Karena takwa adalah junnah (perisai). Takwalah satu-satunya alasan seseorang dianggap layak menjalani status hamba terbaik. Takwa juga yang kelak menjadi dasar pertimbangan amal seseorang diterima atau tidak.
Oleh. Ana Nazahah
Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hai Bestie! Apa kabar ibadah Ramadannya? Masih semangat sebagaimana di awal, kan? Jangan sampai teralihkan dengan perkara sepele. Godaan berburu pakaian untuk hari lebaran, misalnya. Di mana pasar-pasar, mal, dan toko-toko di pinggir jalan, sekarang padat dengan mereka yang berburu barang-barang yang katanya untuk persiapan lebaran. Kamu bukan salah satunya, kan?
Tidak salah sih, mempersiapkan pakaian baru dan perkakas baru lainnya untuk menyambut lebaran. Malah, Rasul sendiri memerintahkan kita untuk berpenampilan terbaik di hari Raya, sebagai wujud suka cita. So, boleh-boleh saja selama mampu dan tidak mengganggu ibadah di bulan suci.
Namun, jika kesibukan berburu pakaian dan segala hal yang ‘katanya’ untuk menyambut hari kemenangan, justru mengganggu aktivitas meraup berkah pahala dan ampunan, mengalihkan kita dari misi meraih ketakwaan, ini yang salah. Perlu dipahami, ketakwaan itu merupakan satu-satunya junnah kita di pengadilan Allah Swt. kelak. Sayang sekali jika junnah itu tidak kita upayakan sejak sekarang.
Junnah itu Perisai
Kita semua pastinya setuju kan, Bestie! Mengejar keberkahan di bulan suci demi menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bukan malah menjadi pribadi merugi, karena lalai dan sibuk mengejar hal yang kurang penting di saat Ramadan masih di sini.
Toh, kita bisa kok membeli segala pernak pernik, perkakas, dan segala perlengkapan rumah tangga dan yang semisal itu di luar Ramadan. Kenapa harus menuntut dipenuhi di saat sekarang? Di mana waktu dan setiap detiknya begitu berharga. Akhirnya kita disibukkan untuk hal tersebut, ketimbang memperbanyak amal ibadah, menambah celengan amal sebagai bekal untuk hari yang menentukan, hari di mana tak ada penolong seorang pun kecuali amalan yang kita kerjakan.
Ya, begitulah seharunya kita memandang hari-hari di bulan Ramadan. Prospeknya itu jauh ke depan. Lebih jauh lagi menembus ruang dan waktu, melintasi kehidupan setelah kematian. Tidak lain adalah hari kebangkitan, di mana kita benar-benar bertemu dengan masa yang menentukan. Ke mana tempat istirahat terakhir kita itu kelak? Tempat terbaik atau justru tempat yang paling buruklah yang kita dapatkan.
Semua itu harus menjadi pandangan hidup kita sebagai muslim yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai hamba. Kita tidak dilahirkan ke dunia begitu saja tanpa ada misi dan tugas yang wajib dijalankan. Telah Allah utus Rasul-Nya untuk menjelaskan Al-Qur’an dan syariat-Nya untuk dipatuhi segala apa yang terkandung di dalamnya. Semata agar kita selamat hidup di dunia serta akhirat kelak.
Orientasi dari seluruh amal dan sikap patuh tersebut tidak lain adalah takwa. Takwalah yang wajib menjadi dasar bagi setiap insan beriman untuk melihat dan memandang kehidupannya. Melihat dan memaknai setiap helaan nafasnya. Kesempatan hidup, kematian, dan kebangkitannya kelak, semua itu haruslah berorientasi takwa.
Karena takwa adalah junnah. Takwalah satu-satunya alasan seseorang dianggap layak menjalani status hamba terbaik. Takwa juga yang kelak menjadi dasar pertimbangan amal seseorang diterima atau tidak. Begitulah, takwa menjadi perisai bagi setiap manusia untuk menghindari dirinya dari azab yang pedih sebagai balasan pilihan-pilihannya di dunia.
Jadi Bestie! Bayangkanlah jika takwa bukanlah target hidup kita, bukan target kita beribadah di bulan suci Ramadan. Maka, apa yang akan menjadi perisai kita kelak, di saat tidak ada satu pun penolong yang bisa diminta pertolongan? Ayo kita renungkan!
Luruskan Cara Pandang!
Mungkin kamu bertanya-tanya Bestie! Kenapa, ya, keinginan hati seringnya tidak sinkron dengan cita-cita. Siapa yang tak ingin memenuhi hari-hari Ramadannya dengan aktivitas terbaik? Sayangnya, bisikan hati malah menuntut sebaliknya. Tidak tahan melihat orang lain lebih unggul dalam hal dunianya, membuat kita ingin bersaing juga, yang akhirnya malah melupakan niat awalnya mengisi Ramadan itu dengan aktivitas terbaik.
Ini terjadi, tidak lain karena cara pandang kita terhadap dunia dan kehidupan ini belumlah seutuhnya menggunakan kacamata Islam. Akibat pemikiran kita yang masih tercemar oleh ide-ide lain, yang notabene bertentangan dengan Islam. Seperti ide pluralisme, hedonisme dan liberalisme, yang lahir akibat kecintaan terhadap dunia yang berlebihan. Inilah yang mendasari kenapa terkadang kita, yang sejatinya mengerti tugas sebagai hamba, sering kehilangan fokus untuk beribadah kepada-Nya.
Jadi solusi untuk mengakhiri sikap plin-plan kita dalam bertindak dan sikap ketidakistikamahan kita dalam menjalankan ibadah agama, adalah dengan membetulkan cara pandang kita tentang kehidupan. Wajib menjadikan Islam sebagai dasar berpikir dan berbuat. Menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya pedoman dalam kehidupan. Sebagaimana firman Allah, dalam surah Al-Isra’ ayat 9, “Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.”
Khatimah
Ketahuilah Bestie! Tidak ada yang bisa menebak kapan ajalnya datang. Kapan waktu hidupnya di dunia ini akan berakhir. Tak ada! Hanya, saja kita melihat, umur bukanlah ukuran seseorang berjumpa kematian. Karena kenyataannya, ada yang Allah jemput di usia tua, ada pula di saat muda.
Karena kita tidak tahu kapan waktu perpisahan itu tiba, maka sudah sepatutnya kita awas diri. Tidak boleh jemawa karena usia muda dan berpikir tak apa jika Ramadan kali ini disia-siakan begitu saja. Bagaimana jika Ramadan ini adalah yang terakhir? Yakin jika tidak menyesal karena telah menyia-nyiakannya?
Jadi, mumpung Ramadan masih bersama kita. Yuk kita perbaiki pola pikir dan sikap kita! Belum terlambat untuk berbenah, dan meraih cita-cita menjadi pribadi yang menang di hari Raya. Bismilah, semoga kita bisa ya, Bestie! Semangat berbenah! []