"Mungkin kedudukan burung dan katak di hadapan Allah Swt. lebih baik dibandingkan manusia yang suka bermaksiat. Katak senantiasa bertasbih dengan nyanyiannya, sehingga termasuk binatang yang haram dibunuh. Burung dan katak senantiasa menaati perintah Allah Swt. dan tidak pernah membantahnya."
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Katak oh katak kenapa kau panggil hujan
Bagaimana aku tak panggil
Ular nak makan aku
Ular nak makan aku
Penggemar serial Upin dan Ipin pasti tahu lagu ini. Lagu ini bercerita tentang rantai makanan. Salah satunya adalah katak yang merupakan makanan ular. Namun, tulisan ini tidak membahas tentang rantai makanan, ya.
Dulu, saya tidak begitu memperhatikan kapan katak akan mengadakan konser. Padahal, saya sering mendengarnya. Maklumlah, di lingkungan tempat tinggal saya masih ada banyak lahan yang sesuai menjadi habitat katak. Meskipun tempatnya di kota, tetapi masih ada lahan yang ditanami pohon jati. Ada juga kebun pisang dan kolam ikan. Dapat dikatakan, lingkungan tempat tinggal saya ini adalah kota rasa desa.
Saya baru mulai memperhatikan hal itu, sejak air di talang sering merembes di tembok rumah. Hujan yang sangat deras membuat talang tak lagi mampu menampungnya. Akibatnya, air meluber dan merembes ke dinding. Jika air hujan mulai merembes di dinding, saya pun berharap, hujan akan segera berhenti.
Saat itulah, saya mulai mencoba mengamati, apa yang menandakan bahwa hujan akan segera berhenti. Ternyata, kicauan burung atau nyanyian kataklah yang menjadi penandanya. Ini hanya pengamatan saya yang bukan ahli burung dan bukan ahli katak, ya.
Nah, berdasarkan pengamatan saya, kicauan burung menandakan berhentinya hujan di siang atau sore hari. Sedangkan nyanyian katak menjadi penanda di malam hari. Karena itu, setiap hujan deras datang dan airnya mulai merembes di dinding, saya sangat berharap akan segera mendengar kicauan burung atau nyanyian katak.
Saya pun penasaran untuk mencari tahu, apakah hasil pengamatan saya itu dapat dijelaskan secara ilmiah. Ternyata ada penjelasannya, lho! Dalam laman sariagri.id dijelaskan bahwa ada beberapa perilaku binatang yang dapat dijadikan sebagai penanda cuaca. Termasuk di dalamnya adalah perilaku burung dan katak.
Burung membutuhkan tekanan udara yang pas untuk terbang. Saat hujan deras mengguyur, tekanan udara akan turun, sehingga kepadatan udara juga turun. Hal ini membuat burung sulit untuk terbang. Itulah sebabnya, saat hujan, burung-burung lebih suka bertengger di dahan. Bukan karena takut basah ya, karena bulu burung tahan terhadap air. Jadi, jika terkena air, air akan langsung menetes jatuh. Namun, turunnya tekanan udara akan menguras energinya jika ia nekat terbang.
Ketika hujan sudah menunjukkan tanda-tanda akan segera berhenti, burung-burung pun akan terbang tinggi dan berkicau riang. Itu sebabnya, kicauan burung dapat dijadikan sebagai penanda bahwa hujan akan segera berhenti.
Sedangkan katak-katak bernyanyi setelah hujan karena mereka menyukai cuaca yang lembab. Di samping itu, turunnya hujan menurunkan berkah tersendiri bagi mereka. Sebab, saat itu serangga dan cacing yang menjadi makanan katak akan keluar dari sarang mereka. Nah, cuaca dengan kelembaban yang tinggi, banyaknya genangan air, dan tersedianya makanan ini sesuai dengan sistem perkawinan mereka. Karena itu, setelah hujan berhenti, katak-katak akan bernyanyi untuk mencari pasangan.
