"Karenanya, akan lucu sekali jika ada orang yang berharap Lailatulqadar namun tidak berusaha menghidupkan malam-malamnya dengan amalan saleh. Sebaliknya malah mengisinya dengan pacaran, membuka aurat, meninggalkan salat, bahkan dengan menghalangi perjuangan dakwah Islam kaffah."
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Banyak orang beranggapan Lailatulqadar akan datang dengan sendirinya dan siapa pun berhak mendapatkannya. Karenanya, mereka menunggu tanpa ada upaya mempersiapkan diri untuk menjemput malam yang lebih mulia dari 1000 bulan itu. Pertanyaannya, apakah benar Lailatulqadar bisa didapatkan tanpa adanya usaha?
Wajib Dijemput!
Ungkapan "siapa saja berhak mendapat Lailatulqadar" ternyata tidak sepenuhnya benar, namun tidak juga sepenuhnya salah. Benar Allah menyiapkan pahala di malam mulia itu hingga setara 1000 bulan untuk setiap insan manusia. Namun hanya bagi mereka yang mau saja, yakni pribadi-pribadi yang mau menjemput Lailatulqadar dengan penuh persiapan, meningkatkan keyakinan dan ketaatannya.
Ya, Lailatulqadar itu hanya akan menjadi milik mereka yang menjemputnya. Tidak lain dengan memperbanyak amalan saleh seperti khusyuk dalam mendirikan salat, giat tilawah Al-Qur'an, banyak bersedekah, berzikir, dan senantiasa beristigfar. Serta tidak lupa berdoa untuk kebaikan dirinya, keluarga, bahkan umat muslim seluruhnya.
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha, yang berkisah tentang nabi saat menyiapkan pertemuan dengan malam Lailatulqadar,
"Apabila sudah masuk sepuluh (maksudnya sepuluh hari terakhir Ramadhan) beliau (Rasul) mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya." (Muttafaq 'alaih)
Jika Rasulullah sang kekasih Allah saja mempersiapkan diri menjemput Lailatulqadar dengan amalan terbaiknya, maka kita pun seharusnya melakukan hal yang sama. Meningkatkan kualitas dan kuantitas amal ibadah adalah cara satu-satunya untuk bisa mendulang pahala di malam yang penuh kemuliaan tersebut.
Memelihara Ketaatan
Memang, tidak ada yang bisa memastikan kapan Lailatulqadar itu datang. Hanya saja Rasulullah saw. pernah mengatakan bahwa Lailatulqadar ada di sepuluh terakhir bulan mulia, sebagaimna sabdanya,
"Carilah Lailatulqadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadan!" (Muttafaq 'alaih)
Jumhur ulama sepakat malam penuh mulia itu ada di malam-malam ganjil di sepuluh akhir Ramadan. Yakni malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Lebih spesifik lagi ulama dan sahabat berpendapat Lailatulqadar ada pada malam ke 27 Ramadhan. Terkait ini, Ubay bin Ka'ab pernah bersumpah,
"Demi Allah, sungguh aku mengetahuinya dan kebanyakan pengetahuanku bahwa dia adalah malam yang Rasulullah saw. perintahkan kami untuk bangun (salat) padanya, yaitu malam ke 27." (HR. Muslim)
Dari dalil-dali di atas kita pahami, bahwa Rasulullah saw. yang tidak diragukan lagi sebagai ahli surga, berupaya mempersiapkan diri sedemikian rupa demi mendapatkan kemuliaan Lailatulqadar. Maka, sudah sepatutnya kita pun mengupayakan hal yang sama, bersungguh-sungguh menghidupkan malam-malam ganjil di sepuluh akhir Ramadan. Agar kita pun bisa berjumpa dengan Lailatulqadar dan merengkuh segala keutamaan di dalamnya.
Karenanya, akan lucu sekali jika ada orang yang berharap Lailatulqadar namun tidak berusaha menghidupkan malam-malamnya dengan amalan saleh. Sebaliknya malah mengisinya dengan pacaran, membuka aurat, meninggalkan salat, bahkan dengan menghalangi perjuangan dakwah Islam kaffah.
Tidak sedikit muslim hari ini yang berpuasa, rajin salat, namun juga gemar bermaksiat. Ramadan yang katanya demi menggapai derajat takwa, malah dihabiskan untuk lapar dan dahaga saja. Namun, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari mereka meninggalkan hukum-hukum Allah baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, bahkan pemerintahan. Mereka lebih suka berhukum dengan hukum selain Islam dan mencampakkan hukum-hukum Allah sebagai problem solving untuk seluruh urusan manusia.
Dan inilah potret kehidupan muslim hari ini. Imbas paham sekularisme yang dijadikan landasan dalam kehidupan bernegara. Kendati mayoritas masyarakat kita muslim dan memuliakan Ramadan dengan ibadah menahan lapar dan dahaga. Nyatanya hal itu tidak cukup membawa umat manusia menuju takwa yang sesungguhnya, yakni dengan berislam secara kaffah sebagaimana perintah Allah dan Rasul-Nya.
Hakikat Takwa
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 50,
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?"
Orang-orang yang beriman tentunya lebih memilih berhukum dengan hukum Allah daripada hukum lain. Karena iman yang sahih akan berbuah ketundukan dan kepatuhan terhadap apa yang perintahkan, dan menjauhi apa yang Allah larang. Dan inilah hakikat takwa yang sesungguhnya.
Namun hari ini kebanyakan mereka yang "mengaku" beriman lebih memilih hukum-hukum jahiliah daripada hukum-hukum Allah. Ini membuktikan bahwa keimanan mereka kepada Allah masih setengah hati. Buktinya, pengakuan itu belum sepenuhnya mengubah mereka menjadi sosok manusia yang sadar bahwa dirinya lemah dan hanya Allah tempat bergantung dan meminta belah kasih.
Lantas bagaimana caranya orang-orang yang rapuh imannya seperti ini mendapatkan kemuliaan Lailatulqadar, sedang kemuliaan Lailatulqadar harus dijemput dengan sikap yakin, berserah diri, dan penuh ketaatan?
Mungkin, kita harus memikirkan kembali sejauh mana keyakinan kita akan keberadaan Allah sebagai Sang Pencipta dan Al-Mudabbir (Maha Pengatur). Sebagai pribadi yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir kita seharusnya paham bahwa iman itu adalah sikap berserah diri, baik terhadap qada dari-Nya, maupun terhadap segala putusan Allah dan Rasul-Nya.
Mungkin dengan cara ini, kita bisa mendapatkan kembali keyakinan yang indah tentang iman kepada Allah, kepada Rasul-Nya, dan kepada seluruh apa saja yang disyariatkan-Nya. Hanya ini satu-satunya jalan bagi kita menjadi pribadi yang bertakwa, cita-cita tertinggi setiap insan yang berpuasa.
Kita berharap Allah Swt. menerima puasa dan amal ibadah yang kita perjuangkan di bulan Ramadan. Termasuk kenikmatan berupa malam yang dinanti insan-insan bertakwa. Tidak lain, malam Lailatulqadar yang hanya Allah persiapkan bagi mereka yang mau menjemputnya. Wallahu a'lam bishawab.[]