Mendekatkan yang Jauh, Merekatkan yang Dekat

"Bertemu dengan banyak saudara tentu sangat menyenangkan. Apalagi, jika sudah lama tidak berjumpa. Saat itu, kami akan saling berbagi cerita tentang banyak hal. Tentang masa kecil yang tak pernah kembali. Tentang berbagai cerita lucu dan keusilan-keusilan yang pernah kami lakukan."

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Lebaran adalah momen yang sangat indah. Momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Saat mereka mudik ke kampung halaman, bertemu dengan orang tua, saudara, serta kerabat.

Itu pula yang biasanya kami lakukan. Sehari sebelum hari raya tiba, kami pergi ke kampung halaman suami. Di sana, kami akan bertemu dengan saudara-saudara suami dengan keluarganya masing-masing.

Rumah besar yang biasanya sepi itu pun penuh dengan anak-anak, para cucu, serta buyut. Maklumlah, ada enam anak yang masing-masing memberi dua hingga empat cucu. Beberapa cucu sudah memiliki satu atau dua anak. Suasana pun menjadi sangat ramai.

Setelah salat Idul Fitri, kami akan makan pagi bersama. Biasanya, Ibu mertua sudah menyiapkan lauk dari ayam kampung yang dibeli di pasar. Ibu akan meminta tolong Pak Modin untuk menyembelih ayam-ayam itu. Ibu memang sangat berhati-hati dalam urusan satu ini. Beliau hanya percaya dengan sembelihan Pak Modin yang pasti mengucapkan basmalah saat hendak menyembelih. Kehati-hatian yang patut diacungi jempol.

Setelah makan pagi, Ibu akan mengunjungi makam Bapak, Kakek, dan Nenek ditemani oleh beberapa orang dari kami. Makam Kakek dan Nenek dari pihak Ibu berada di desa tempat tinggal Ibu. Sedangkan makam Bapak, Kakek, dan Nenek dari pihak Bapak berada di desa lain. Makam mereka berada di bukit kecil di tengah persawahan. Butuh perjuangan untuk sampai ke sana, di tengah panas terik matahari.

Setelah dari makam Bapak, kami akan mengunjungi sepupu-sepupu yang tinggal di desa tersebut. Mereka adalah putra-putri dari saudara-saudara Bapak. Biasanya, mereka juga akan berkunjung ke rumah Ibu, sehari atau dua hari setelahnya.

Setelah berhari raya di rumah Ibu mertua, kami pun pergi ke kampung halaman saya. Meski Bapak dan Ibu saya telah tiada, tetapi di sana masih ada saudara-saudara. Setiap kali ke sana, kami selalu menginap di rumah kakak saya yang nomor tiga. Karena di situlah dulu Bapak dan Ibu tinggal. Di rumah itu pula dulu saya menghabiskan masa kecil saya.

Ketika berada di kampung halaman, saya dan keluarga akan menyempatkan diri untuk berziarah ke makam Bapak, Ibu, serta Kakek dan Nenek dari pihak Bapak. Makam mereka berada di kompleks pemakaman Masjid Astana.

Kadang, kami berjalan kaki ke sana di waktu pagi sambil menikmati udara yang segar. Tidak jarang pula, kami naik kendaraan. Setelah itu, kami bersilaturahmi ke rumah adik dan kerabat lain, atau berjalan-jalan ke pantai.

Bertemu dengan banyak saudara tentu sangat menyenangkan. Apalagi, jika sudah lama tidak berjumpa. Saat itu, kami akan saling berbagi cerita tentang banyak hal. Tentang masa kecil yang tak pernah kembali. Tentang berbagai cerita lucu dan keusilan-keusilan yang pernah kami lakukan.

Kami pun tertawa bersama sambil menikmati berbagai kue lebaran yang beraneka rasa. Ada madumangsa dan kue semprit yang manis. Ada kacang goreng yang gurih. Ada pula keripik garut dan rengginang yang renyah.

Semua itu menambah kedekatan kami. Kami pun larut dalam kebahagiaan. Sambil menyaksikan anak-anak yang tumbuh dengan cepat. Tanpa kami sadari, kami telah semakin tua.

Beberapa dari kami telah kehilangan gigi gerahamnya, sehingga tidak lagi bisa makan marning kesukaan mereka. Ada pula yang sendi-sendinya sudah kaku dan dihinggapi penyakit degeneratif, rambut yang mulai ditumbuhi uban, serta kekuatan tubuh yang semakin berkurang.

Karena itulah, lebaran kami jadikan momen untuk mendekatkan mereka yang selama ini berjauhan. Agar mereka saling mengetahui dan mengenal saudara-saudara lainnya. Agar mereka tidak kepaten obor, kata orang Jawa. Sementara bagi mereka yang sering bertemu, akan semakin erat hubungannya.

Kami berharap, dengan cara seperti ini, anak cucu kami akan tetap saling menjaga silaturahmi. Meskipun mereka berbeda profesi maupun status sosial ekonomi. Bahkan, mungkin juga mereka berbeda dalam pandangan politik. Selama mereka masih beriman kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw., mereka adalah saudara seiman, yang harus saling menjaga dan menguatkan. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Hujurat [49]: 10,

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara."

Karena itu, kami berharap mereka akan tetap memegang teguh keyakinan mereka. Mereka akan tetap menjadi umat Nabi Muhammad saw. Menjadi hamba Allah Swt. yang saleh dan salihah. Hingga doa-doa dan amal-amal mereka akan tetap mengalirkan pahala bagi kami meski kami telah berada di dunia yang berbeda. Kemudian Allah Swt. akan membangkitkan kami dalam satu barisan, sebagai umat Nabi Muhammad saw..

Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Diabetes Bukan Sekadar Penyakit Turunan
Next
Badai PHK Kian Menyengsarakan, di Mana Peran Negara?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram