“Maka jika begitu mengapa tidak mencegah ketika nyawa sampai di kerongkongan. Padahal kamu ketika itu kamu menyaksikan (orang yang sedang sekarat itu). Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu akan tetapi kamu tidak melihat. Maka kalaulah kamu tidak tunduk (dalam Kehendak Allah). (pastilah) kamu (mampu) mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya semula), jika memang kamu adalah orang-orang yang benar?”(QS. Al-Waqi’ah:83–87)
Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap Narasipost.com)
NarasiPost.Com-Banyaknya rutinitas kehidupan dunia, terkadang telah melenakan dan menyebabkan kita lupa akan datangnya kematian. Padahal, kematian itu merupakan sebuah peristiwa besar yang pasti akan kita alami dan akan kita rasakan. Kematian merupakan sistem Allah bagi setiap makhluk-Nya. Setiap makhluk yang diberi kesempatan hidup di dunia ini akan merasakan mati, dan manusia tak terkecuali. Firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 185:
(كُلُّ نَفۡسࣲ ذَاۤىِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَاۤ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلۡغُرُورِ)
"Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya akan disempurnakan balasan (amal) kalian pada hari kiamat. Maka, siapa yang pada (hari itu) dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia sukses besar. Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan (sedikit) kenikmatan yang menipu." (QS. Ali Imran: 185)
Jika kita tahu bahwa kematian adalah kebenaran yang pasti, mengapa kita seakan ingin melupakannya?
Kehidupan dunia ini telah benar-benar menyibukkan kita dan memalingkan hati serta pikiran kita dari mengingat datangnya peristiwa besar yaitu kematian. Kita sibuk mengumpulkan harta yang tak akan kita bawa, sibuk membangun karir dunia yang bahkan tak akan dapat memberi tangguh ketika kematian itu tiba. Kita sibuk merancang masa depan kita di dunia yang membuat kita lupa bahwa kita tak akan selamanya hidup di dunia. Padahal hampir setiap saat kita menyaksikan kematian di depan mata kita. Namun kita seakan biasa saja dalam menyikapinya. Kita seakan lupa bahwa kematian adalah titik penentu keberhasilan ataukah kegagalan kita dalam perjalanan kehidupan yang sebenarnya menuju Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Maka kebahagiaanlah bagi mereka yang Allah beri kemudahan dalam rangka mendesain semua aktivitas hidupnya karena Allah semata. Ia sesuaikan segala aktivitas kehidupannya dengan aturan Allah. Ia sangat berhati-hati dalam setiap langkah, agar tidak terjerumus dalam kehinaan karena menyalahi aturan Allah. Dan sebaliknya, adalah kecelakaan bagi mereka yang memilih jalan hidupnya jauh dari ketaatan. Setiap langkahnya mengantarkan kepada tujuan selain Allah, menjauhi dan berpaling dari-Nya.
Sebelum kita menemui kematian, kita akan bertemu dengan fase sakaratul maut terlebih dahulu. Bisa dikatakan sakaratul maut adalah pintu gerbang kematian. Ia adalah sebuah peristiwa yang sangat menakutkan dan mengerikan. Ketika ia datang tak ada seorang pun dari manusia yang dapat memberi pertolongan atau bantuan. Kita akan berjibaku dan berjuang sendirian, meskipun pada saat itu kita dikelilingi oleh suami/ istri, anak-anak kita, orang tua, dan yang lainnya. Tak ada yang bisa mereka lakukan untuk kita, Meraka hanya bisa menatap keadaan kita tanpa dapat melakukan apa-apa. Pada saat sakaratul maut inilah akan terlihat dan terasa, apakah kita termasuk orang-orang yang merancang seperti apa kematian yang kita inginkan? Apakah kita termasuk orang yang siap menghadapi kematian?