Begitulah, berbagai keteraturan yang ada di alam ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Sebab, jika itu hanya kebetulan, tidak akan terjadi pengulangan, tetapi hanya terjadi sesekali. Ini menunjukkan betapa telitinya Allah Swt. dalam mengatur semuanya. Di saat yang sama juga menunjukkan betapa Allah Swt. sangat serius saat menciptakan alam, manusia, dan semua makhluk-Nya. Dalam Surah Ad-Dukhan [44]: 38 Allah Swt. berfirman,
وما خلقنا السموات والأرض وما بينهما لاعبين
"Tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta apa-apa yang ada di antara keduanya dengan main-main."
Makna yang senada juga terkandung dalam Surah Al-Mukminun [23] ayat 115 dan Surah Shad [38] ayat 27.
Keteraturan itu memudahkan manusia dalam mempelajari peristiwa alam yang terjadi. Namun, keterbatasan akal manusia membuatnya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk itu. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Djoko Tjahjono Iskandar. Guru besar di ITB ini adalah seorang herpetolog (ahli katak). Untuk sampai pada satu kesimpulan bahwa Limnonectes larvaepartus adalah satu-satunya spesies katak yang melahirkan kecebong, ia membutuhkan waktu bertahun-tahun, lho. Kesimpulan itu didapatnya setelah melakukan penelitian dalam berbagai ekspedisi antara tahun 1991-2014. Itu berarti, ia membutuhkan waktu selama 23 tahun! Itu pun masih menyisakan pertanyaan lain yang belum terjawab.
Ini untuk menemukan satu spesies dari satu binatang. Padahal, jumlah binatang di dunia ini sangat banyak. Tentu, dibutuhkan waktu yang sangat lama, dengan banyak orang untuk memahami masing-masing binatang itu.
Hal ini menunjukkan betapa lemahnya manusia. Kelemahan dan keterbatasan manusia juga ditunjukkan dari ketidakmampuannya menguasai semua ilmu. Lihatlah, semakin tinggi gelar seseorang, semakin sempit cakupan ilmunya. Seorang ahli zoologi misalnya, hanya mampu menguasai ilmu dari satu binatang tertentu. Akan sulit baginya untuk menguasai ilmu secara mendalam untuk banyak binatang, apalagi semua binatang.
Meski demikian, sangat banyak manusia yang tidak menyadari kelemahan mereka. Tidak sedikit yang merasa sangat hebat hanya karena menguasai sedikit ilmu. Mereka merasa sudah memahami segalanya karena berhasil meraih gelar profesor, doktor, dan sebagainya. Mereka menjadi sombong dan tidak mau menerima kebenaran, hingga aturan Allah Swt. pun mereka abaikan. Bahkan, mereka larang dengan alasan tidak sesuai dengan zaman.
Sikap mereka itu seolah-olah menunjukkan bahwa mereka sedang bermain-main dengan nasibnya di akhirat. Mereka sibuk dengan urusan dunia yang fana. Mereka lupakan kehidupan abadi di akhirat sana. Padahal, sudah banyak peringatan yang diberikan oleh Allah Swt. melalui ayat-ayat-Nya.
Mungkin, kedudukan burung dan katak di hadapan Allah Swt. lebih baik dibandingkan manusia yang suka bermaksiat. Burung dan katak tidak pernah bermaksiat kepada Allah Swt. Katak senantiasa bertasbih dengan nyanyiannya, sehingga termasuk binatang yang haram dibunuh. Burung dan katak senantiasa menaati perintah Allah Swt. dan tidak pernah membantahnya. Itulah sebabnya, Allah Swt. mengingatkan kita melalui firman-Nya dalam Surah At-Tin [95] ayat 4-5,
"Sungguh, Kami ciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya."
Agar kita tidak dikembalikan dalam keadaan rendah dan hina, kita harus beriman kepada Allah Swt., kemudian beramal saleh. Inilah kondisi yang akan mendatangkan kebaikan dan pahala bagi kita, serta menjadikan kita makhluk yang paling mulia.
Wallaahu a'lam bishshawaab.[]
Photo : Pinterest