Mereka yang mampu menjaga pahala Ramadan akan mewujudkan keberkahan yang hakiki dengan ketakwaan berupa ketaatan pada syariat Allah Swt. secara utuh dan menyeluruh. Meninggalkan keharaman dari aturan sistem kehidupan sekularisme dengan dakwah sebagai proses perubahan bagi diterapkannya sistem kehidupan yang penuh berkah dengan rida Allah Swt.
Oleh. Maman El Hakiem
NarasiPost.Com-Ada hal yang selalu berulang seusai menjalani ibadah selama bulan suci Ramadan. Kebiasaan buruk yang tidak pernah berubah dari sebelumnya. Tentu hal ini sangat menyedihkan. Sebagai indikasi selama sebulan latihan ibadah, tidaklah cukup untuk mengubah kebiasaan menjadi baik. Memang, manusia tidak bisa berubah secara instan, harus mengalami metamorfosis dengan penempaan diri secara intens. Ramadan harusnya bukan sekadar preparing sebelum uji tanding, melainkan bagian dari proses perubahan itu sendiri. Ada tantangan yang lebih berat dari sekadar menahan rasa lapar dan haus saat berpuasa. Itulah takwa yang menjadi tujuan ibadah puasa Ramadan, guna menjadikan orang beriman naik derajatnya menjadi mutakin. Salah satu wujud ketakwaan adalah keistikamahan menjalani ketaatan pada syariat-Nya.
Sebulan bukanlah waktu yang sebentar bagi mereka yang tak terbiasa dengan amaliah ibadah. Bahkan mungkin terasa berat dan tersiksa, sehingga mengabaikan kesempatan emas yang diberikan Allah Swt. tersebut. Namun, tidak berlaku bagi mereka yang beriman dan menikmati kehadiran bulan suci sebagai reward untuk menjaga keistikamahan. Bonus besar bagi mereka yang serius menjalani latihan berupa keutamaan Lailatulqadar yang pahalanya lebih baik dari seribu bulan.
Hakikat lebih baik dari seribu bulan adalah motivasi untuk menjaga keistikamahan diri selepas Ramadan. Istikamah berasal dari kata istaqoma-yastaqimu-istiqomata, artinya konsisten atau melanggengkan nilai-nilai kebaikan sehingga menjadi karakter atau kebiasaan. Ketakwaan adalah karakter atau kebiasaan, bukan sekadar kebaikan yang sifatnya temporal, apalagi dilakukan hanya sekali lalu ia anggap sebagai "keajaiban” baginya.
Perihal istikamah ini, ada ungkapan dalam bahasa Arab yang baik untuk direnungkan, bunyinya sebagai berikut:
الاستقامة خير من ألف كرامة
Yang artinya yaitu, "Istikamah itu kedudukannya lebih baik dari seribu keajaiban atau karamah." Hal ini selaras dengan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Beliau saw. bersabda: “Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan-amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya Allah Swt. tidak akan bosan sampai kalian bosan. Dan sungguh, amalan yang paling dicintai oleh Allah Swt. yaitu yang dilakukan secara terus-menerus walaupun sedikit.”
Ulat Berbulu Sekularisme
Salah satu keutamaan bulan suci Ramadan yakni sebagai bulan penuh keberkahan. Berkah artinya kebaikan yang tumbuh dan bertambah pahalanya, semisal pahala amaliah sunah yang diganjar pahala wajib, sementara pahala yang wajib akan lebih dilipatgandakan. Hal ini yang membuat kita berlomba memperbanyak amalan sunah untuk dikerjakan. Tidak heran jika salat tarawih diburu, begitu pun aktivitas ibadah lain, seperti tadarus Al-Qur'an, iktikaf di masjid, dan lainnya. Namun, girah beribadah tersebut yang harusnya semakin tinggi mendekati akhir Ramadan, kenyataannya justru terbalik. Masjid malah semakin sepi karena fokus persiapan mudik dan kebutuhan untuk lebaran.
