Kendaraan ke Surga

"Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala atas apa yang telah mereka kerjakan." (As-Sajadah: 19).


Oleh: Ana Nazahah (Kontributor Tetap Narasipost.com)

NarasiPost.Com-Setiap Muslim pasti paham bahwa yang menentukan bagaimana kehidupan akhiratnya kelak adalah amalnya di dunia. Jika amal kebaikannya lebih dominan, maka tempat kembalinya adalah surga. Namun, jika semasa di dunia dia berbuat keburukan dan kemaksiatan sepanjang usia, tempat kembalinya adalah neraka. Itulah balasan yang setiap Muslim wajib mengetahuinya.

Amal perbuatan manusia merupakan kendaraan yang akan membawa seseorang ke tempat tujuannya. Jika di dunia kita tidak mempersiapkan dengan baik kendaraan tersebut, maka jangan harap bisa sampai ke tujuan yang kita cita. Sebaliknya, kendaraan yang buruk akan membawa kita ke tempat yang buruk pula, neraka Jahannam yang dibenci setiap hamba.

Karena itulah, mempersiapkan bekal demi bisa mendapatkan tiket duduk di kendaraan yang baik dan bisa memuluskan jalan ke surga, haruslah direncanakan sejak dari sekarang. Di masa kinilah kita wajib merencanakan segala sesuatu sesuai dengan misi tujuan tempat mana yang akan kita singgahi di kehidupan yang abadi nantinya. Apakah yang kita tuju itu adalah surga-Nya, atau di neraka-Nya? Semua itu haruslah kita pikirkan sungguh-sungguh dari sekarang.

Benar! Tidak ada manusia yang inginkan hidupnya berakhir bencana. Berada di tempat terburuk, penuh siksa. Berada di Jahannam yang dibencinya. Semua orang pasti inginkan hidupnya dipenuhi kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat-Nya. Namun, berada di tempat terbaik itu tidak gratis. Diberikan begitu saja hanya karena kita menginginkannya. Semua perlu proses, perjuangan serta pengorbanan. Keridaan kita untuk diatur oleh syariat Islam, dengan penuh ketaatan dan ketakwaan kita tunduk pada setiap perintah dan larangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Ini memerlukan tekad dan komitmen yang tidak sebentar.

Terlebih komitmen pada Islam dan syariat Allah bukan sekadar pengakuan. Dibutuhkan sikap tunduk dan patuh terhadap segala yang Allah perintahkan. Hal ini tercermin dalam tingkah laku dan perbuatan. Perbuatan yang saleh. Memenuhi kriteria ahsanul amal yakni perbuatan yang didasari niat ikhlas karena Allah semata, dilakukan dengan penuh rida tidak menyalahi syariat-Nya. Inilah amalan kebajikan yang akan Allah balas dengan kebaikan pula.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

"Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl : 97).

Karenya, berbuat baik saja tidak cukup, jika tidak memenuhi dua kriteria, yakni niat dan ikhlas dan cara yang benar. Melakukan amal saleh tapi tidak diniatkan karena Allah, melainkan demi mencari muka, demi terlihat saleh, demi memuluskan niat bulus, dll. Tidak tergolong amalan yang akan diterima Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Apa pun niat ibadah selain dari niat karena Allah, dan demi mengejar keridaan-Nya, tetap saja ditolak. Meskipun sujud dan rukuk seribu rakaat, bukan untuk Allah, maka untuk apa? Hanya berbuah sia-sia.

Bagaimana amal saleh itu dikerjakan, jika tidak sesuai dengan syariat Allah, maka bukankah sama saja kita mengada-ada? Melakukan ibadah yang bertentangan dengan nash syara' lantas membiasakannya. Riskan ditiru orang lain. Sudahlah kita tersesat, menyesatkan orang pula. Seperti contoh perbuatan mempersekusi pengemban dakwah Islam karena dianggap melanggar konstitusi bangsa. Memperjuangkan hak Allah dengan menegakkan agama-Nya adalah kewajiban. Jika ada Muslim mempersekusi sekalipun diperkuat oleh kebijakan, maka yang terjadi bukan hanya kesesatan pada si pembuat kebijakan, namun juga bisa menyesatkan orang banyak, menjauhkan manusia dari hukum Allah.

Jika kenyataannya sepanjang usia malah menjauhkan hidup kita dari hukum Allah, maka bagaimana mungkin amalan terbaik bisa menjadi dominan di timbangan amal? Keburukan akan menjadi pemenang, dan kitalah yang telah berkontribusi menciptakan keburukan itu, oleh tangan kita sendiri. Merelakan diri terjatuh dalam kubangan amalan yang buruk. Yang konsekuensinya adalah maksiat yang akan mendapat balasan yang setimpal.

Begitulah, mengupayakan kendaraan amal yang mampu membawa kita ke tempat mulia bukan perkara mudah yang bisa kita sepelekan. Karena amal penentu bagi kehidupan kita di akhirat kelak. Di saat kita tidak bisa membawa harta dari hasil perniagaan yang kita perjuangkan siang dan malam. Rumah, kendaraan, bahkan anak istri. Semua akan kita tinggalkan. Satu-satunya yang menemani kita hanya amal. Lantas bagaimana bisa kita menyepelekan perkara mempersiapkan amalan terbaik ini sebagai sesuatu yang ditunda-tunda? Ketaatan bagi kita adalah hal yang jauh dari rencana.

Seharusnya, saat punggung kita masih kuat untuk ditegakkan. Fisik dan mental masih encer untuk diajak berpikir, mencerna pemahaman Islam dan berbagai problematika umat yang wajib diselesaikan dengan Islam. Bukankah sudah sepantasnya, amalan terbaik, itu kita upayakan sejak sekarang? Amalan yang kelak akan membiasakan kita hidup dalam kebaikan. Baik di dunia dan akhirat.

Karena tujuan hidup bukan dibentuk saat usia senja, apalagi jika sudah dalam keadaan renta. Jika niat mengumpulkan amal dilakukan di usia tua, ditakutkan malah sebaliknya akan semakin menjadi-jadi kecintaan pada dunia. Selain produktivitas berpikir menurun, belajar Islam akan lebih sulit. Apalagi dalam membiasakan taat, karena sudah terbiasa dalam kubangan maksiat.

Karenanya, yuk kita perbaiki kendaraan amal kita dari sekarang. Apa-apa bagian yang kurang dan pincang kita betulkan dari sekarang. Shalatnya, pergaulannya, pakaiannya, dakwahnya. Seluruh perbuatan hendaknya kita sesuaikan dengan Islam. Agar kendaraan kita menjadi prima kembali, sehingga tidak menghambat kita sampai di tujuan. Yaitu tempat di mana berkumpul orang-orang saleh. Surga sebagai tempat kediaman.

اَمَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ جَنّٰتُ الْمَأْوٰىۖ نُزُلًا ۢبِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

"Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala atas apa yang telah mereka kerjakan." (As-Sajadah: 19).

Wallahua'lam.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Benarkah Kehancuran Sebuah Negara karena Ketidakadilan?
Next
Aku Harus Menulis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram