Seorang penuntut ilmu harus mengutamakan adab, sebab tingginya adab adalah pertanda kebahagiaan dan keberuntungan seorang muslim.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Adab merupakan perkara penting yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu. Bahkan, keberadaannya harus diutamakan sebelum menyelami ilmu. Adab ibarat cahaya dalam sebuah rumah. Tanpa cahaya, rumah akan terlihat suram dan tidak indah, sebagus apa pun bentuknya. Begitu pula adab, setinggi apa pun ilmu yang dipunya, tak akan ada artinya bila ia tak memiliki adab. Begitu pentingnya adab, hingga para generasi Islam terdahulu senantiasa mementingkan adab terhadap guru mereka, seperti senantiasa bersikap hormat, memuliakan guru, takzim terhadap para penyampai ilmu, dan senantiasa bersikap tawaduk.
Alkisah, Khalifah Harun Ar-Rasyid pernah mengirim putranya ke Al-Ashma’i. Al-Ashma’i adalah Abu Sa’id Abdul Malik bin Qarib bin Abdul Malik bin Ali bin Ashma’ Al-Bahlili, seorang ahli di bidang adab, bahasa, nahwu, sejarah, hadis, fikih, dan ushul. Suatu saat, khalifah melihat Al-Ashma’i yang sedang berwudu dan mencuci kedua kakinya. Sementara putranya tengah menuangkan air ke kaki gurunya. Melihat hal itu, khalifah langsung menegur Al-Ashma’i dan berkata, “Aku mengirim putraku supaya Anda mengajarkan ilmu dan adab kepadanya, mengapa Anda tidak menyuruhnya menuangkan air dengan salah satu tangannya dan mencuci kaki Anda dengan tangan yang lainnya?”
Selain mengutamakan adab kepada guru, para generasi Islam dulu juga senantiasa memuliakan ilmu sebagai bagian dari kesungguhan mereka dalam menuntut ilmu. Adab dan ilmu harus saling bersinergi dan berjalan beriringan. Kedudukan keduanya sama-sama penting dalam diri seorang muslim.
Menuntut Ilmu
Ilmu secara bahasa diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Rasulullah saw. bersabda:
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seorang muslim dan muslimah.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam kitab Jami’ Bayan Al-Ilm wa Fadhlih yang ditulis oleh Ibnu Abdil Al-Barr dengan sanad dari Anas, terdapat tambahan pada hadis di atas, yakni:
“Penuntut ilmu dimintakan ampun oleh semua makhluk termasuk ikan di laut.”
Begitu penting kedudukan ilmu dalam Islam hingga Rasul mewajibkan semua umatnya untuk mencari ilmu sepanjang usia hidupnya. Ilmu juga diibaratkan cahaya yang bisa menuntun seseorang dari kondisi gelap menuju terangnya cahaya. Seyogianya, ilmu itu akan meningkatkan iman dan takwa seseorang.
Umat Islam tidak wajib untuk mempelajari semua ilmu yang ada, tapi berkewajiban mempelajari ilmu yang dibutuhkan pada saat tertentu. Perlu diketahui bahwa seorang muslim wajib mempelajari segala kewajiban yang akan ia jalani. Ketika seorang muslim wajib mendirikan salat, maka ia juga wajib mempelajari ilmu tentang salat, minimal ilmu yang dengannya ia bisa menjalankan kewajiban salat. Sama halnya dengan puasa, zakat, dan haji, wajib bagi seorang muslim mempelajari ilmu tentang hal-hal itu, agar ia bisa menjalankan ibadah itu dengan benar dan baik. Begitu juga para pedagang, mereka wajib mengetahui hukum jual beli agar transaksi usahanya tidak rusak dan haram. Kaidah syarak menjelaskan bahwa sesuatu yang menjadi wasilah untuk menegakkan sesuatu yang wajib, maka hukumnya wajib.
Diwajibkan pula bagi kaum muslim untuk mempelajari ilmu mengenai hati, seperti tawakal, inabah (proses kembalinya seseorang dari jalan yang jauh dari Allah ke jalan yang mendekat kepada Allah), khasyyah (rasa takut yang dibangun atas ilmu karena mengetahui kesempurnaan dan keagungan kekuasaan dari Allah), dan rida. Wajib pula menuntut ilmu yang berkaitan dengan akhlak, seperti dermawan dan bakhil, pengecut dan pemberani, sombong dan tawaduk. Ilmu ini dipelajari semata-mata untuk menjauhkan diri dari akhlak yang buruk.
Keutamaan Orang Berilmu
Orang yang berilmu memiliki keutamaan di hadapan Allah. Allah juga menunjukkan kemuliaan Nabi Adam atas malaikat. Bahkan, Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam. Ilmu adalah sarana untuk menuju kebaikan dan ketakwaan, yang dengannya seseorang berhak mendapat kemuliaan dan kebahagiaan di sisi Allah.