Sakratul maut merupakan bahasa Al-Qur’an yang terdiri dari dua kata yaitu sakaron dan maut. Sakaron mempunyai arti mabuk, sedang kata maut bermakna mati. Maka dari sini Sakratul maut bisa diartikan keadaan seseorang yang seakan mabuk saat menghadapi kematian. Sakaratul maut pun disebut sebagai pemanasan sebelum menghadapi kematian, tersebab kematian merupakan kejadian yang sangat berat, sulit, dan sangat menyakitkan, maka di sinilah persiapan diperlukan untuk menghadapinya. Begitu pula sakaratul maut sebagai tahapan awal dari kematian sebagai gerbang awal menuju alam lain, yaitu alam barzakh, yaitu alam yang kondisi dan situasinya jauh berbeda dari dunia ini.
Begitu dahsyatnya kengerian saat sakaratul maut, maka itu manusia seakan lari untuk menghindarinya. Dari mengonsumsi berbagai macam obat agar tetap muda dan sehat, ramuan dan jamu, suntikan maupun perawatan hingga operasi pun dilakukan, dengan harapan mereka bisa menghindari datangnya sakaratul maut. Berbagai resep, racikan, dan formula terus dikembangkan berharap dapat memperpanjang hidup mereka. Allah pun menggambarkan keadaan manusia ini dalam surat Qaf ayat 19 :
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
"Dan datanglah Sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah keadaan yang kamu selalu lari dari padanya". (QS Qaf: 19)
Jika ditanya adakah manusia yang dapat menghindari datangnya sakaratul maut? Maka jawabnya tentu tidak ada, itu sebuah kemustahilan. Karena dikatakan di awal bahwa sakaratul maut adalah pintu gerbang menuju alam barzakh, ia merupakan tiket perjalanan menuju alam berikutnya. Mereka tidak akan pernah bisa lari menghindar dengan cara apapun, mereka tidak akan pernah bisa bersembunyi di mana pun. Ketika manusia diciptakan dan diadakan dari ketiadaan, maka seperti itulah mereka tak pernah bisa mengelak ketika ketetapan Allah datang kepada mereka.
Begitu dahsyatnya sakit sakaratul maut yang akan kita rasakan, maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala memperingatkan kita untuk mengetahui sakaratul maut itu bekerja. Allah berfirman dalam surat Al-Waqi’ah:
فَلَوْلا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ # وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ # وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لا تُبْصِرُونَ # فَلَوْلا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ # تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ #
“Maka jika begitu mengapa tidak mencegah ketika nyawa sampai di kerongkongan. Padahal kamu ketika itu kamu menyaksikan (orang yang sedang sekarat itu). Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu akan tetapi kamu tidak melihat. Maka kalaulah kamu tidak tunduk (dalam Kehendak Allah). (pastilah) kamu (mampu) mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya semula), jika memang kamu adalah orang-orang yang benar?” (QS. Al-Waqi’ah: 83–87)
Dalam tafsirnya “Fii Zhilal Al-Qur’an”, Sayyid Qutb menjelaskan kondisi seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut dengan luar biasa indah:
Apa yang akan engkau lakukan ketika nyawa telah berada di tenggorokan? Engkau sedang berada di persimpangan jalan yang tidak diketahui. Ia mengutip surah Al waqiah di atas, "Maka mengapa ketika nyawa telah sampai di kerongkongan, padahal ketika itu kamu melihat (orang yang sedang sekarat itu), dan Kami (dengan malaikat-malaikat) adalah lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak dapat melihatnya".
