnya saudara kami, guru kami, ulama kami akibat serangan penyakit tak kasat mata ini, akankah Allah membiarkan kami berjalan terseok-seok tanpa arah menapaki bumi?
Sekali-kali tidak! Aku yakin Allah Swt. punya skenario besar menghadapi mereka yang telah berbuat fasad. Allah pasti telah menyaksikan siapa yang bersekutu dengan kebatilan dan siapa saja yang berdiri tegak di atas jalan kebenaran yang diridai Allah.
Memang benar, wafatnya orang-orang saleh, terkhusus para ulama adalah hilangnya ilmu bagi umat manusia. Namun, tidak bagi mereka yang semasa ulama hidup, mereka mencari dan menimba ilmu kepadanya, memetik hikmah, mengambil keteladanan, bahkan melanjutkan perjuangannya berdakwah mencerahkan umat di tengah redupnya cahaya Islam.
Memang benar, wafatnya ulama juga memiliki dampak yang sangat besar, bahkan dikatakan akan muncul pemimpin baru yang tidak mengerti urusan agama dan keumatan. Sehingga mereka dapat menyesatkan umat dengan fatwa-fatwanya yang menyesatkan.
Namun, tidak bagi mereka yang loyal dan tsiqah dengan keimanan pada Allah Swt. Mereka akan hadir menumpas berbagai kezaliman yang mendera kehidupan umat. Mereka tidak memutuskan ilmu yang telah mereka peroleh dari para ulama. Mereka akan gunakan ilmu (Islam) itu untuk melawan kezaliman pemimpin-pemimpin tamak penuh kemunafikan.
Memang benar, wafatnya ulama adalah salah satu tanda kehancuran dunia, karena rusaknya bumi dan seisinya akibat ditinggal oleh orang-orang saleh dan berilmu. Namun tidak bagi mereka yang akan menunaikan sabda Rasulullah akan kembalinya cahaya peradaban Islam yang kedua. Mereka bersungguh-sungguh mempersembahkan dedikasi terbaik mereka untuk din ini.
Memang benar, wafatnya ulama adalah kerugian besar yang menimpa umat sebab diibaratkan sebuah kapal yang memiliki kebocoran yang sulit untuk ditambal. Namun, tidak bagi mereka generasi penerusnya. Mereka akan menggunakan lisan mereka untuk mewariskan ilmu dari ulama teladan mereka. Mereka tidak akan tinggal diam melihat kebobrokan sistem kufur. Mereka akan mengganti sistem kufur secara revolusioner dengan sistem Islam yang sahih.
Meskipun cahayanya telah Allah padamkan di bumi, namun tidak dengan motivasi, nasihat, semangat, dan kegigihan mereka semasa hidup. Para mujahid dan mujahidah akan melanjutkan perjuangan semata-mata mengembalikan cahaya Islam yang redup, sebab mereka yakin Allah pasti akan menolong mereka, hamba-Nya.
Mereka akan berupaya mengikuti ulama hanif yang masih tengah berjuang mempertahankan kemuliaan Islam. Padamnya cahaya Allah tidak lantas membuat mereka redup, namun mereka akan bangkit melawan peradaban batil serta membawa umat ini kembali bangkit dengan kebangkitan yang hakiki.
Kejayaan peradaban Islam telah mereka pelajari dari ilmu para ulama terdahulu yang menempatkan akidah sebagai satu-satunya sandaran yang sahih dengan seperangkat aturannya yang akan menjadi pemersatu seluruh umat manusia, hingga benar-benar bersatu di bawah peradaban Islam.
Sungguh, peristiwa padamnya cahaya Allah di bumi mendorong kita untuk menentukan pilihan. Apakah kita mau berlama-lama membiarkan cahaya itu padam dan hidup dalam sistem yang batil, yang meminggirkan aturan Sang Pencipta di setiap lini kehidupan? Atau segera mengambil barisan menghidupkan kembali cahaya Allah (Islam) dan menjadi sebaik-baik penerus para ulama dengan penuh azzam dan tekad yang kuat demi menunaikan sabda Rasulullah Saw. sebagai sebaik-baik pejuang Islam dari arah Timur?
Wallaahu a'lam bi ash-shawab.
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]