Muhammad bin Al-Hasan pernah berkata, “Belajarlah, karena ilmu adalah hiasan, keutamaan, dan alamat pujian bagi pemiliknya. Jadilah orang yang dapat mengambil manfaat setiap hari dengan cara menambah ilmu dan berenanglah di samudra kemanfaatan. Dalamilah ilmu fikih, karena fikih adalah pemimpin terbaik untuk mengantarkan kepada kebaikan dan ketakwaan, sesuatu yang paling adil.”
Allah berfirman dalam surah Al-Mujadilah ayat 11:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, 'Berlapang-lapanglah dalam majelis', maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan, 'Berdirilah kamu', maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.”
Sebagaimana Allah memuliakan ilmu, dari kitab Ta’limul Muta’alim karya Imam Az-Zarnuji pada pasal “Takzim Terhadap Ilmu dan Ahli Ilmu”, beliau menuliskan ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebagai wujud memuliakan ilmu, di antaranya:
- Memuliakan kitab. Hendaknya seorang penuntut ilmu memegang kitab dalam keadaan suci. Syekh Imam Syamsu Al-A’immah Al-Halwani pernah berkata, “Sesungguhnya aku mendapatkan ilmu ini dengan bersikap hormat. Aku tidak pernah mengambil kertas (buku) melainkan dalam keadaan suci."
- Tidak menjulurkan kaki ke arah kitab, meletakkan kitab tafsir di atas kitab-kitab lain dan jangan meletakkan sesuatu di atas kitab.
- Memperbagus tulisan kitab, hurufnya tidak berdempetan, tidak mencoret-coret pinggiran kitab yang kosong.
- Menghormati teman saat sedang menuntut ilmu.
Memahami Adab
Adab secara bahasa adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, dan akhlak. Sederhananya, adab adalah cara kita untuk memperlakukan para ahli ilmu dengan penuh takzim (hormat), sopan, dan akhlak yang baik.
Mengapa dalam menuntut ilmu harus mengutamakan adab? Ya. Satu hal yang harus senantiasa diingat adalah bahwa seorang penuntut ilmu tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaat dari ilmu, kecuali dengan menakzimkan ilmu dan para ahli ilmu. Oleh karenanya, wajib bagi kita menghormati para ustaz, karena mereka adalah para penyampai ilmu.
Al-Qadhi Imam Fakhruddin, ketua para imam di Marad, sangat dihormati oleh masyarakat sekitar, bahkan khalifah pun juga sangat menaruh hormat kepadanya. Khalifah berkata, “Sesungguhnya aku mendapatkan kedudukan ini dengan melayani guru. Dulu aku melayani guruku, Al Qadhi Imam Abu Zaid Ad-Dabusi, aku menyiapkan makanannya dan tidak memakan darinya sedikit pun.”
Jika seorang guru tersakiti hatinya oleh seorang murid, maka murid tersebut akan terhalang mendapatkan keberkahan ilmu dan tidak akan dapat memperoleh manfaat dari ilmu, kecuali sedikit.
Masih dari kitab Ta’limul Muta’alim karya Imam Az-Zarnuji pada pasal “Takzim terhadap Ilmu dan Ahli Ilmu”, beliau menuliskan beberapa adab yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu, di antaranya:
- Tidak berjalan di depan guru, tidak menduduki tempat duduknya, tidak memulai pembicaraan di hadapannya, kecuali atas izinnya, tidak banyak berbicara di depannya, tidak bertanya sesuatu saat sedang bosan, tidak mencari-cari perhatian darinya, memperhatikan waktu, dan tidak mengetuk pintu ruangannya, tetapi tetap sabar menantinya.
- Menghormati anak-anaknya dan siapa saja yang memiliki hubungan dengannya.
- Pada saat belajar, hendaknya murid duduk tidak terlalu dekat dengan gurunya, kecuali terpaksa. Hendaklah ia mengambil jarak sebusur panah dengan gurunya, karena yang demikian itu lebih menghormati guru.
- Senantiasa bersikap wara’ selama menuntut ilmu.
Khatimah
Seorang penuntut ilmu hendaknya selalu menjaga diri dari dan menjauhi sikap sombong, karena sombong, ilmu tidak dapat diraih. Begitu juga adab, seorang penuntut ilmu harus mengutamakan adab, sebab tingginya adab adalah pertanda kebahagiaan dan keberuntungan seorang muslim, sedangkan rendahnya adab merupakan tanda kesengsaraan dan kebinasaannya. Adab dapat menghantarkan manusia kepada keberkahan di dunia dan akhirat dan seseorang juga bisa terhalang dari keberkahan dunia dan akhirat karena ketiadaan adab dalam dirinya.
Wallahu a’lam bishowaab []
Sedikitnya ilmu bisa ditutupi dengan adab. Sedikitnya adab tidak bisa menutup sedikit ilmu.
Barakallah penulis. Setinggi apapun Ilmu ketika adabnya nihil pasti nda berkah ilmunya. Banyak di sini ilmunya memang bagus, namun ada nya kepada orang tua sangat kurang. Miris melihatnya