Kisah sedih setiap akhir Ramadan selalu berulang karena kondisi kehidupan beragama saat ini masih dalam aturan sistem kapitalisme, yang menitikberatkan pada urusan umat yang lebih bersifat materialisme, yang menilai kehidupan hanya sekadar manfaatnya. Memaknai keberkahan Ramadan hanya dilihat dari satu sisi, yaitu manfaat keuntungan materi dengan berputarnya uang karena banyaknya transaksi finansial selama bulan suci Ramadan.
Seperti dilansir laman kontan.co.id, 28/4/2022, bahwa BI mencatat terjadi penukaran uang baru yang angkanya mencapai Rp172 triliun atau 98% dari anggaran yang disediakan oleh bank sentral sebesar Rp175,26 triliun. Ada kenaikan 13,42% dibandingkan periode tahun sebelumnya.
Peningkatan aktivitas ekonomi pada Ramadan tahun ini terjadi karena adanya tren secara global terkait masa pandemi yang mengarah pada fase endemi, sehingga menarik minat para pengusaha untuk jorjoran mempromosikan produknya. Dalam kacamata kapitalisme, inilah momen terbaik pemasaran produk dengan memanfaatkan ritualitas ibadah di akhir Ramadan, selain perayaan natal dan tahun baru. Mereka hanya melihat momen Ramadan dari segi manfaat kebendaan, bukan bagaimana penguatan akidah, apalagi realisasi amaliah syariat agama.
Selama sistemnya masih sekuler, maka hal yang wajar jika dari Ramadan ke Ramadan tidak mampu membawa perubahan secara hakiki bagi keberkahan negeri. Suasana Ramadan yang harusnya menjadi “kepompong” yang mampu melahirkan sosok baru berupa kupu-kupu yang indah, ternyata masih berupa ulat berbulu para oligarki dengan segala kerakusannya.
Kuncinya Ketaatan secara Total
Kehidupan sekularisme yang masih bertahan usai Ramadan, perlahan tapi pasti akan menghapus nilai pahala Ramadan yang sebenarnya memiliki deposit pahala berlimpah, apalagi jika menemukan kemuliaan Lailatulqadar. Namun, realitas dosa yang dilakukan seusai Ramadan akan terus hadir jika masih nyaman dengan sistem kehidupan kapitalis yang ada. Secara tidak sadar akan menghabisi pahala amaliah Ramadan yang telah dilakukannya. Maka, tepatlah kiranya apa yang diungkapkan Syekh Jumadil Qubro yang tersenyum saat mengetahui bahaa pada masanya ada orang yang memiliki kesaktian luar biasa sebagai karamah atas amaliah ibadahnya.
Syekh Jumadil Qubro mengatakan bahwa, "Manusia sakti ialah mereka yang bisa menjaga hatinya agar tidak berpaling kepada sesuatu pun selain Allah Swt. Seorang hamba yang hatinya selalu zikrullah dalam keadaan apa pun, sehingga bisa bersabar ketika diuji dan bisa bersyukur ketika diberi rezeki. Dengan zikirnya maka rasanya seperti air tawar, tidak merasa senang ketika dipuji dan tidak sakit hati ketika dihina. Dengan zikrullah, maka ia bisa terbang hijrah dari kegelapan perbuatan dosa ke jalan ketakwaan penuh cahaya. Dia akan kebal dari segala godaan setan."
Mereka yang mampu menjaga pahala Ramadan akan mewujudkan keberkahan yang hakiki dengan ketakwaan berupa ketaatan pada syariat Allah Swt. secara utuh dan menyeluruh. Meninggalkan keharaman dari aturan sistem kehidupan sekularisme dengan dakwah sebagai proses perubahan bagi diterapkannya sistem kehidupan yang penuh berkah dengan rida Allah Swt. Sistem aturan yang lebih baik dari aturan buatan manusia, itulah syariat Islam dalam bingkai Khilafah 'ala minhaj nubuwwah.
Wallahu’alam bish shawwab.[]