”Di saat kita bergembira karena berbuka dengan berbagai macam hidangan, muslim Palestina meratapi rumah yang telah rata dengan tanah, anak-anak mereka yang terbujur kaku, suami istri yang bersimbah darah, dan sungguh mereka berpuasa tanpa berbuka.”
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ramadan tahun ini kembali bertandang, alhamdulillah kita masih diberi umur hingga dapat merasakan keberkahan dan kegembiraan menyambutnya. Dengan sukacita, kaum muslimin berusaha mengisinya dengan amalan saleh, puasa pada siangnya maupun qiamulail pada malam harinya.
Namun, kegembiraan yang kita rasakan ternyata tak serta-merta dirasakan oleh seluruh muslim di dunia. Seperti saudara muslim kita di Palestina, pada tanggal 5 April 2023 atau bertepatan dengan 14 Ramadan 1444 Hijriah kemarin, mereka kembali diserang oleh Zionis Israel bahkan saat mereka sedang melaksanakan salat di Masjidilaqsa.
Tentara Zionis itu dengan pongahnya menjejakkan sepatu boot- nya ke dalam masjid. Mereka dengan kaki kotornya menginjak-injak sajadah-sajadah kaum muslimin. Mereka dengan angkuhnya mendorong dan memukuli jemaah yang sedang salat. Mereka dengan kejinya mengikat dan menyiksa saudara kita di dalam Masjidilaqsa. Mereka, tentara Israel yang tak takut murka Allah. Mereka yang merasa aman untuk menyiksa kaum muslimin karena mereka tahu kita hanya akan merutuk dan memelas tanpa berani membalas.
Di saat kita mengisi malam-malam kita dengan qiamulail dalam keheningan, saudara kita di Palestina harus terus waspada dengan suara dentuman yang memekakkan telinga. Di saat kita makan sahur dalam ketenangan, saudara kita di sana sedang meregang nyawa. Di saat kita perbanyak tidur kita dengan alasan puasa yang membuat lemas tubuh kita, mereka berjibaku dengan kebrutalan penjajah. Di saat kita bergembira karena berbuka dengan berbagai macam hidangan, mereka meratapi rumah yang telah rata dengan tanah, anak-anak mereka yang terbujur kaku, suami istri yang bersimbah darah, sungguh mereka berpuasa tanpa berbuka. Dan di saat kita melaksanakan salat tarawih dengan kesyahduan, mereka harus bergelut dengan rasa waswas, bilakah rudal-rudal Israel melayang di atas mereka?
Cukupkah dengan Kecaman?
Sesaat setelah penyerbuan itu, ramai-ramai negara-negara Arab seperti Saudi Arabia, Qatar, Jordania, Turki, serta kita pun mengecam aksi biadab tersebut. Bahkan, mereka memprotes dengan keras dan merencanakan pertemuan liga Arab untuk membahas permasalahan itu. Tapi apakah itu akan berdampak positif bagi Palestina? Adakah dari kecaman dan pertemuan-pertemuan yang membahas serangan Israel yang berulang kali membuahkan hasil nyata untuk kebebasan Palestina dari penjajahan Israel?
Tentu saja tidak ada. Setiap serangan Israel digencarkan dengan puluhan hingga ratusan korban jiwa juga kerugian materi dan nonmaterinya, dunia selalu melancarkan protes dan kecaman keras. Berbagai pertemuan baik liga Arab maupun OKI pun digelar. Namun seperti yang bisa kita saksikan sampai sekarang, Palestina masih terjajah, Zionis Yahudi semakin sombong dan merajalela. Di sisi lain, negara-negara muslim yang mengecam serangan Yahudi seakan mempunyai standar ganda, mereka mengecam namun juga menjalin kerja sama dengan Israel. Bahkan, sebagian kita seakan amnesia akan kekejaman Israel terhadap warga Palestina dan menganggap mereka tamu yang harus dijamu hanya karena sepak bola.
Muslim Itu Bersaudara
Mereka kaum Zionis telah berulang kali menodai kesucian Palestina, bahkan di bulan suci yang kita hormati. Mereka adalah umat yang dimurkai, karena buruknya amal perbuatan. Mereka pun mendapat kemarahan dan laknat Allah. Keburukan telah mengakar pada diri mereka, kekejian mereka bertumpuk-tumpuk, dan mereka telah melakukan kerusakan yang besar. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 60,
{ قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ }
“Katakanlah: ‘Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah tagut?’ Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus”
Kita ingin mengisi Ramadan kita dengan amal saleh, tapi di sisi lain kita abai dengan kondisi saudara kita yang teraniaya. Saat kita mendengar kabar Palestina melalui berita, TV, TikTok, YouTube, atau Facebook, kita hanya melaluinya, melihatnya sebentar, mengirim emoticon menangis, melantunkan doa seadanya, dan kembali menggulirkan layar HP kita tanpa empati, simpati, sakit hati, ataupun tekad untuk membalas. Sungguh, kita selalu membaca ayat 10 dari surah Al-Hujurat, bahwa orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Bahwa saudara adalah saling membela, tidak saling menzalimi, tidak mengabaikan dan mendiamkan, saling meringankan beban dan memenuhi hajat.
Bahkan kita membaca dengan jelas sabda junjungan kita, sebuah hadis riwayat Imam Muslim no. 2564, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian saling dengki, saling tanajusy yaitu menyakiti dalam jual beli, saling benci, saling membelakangi dan mendiamkan, dan janganlah kalian menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan saling menghina. Takwa itu di sini (beliau menunjuk dadanya tiga kali). Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, juga kehormatannya.”
Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang? Sungguh tak cukup hanya bersedih dan mengirim doa, mengirim bantuan logistik dan materi semata. Akan tetapi kita juga harus memahami persoalan Palestina tak akan pernah selesai jika kita masih disekat-sekat oleh batas teritorial negara, fanatisme golongan, serta terkotak-kotaknya umat di bawah bendera nasionalisme. Karena sesungguhnya nasionalisme hanya akan mematikan empati kita. Kita lupa bahwa Rasulullah pernah bersabda umat Islam laksana satu tubuh, jika satu bagian sakit maka bagian yang lain akan ikut merasa sakit, dan itu tidak akan kita rasakan jika kita tidak bersatu.
Kita yang masih saja terpecah hanya karena sepak bola atau perbedaan pemahaman masalah fikih. Sudah saatnya kita bersatu, di bawah sebuah institusi negara yang akan melakukan pembelaan atas setiap darah yang tertumpah, juga setiap jengkal tanah yang dirampas dari kaum muslim. Sungguh, negara itu bukan negara bangsa, tapi negara Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian, negara yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah. Negara Khilafah inilah yang akan mengusir Israel dan kroninya dari bumi Palestina maupun dari negeri-negeri muslim lainnya.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]