Sungguh seakan kita mendengar tenggorokan dan melihat mereka yang sedang sekarat, kita seakan merasakan bencana yang sedang dihadapinya melalui firman Allah "Maka mengapa saat nyawa telah sampai di kerongkongan". Begitu pun kita dapat melihat tatapannya yang tak berdaya dan putus asa dari mereka yang hadir di sekeliling orang yang sekarat lewat firman-Nya, "Sedang kamu ketika itu menyaksikan ( orang yang sedang sekarat itu)"
Pada saat itulah, ruh telah menyelesaikan urusannya dengan urusan dunia. Ia telah meninggalkannya dan menuju alam yang belum pernah dilihatnya. Ia hanya akan membawa apa yang ia telah siapkan, berupa bekal kebaikan atau pun keburukan. Ia tak kuasa menceritakan apa yang ia rasakan dan apa yang ia lihat. Ia telah terpisah dari mereka. Hanya jasadnya yang bisa ditatap oleh orang-orang di sekelilingnya. Mereka tak dapat melakukan apapun, hanya dapat memandang dan menatap jasadnya namun tak dapat mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi. Seakan menyaksikan sebuah Opera mereka tak pernah tahu apa yang terjadi di balik layar.
Di sinilah batas kemampuan manusia, sedang yang berlaku adalah kekuasaan dari dzat yang maha perkasa. Pada saat ini, urusan hanya milik Allah tanpa keraguan, firman-Nya, "dan Kami adalah lebih dekat dengannya dari pada kamu". Inilah yang sering dilupakan oleh manusia akan kebesaran dan keagungan Allah subhanahu wa ta'ala. Maka kemudian muncullah rasa ketakutan atas kebesaran-Nya, dan munculah rasa ketidakberdayaan, ketakutan dan keputusasaan.
Dalam kondisi ketidakberdayaan dan keputusasaan inilah datang ketetapan Allah azza wa jalla untuk mengakhiri setiap perkataan maupun perdebatan, Allah berfirman, "maka jikalau kamu tidak tunduk pada ketetapan Allah pastilah kamu mampu mengembalikan nyawa itu pada tempatnya, jika memang kamu adalah orang-orang yang benar?" Maka jika demikian kamu mampu mengembalikan nyawa yang telah sampai di tenggorokan tersebut, agar kamu dapat mencegahnya dari perhitungan yang sedang ditujunya. Kamu berada di sekitarnya, menyaksikannya, dan dia menuju kepada dunia yang lain sedang kamu tak berdaya menghentikannya. Di sinilah gugur semua kesombongan dan pembangkangan manusia atas segala ketidakberdayaannya kepada kuasa Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Ketika kita melewati fase sakaratul maut, sejatinya kita telah berada pada akhir perjalanan kita di dunia dan sedang berada di awal perjalanan kita dalam dunia yang baru yaitu alam barzakh, dan pintu menuju alam itu adalah kematian.
Kematian adalah kepastian. Ia begitu ditakuti oleh manusia. Mereka berlomba untuk dapat menjauhi dan melarikan diri darinya. Walaupun sejatinya tak ada seorang pun yang mampu untuk itu. Apapun kedudukan mereka selama di dunia, apakah raja, presiden, jendral, konglomerat, ataukah seorang jelata. Mereka pasti akan menemui kematian, di mana pun dan kapan pun. Selama nyawa masih dalam jasad ia pasti akan mati. Karena itu adalah sebuah ketetapan Allah yang tak dapat diganggu gugat.
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
"Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapati kamu, meskipun kamu di dalam benteng yang tinggi nan kokoh". (QS An-Nisa’: 78)
Sungguh kita tak pernah bisa menjauhi dan menghindari datangnya kematian. Kita pun tak dapat mewakilkan atau pun memindahkan. Kita pun tak dapat memajukan atau memundurkannya sedetik pun. Maka yang bisa kita lakukan adalah memperbanyak perbekalan untuk menyambutnya, dan merancang kematian dengan amalan saleh, memperbaiki dan mengokohkan akidah, memperbaiki kualitas ibadah, menambah tsaqofah Islam, ikut mendakwahkan dan memperjuangkan Islam agar kembali dapat diterapkan secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan. Inilah yang harus kita lakukan agar akhir perjalanan kita di dunia berakhir dengan indah, dan perjalanan menuju akhirat kita lebih mudah sejak awal.
Wallahu a'lam
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]