"Keimanan merupakan nikmat terbesar yang diberikan kepada manusia. Nikmat iman ini tidak dapat dibandingkan dengan nikmat berupa harta di dunia."
Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Banyak orang yang memburu harta, menyimpan, dan menjaganya agar tidak hilang. Mereka begitu sayang dengan harta tersebut. Mereka pun merasa beruntung karena harta itu, dan menganggap bahwa itu adalah nikmat yang sangat besar.
Nikmat Berharga
Di samping nikmat berupa harta benda, sebenarnya ada nikmat yang lebih besar dari itu. Nikmat yang tidak tampak bentuk fisiknya. Hingga banyak orang yang mengabaikannya. Itulah nikmat iman.
Dengan iman ini, seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari panasnya api neraka. Keimanan dalam hatinya akan membuat Allah Swt. memberikan ampunan kepadanya dan memasukkannya ke surga.
Karena itu, orang-orang kafir yang tetap dalam kekafiran hingga ajal menjemputnya, akan merasakan penyesalan. Sayangnya, penyesalan itu baru datang setelah mereka merasakan pedihnya siksa neraka. Maka, penyesalan itu tidak ada gunanya lagi.
Padahal, selama di dunia mereka banyak berbuat baik. Mereka suka membantu manusia lain, baik tenaga, pikiran, harta, bahkan nyawa. Mereka juga tidak suka berlaku buruk atau menzalimi orang lain. Namun, karena kekafiran mereka, kebaikan mereka itu tidak ada nilainya di mata Allah Swt.
Demikian pula dengan harta yang dulu mereka kumpulkan, hingga mengorbankan keimanan. Semua itu tidak memberi manfaat di akhirat. Harta yang dulu mereka bangga-banggakan itu sekarang tidak dapat memberikan pertolongan sedikit pun. Bahkan, harta itu menjadi penyesalan bagi mereka.
Sebab, harta itulah yang dulu membuat mereka terlena. Harta itu pula yang membuat mereka tidak mau menjalankan aturan Tuhan. Bahkan, mereka rela menjadi kufur untuk mendapatkannya.
Nikmat Terbesar
Keimanan merupakan nikmat terbesar yang diberikan kepada manusia. Nikmat iman ini tidak dapat dibandingkan dengan nikmat berupa harta di dunia. Karena itu, iman ini tidak dapat dapat ditebus dengan emas sepenuh bumi. Dalam surah Ali Imran [3]: 91 Allah Swt. berfirman,
إن الذين كفروا وماتوا وهم كفار فلن يقبل من أحدهم ملء الأرض ذهبا ولو افتدى به
"Sesungguhnya orang-orang yang kufur dan mati, sedangkan mereka tetap dalam kekufurannya, maka tidak akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun mereka menebus dengan emas sebanyak itu …."
Dalam surah Al-Maidah [5]: 36 Allah Swt. juga berfirman,
إن الذين كفروا لو أن لهم ما في الأرض جميعا ومثله معه ليفتدوا به من عذاب يوم القيامة ما تقبل منهم ولهم عذاب أليم
"Sesungguhnya orang-orang yang kufur, seandainya mereka memiliki seluruh yang ada di bumi dan memiliki sebanyak itu pula untuk menebus diri mereka dari azab pada hari kiamat, pasti tidak diterima dari mereka, dan bagi mereka azab yang pedih."
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah saw. yang menceritakan kondisi orang-orang di surga dan neraka. Dalam hadis itu diceritakan bahwa penduduk surga merasa senang dan menyatakan bahwa itu adalah sebaik-baik tempat tinggal. Sebaliknya, penduduk neraka mengatakan bahwa itu adalah seburuk-buruk tempat tinggal. Kemudian Allah Swt. bertanya kepada penduduk neraka, apakah ia akan menebus dirinya dari azab neraka dengan emas sepenuh bumi? Ia pun mengiyakan. Maka, Allah Swt. berfirman bahwa ia berdusta. Sebab, ketika di dunia, Allah Swt. telah memintanya untuk melakukan hal yang lebih ringan dari itu. Namun, ia tidak melakukannya.
Menjaga Iman, Menjaga Kenikmatan Terbesar
Inilah nikmat terbesar yang tidak disadari oleh banyak manusia. Jika saat ini kita telah memilikinya, kita harus terus menjaganya. Jangan sampai kita melepaskannya hanya karena silau dengan gemerlap dunia. Na'udzu billah!
Agar iman itu tidak hilang, kita harus memperbaruinya. Rasulullah saw. pun telah memerintahkan hal itu. Dalam hadis riwayat Al-Hakim dan Ahmad, Beliau saw. bersabda,
جددوا إيمانكم
"Perbaruilah iman kalian."
Untuk memperbarui iman, kita dapat melakukan beberapa hal berikut. Pertama, membaca kisah para sahabat, ulama, dan orang-orang saleh. Misalnya, membaca kisah Khalid bin Walid yang ikhlas dengan keputusan Khalifah Umar bin Khattab.
Padahal, sahabat yang mendapat julukan Pedang Allah itu telah berhasil memberikan kemenangan bagi kaum muslimin. Salah satu keberhasilannya adalah memenangkan Perang Yarmuk. Kemenangan ini membuat Islam semakin cepat tersebar ke wilayah di luar Jazirah Arab.
Meski tidak lagi menjadi panglima perang, ia pun tetap berjihad di bawah komando Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, penggantinya. Hal itu menunjukkan bahwa ia melakukan jihad semata-mata untuk mendapatkan rida Allah Swt., bukan pujian dari manusia.
Kedua, berkhalwat untuk mengevaluasi diri sendiri. Mengingat dosa, kelalaian, dan kemaksiatan yang kita lakukan, serta menangis karena takut kepada Allah Swt. Semua itu kita lakukan tanpa diketahui oleh orang lain.
Ketiga, melakukan amalan yang dapat menumbuhkan sikap tawaduk. Misalnya, membantu orang yang sudah tua, membersihkan masjid, atau membantu anak yatim. Khalifah Umar bin Khattab juga pernah melakukan hal ini. Saat itu, ia membagikan tempat air dari kulit yang dibawa di atas punggungnya dan dibagikannya kepada sebagian orang-orang Islam. Hal itu dilakukannya sebagai pelajaran bagi dirinya karena sikap ujubnya.
Keempat, berziarah kubur untuk mendoakan mereka yang sudah meninggal. Di samping itu juga untuk mengingatkan pada kita akan kematian dan akhirat. Hal ini akan melunakkan kerasnya hati kita.
Kelima, mengunjungi orang-orang yang saleh untuk belajar dari mereka serta mendengarkan nasihat mereka. Seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab yang sering mengunjungi Ummu Aiman, pengasuh Rasulullah saw.
Keenam, mengingat hari-hari Allah Swt. Misalnya, mengingat Perang Badar dan Fathu Makkah. Demikian pula dengan hari-hari ketika Allah Swt. menyelamatkan Nabi Nuh a.s., Nabi Syuaib a.s., Nabi Ibrahim a.s., dan Nabi Ismail a.s.
Beberapa hal ini, jika kita lakukan akan menjaga keimanan kita agar tetap kokoh dan tidak hilang. Dengan menjaga iman, kita telah menjaga kenikmatan dan kekayaan terbesar yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepada kita. Kenikmatan yang tidak diberikan kepada semua orang. Hanya mereka yang terpilihlah yang mendapat anugerahnya. Maka, patutkah jika kita tidak mensyukurinya?
Wallahu a'lam bish-shawab.[]
Yups Nikmat Yang tak dapat dibeli dan tak sedikit yang mendapatkannya ialah nikmat keimanan Karena hanya sedikit orang yang masih memiliki nikmat iman yang diberikan Allah SWT, dibandingkan harta berlimpah barang-barang mewah dan lainnya.