"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan senantiasa mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Bahagia adalah sebuah kata yang menjadi dambaan setiap manusia. Bahkan manusia rela melakukan apa saja untuk dapat menggapainya. Namun kadang harapan indah hanya tinggal harapan, karena kebanyakan manusia itu sendiri tidak memahami hakikat kebahagiaan yang ia cari. Lalu bagaimana ia akan dapat mengecap kebahagiaan jika ia sendiri tidak tahu apa itu kebahagiaannya? Orang tua, muda, miskin, kaya, semua ingin bahagia. Manusia rela melakukan apa saja, agar bisa bahagia. Bahkan tak jarang mereka melakukan hal gila dan di luar nalar, hanya demi meraih satu kata, bahagia.
Sudut pandang setiap orang dalam memaknai kebahagiaan tentu saja berbeda-beda. Ada yang berpendapat bahwa dengan mendapatkan harta dunia ia akan bahagia. Dengan begitu ia habiskan waktu dan hidupnya untuk mencari dan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Tak peduli halal haram, tak peduli sikut sana sini, karena baginya ia sedang memperjuangkan kebahagiannya.
Ada orang yang memandang bahwa jika ia bisa mendapatkan perhatian dari manusia, ia akan bahagia, karena itu ia melakukan segala cara agar mendapatkan ketenaran. Ia habiskan energi dan perhatiannya untuk menarik perhatian semua orang. Ia tak segan melakukan hal-hal ekstrem dan bahkan bisa melukai dirinya sendiri, atau bahkan kadang melanggar aturan agama hanya karena ia ingin tenar dan bahagia.
Perbedaan pandangan terhadap kebahagiaan ini sejatinya karena pemahaman manusia dalam memahami hakikat kebahagiaan itu sendiri. Di zaman kapitalisme sekarang ini, materi dianggap sebagai sumber kebahagiaan. Sehingga manusia seakan mengukur keberhasilan dan kesuksesan dalam hal dunia sebagai puncak kebahagian. Sehingga mereka berlomba bahkan gelap mata untuk memenuhi tuntutan yang mereka ciptakan sendiri.
Seakan uang adalah segalanya, maka manusia akan melakukan segalanya deminya. Nampak di depan manusia mereka yang bergelimang harta adalah manusia yang bahagia, namun sejatinya hati mereka kosong dan hampa. Mereka merasa gersang, jiwa mereka haus dengan kebahagiaan yang selama ini mereka kira bisa mereka dapatkan dari materi dan ketenaran. Mereka seakan terus dituntut untuk memenuhi hasrat yang mereka tentukan sendiri. Maka tak heran jika sering kita temui mereka terjerat dengan hal-hal yang dilarang, seperti terjerat narkoba, prostitusi, penipuan, dan lain sebagainya.
Inilah jebakan kapitalisme, yang menganggap sumber kebahagiaan adalah materi dan penghargaan manusia. Sistem ini sungguh sangat berbahaya karena menjauhkan manusia dari Tuhannya. Standar manusia yang lemah telah memanipulasi mereka sendiri, sehingga semakin ia terjebak semakin hampa hidupnya, mereka bingung tak tahu arah, mereka merasa lelah, namun di sisi lain mereka tak tahu ke mana mencari cahaya dan akhirnya putus asa, hingga tak jarang mereka yang menjadikan materi sebagai acuan menjadi salah jalan, depresi, bahkan bunuh diri.
Kebahagiaan dalam Pandangan Islam
Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah mengatakan:
فالسعيد من تمسك بما كان عليه السلف، واجتنب ما أحدثه الخلف.
"Orang yang bahagia ialah orang yang berpegang teguh dengan apa yang ditempuh oleh para salaf (pendahulu umat ini), dan menghindari apa yang diada-adakan oleh khalaf (orang-orang yang datang masa kekinian)." (Fathul Bary, jilid 13 hlm. 253)
Para salaf dulu menjadikan Islam sebagai dasar dari setiap aktivitas mereka. Adanya negara khilafah yang menerapkan Islam dalam setiap aspek kehidupan, menjadikan manusia memahami hakikat hidupnya, dari mana ia diciptakan dan akan ke mana ia kembali, maka ia tahu apa yang harus ia capai dalam kehidupan ini, yaitu rida Allah semata.
Maka hendaklah seorang muslim memahami hakikat ini, maka mereka tidak akan mencari kebahagian ke mana-mana. Mereka tak akan sibuk ke konser musik, diskotik, memakai narkoba, dan lainnya. Begitu mudahnya mereka bahagia, mereka paham kebahagiaan hanya akan dicapai jika ia senantiasa menjaga hubungannya dengan Tuhannya.
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan senantiasa mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."(QS. Ar-Ra'd: 28)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam Al Wabilush Shoyyib bahwa,
"Tiada daya dan upaya melainkan dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, Yang senantiasa diharapkan terkabulnya doa. Semoga Allah senantiasa melindungi kalian baik di dunia maupun akhirat. Semoga Allah senantiasa melapangkan karunia-Nya lahir dan batin. Semoga Allah pun menjadikan kalian orang-orang yang bersyukur ketika diberi nikmat, bersabar tatkala ditimpa musibah dan segera memohon ampunan ketika terjerembab dalam kubangan dosa. Ini adalah tiga tanda kebahagiaan, juga tanda keberuntungan seorang hamba di dunia dan akhiratnya. Seorang hamba senantiasa akan berputar pada tiga keadaan ini." (Al Wabilush Shoyib, hal.11, Asy Syamilah)
Maka hakikat kebahagiaan seorang muslim adalah ketika ia menyadari hubungannya dengan Rabbnya, yaitu sebagai hamba. Ketika mengisi hari-harinya dengan terus mendekatkan dirinya kepada Allah. Itulah kabahagiaan sejati. Sudah saatnya kita tinggalkan sistem materialistis ini. Saatnya kita kembali kepada jalan hidup Islam agar tenteram hidup kita di dunia dan selamat di akhirat.
Wallahu a'lam.
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]