"Takwa yang terbentuk itu tidak hanya saat Ramadan semata. Pun, takwa tidak hanya ditempa saat Ramadan. Namun, justru selepas Ramadan itulah akan menjadi pengujian yang lebih berat lagi. Takwa yang ditanam itu harus selalu dirawat sampai tiba saatnya menuai. Ketakwaan yang diuntai sepanjang hidupnya di dunia hingga ia kembali menemui Rabb-nya di akhirat kelak."
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ramadan menjadi bulan istimewa bagi kaum muslimin. Bulan yang penuh berkah dan limpahan pahala. Satu bulan di mana amal baik dilipatgandakan balasannya. Pintu-pintu surga dibuka selebar-lebarnya oleh Allah Swt. Hamba beriman tentu akan memanfaatkan momen ini dengan sebaik mungkin.
Siapa yang tak ingin satu amalannya bisa berbuah pahala yang berlipat? Setiap yang beriman pasti menginginkannya. Ramadanlah saat yang amat tepat untuk meraup sebanyak mungkin kebaikan.
Berpuasa satu bulan penuh tidak hanya menjadi wujud kepatuhan pada perintah Allah. Namun, juga sebagai upaya untuk meraih kemuliaan di sisi-Nya. Yakni, menjadi hamba bertakwa. Itulah predikat terbaik yang bisa diikhtiarkan hamba beriman.
Berpayah-payah menahan lapar dan dahaga bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Namun, lebih dari itu. Ada kepatuhan yang ditanamkan tatkala kita mampu makan dan minum di siang hari, tetapi kita tahan karena belum saatnya berbuka. Toh, tidak ada orang melihat. Namun, karena kita meyakini bahwa Allah Maha Melihat, kita sadar dan taat.
Kita bisa saja curang atau berbohong saat berpuasa. Toh, tak ada yang tahu kita jujur atau bohong. Namun, karena kita sadar sepenuhnya jika Allah Maha Tahu segalanya, kita tak berani melakukan kebohongan tersebut. Begitu pula dengan kemaksiatan lainnya yang mungkin saja bisa kita tutupi dari penglihatan manusia. Namun, kita yakin bahwa tidak ada satu hal pun yang bisa kita sembunyikan dari-Nya. Itu yang kemudian menjauhkan kita dari perbuatan yang Dia benci.
Itulah takwa. Yakni, melakukan segala yang diperintahkan Allah dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya. Kita menunaikan kewajiban dengan mengharap pahala dan rida-Nya. Kita jauhi kemaksiatan karena takut pada murka-Nya. Kita taat saat sendiri maupun ramai. Kita patuh saat sedang senang maupun susah. Takwa yang hendaknya tak memandang bagaimana pun kondisi kita, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Bertakwalah engkau dalam segala keadaanmu!" (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Kita taat tanpa tetapi, tanpa nanti. Taat yang utuh, tak terbagi-bagi. Kita dengar, kita taat. Begitu saja.
Terdengar mudah, tetapi sungguhlah tidak demikian adanya. Perlu upaya sungguh-sungguh untuk bisa memenuhinya. Upaya itu bisa berupa bangun dini hari untuk menunaikan sahur di saat mata masih ingin terpejam dan tubuh masih ingin berselimut dalam pembaringan. Upaya itu bisa berupa menahan perihnya perut karena lapar dan keringnya kerongkongan di siang hari dengan tetap sembari bekerja mencari nafkah. Upaya itu bisa berupa mengasuh anak-anak dengan polahnya yang sering kali menuntut kesabaran tambahan. Upaya itu bisa berupa menahan amarah agar tak meluap saat emosi sudah di ubun-ubun. Upaya itu bisa berupa mensyukuri setiap rezeki yang didapatkan tanpa berkeluh kesah meski sebenarnya sangat kekurangan. Upaya itu bisa berupa keridaan atas apa yang terjadi seberat dan sesulit apa pun itu. Upaya itu bisa berupa meneguhkan diri saat datang godaan di depan mata secara bertubi-tubi. Menguatkan hati untuk tidak tergelincir oleh rayuan sesaat yang bisa menjerumuskan pada dosa dan penyesalan hingga akhirat.
Semua upaya itu tidaklah mudah. Butuh tekad kuat dan niat yang lurus untuk bisa melakukannya. Namun, hasilnya tak akan pernah melahirkan sesal.
Itulah yang kita latih saat Ramadan. Melatih ketahanan fisik dan ketahanan iman dalam berbagai tantangan. Menguji diri agar mampu melewati setiap cobaan.
Ujung dari semua itu adalah keberhasilan meraih ketakwaan. Sesuatu yang tinggi di hadapan Allah swt. Takwa inilah yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya. Menjadi hamba bertakwa merupakan tujuan dari puasa Ramadan yang kita jalani sebagaimana perintah Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 183:
“Hai, orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Puasa Ramadan adalah momentum untuk menempa ketakwaan. Bulan agung ini laksana kawah candradimuka yang menggembleng insan supaya tangguh keimanannya. Usai lulus darinya, diharapkan keimanan dan ketakwaan akan benar-benar melekat pada diri mukmin.
Takwa yang terbentuk itu tidak hanya saat Ramadan semata. Pun, takwa tidak hanya ditempa saat Ramadan. Namun, justru selepas Ramadan itulah akan menjadi pengujian yang lebih berat lagi. Takwa yang ditanam itu harus selalu dirawat sampai tiba saatnya menuai. Ketakwaan yang diuntai sepanjang hidupnya di dunia hingga ia kembali menemui Rabb-nya di akhirat kelak.
Begitu panjang memang jalan yang harus ditempuh. Namun, semua tak sia-sia. Setiap peluh dan darah yang menetes di sepanjang perjalanan dunia akan menjadi cahaya yang mengantarkanya ke tempat terbaik di sana.
Betapa mulianya mukmin yang bertakwa. Allah memandang dan mengangkat derajatnya. Ia begitu istimewa di hadapan-Nya. Ia layak berada di salah satu surga-Nya. Itulah tujuan akhir yang dirintis dan dipersiapkan sejak diri mengetahui dan memahami hakikat puasa Ramadan yang sebenarnya. Semoga Allah mampukan kita menjadi hamba bertakwa hingga di akhir hayat dan mengizinkan kita mencicipi nikmatnya berbuka di surga-Nya.
Wallahu a’lam bishshawwab[]