Ramadan dalam Sejarah Islam, Bulan Mengukir Prestasi dan Kemenangan Gemilang

"Potret Ramadan kini, dimaknai sekadar memenuhi hawa nafsu dan keegoisan diri. Ibadah adalah urusan personal, yang dianggap tidak ada kaitannya dengan dakwah dan berlelah-lelah dalam perjuangannya."

Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost. Com)

NarasiPost.Com-Umat Islam dahulunya berada dalam sebuah kepemimpinan Islam yang begitu digdaya. Di bawah pengaturan syariat Islam kaffah yang mengatur seluruh urusan manusia. Pada saat itu umat Islam hidup penuh suka cita, menyambut bulan suci Ramadan dengan gegap gempita. Bulan Ramadan dimaknai sebagai momentum menoreh prestasi, jihad fisabilillah demi kemenangan Islam.

Hal ini tercatat dalam sejarah peradaban Islam pada awal mula tegaknya Daulah Islam di Madinah. Pada saat itu, Ramadan disambut antusias dan diisi dengan aktivitas perjuangan. Rasul dan para sahabat mengisi Ramadan dengan ibadah terbaiknya, yakni dakwah dan jihad. Dalam rangka meninggikan Islam sebagai ad-din (agama), dan millah (jalan hidup) manusia.

Ramadan dalam Sejarah Islam

Bulan Ramadan adalah bulan pertolongan. Bulan di mana akan dikabulkan segala doa bagi siapa pun yang bersungguh-sungguh dalam ikhtiarnya. Karena itulah, Rasul dan para sahabat menjadikan Ramadan sebagai bulan perjuangan demi mewujudkan cita-cita mulia. Mengajak manusia agar menyembah Rabb semesta dan menjadikan Islam sebagai satu-satunya aturan hidup bagi seluruh umat manusia.

Maka kita lihat, bagaimana Rasulullah saw. dan para sahabat mengisi Ramadannya. Saat perintah berpuasa itu pertama sekali turun, yakni pada tahun ke-2 H. Rasulullah telah memimpin 300 pasukan muslim ke Badar Al-Kubra, jihad fisabilillah demi menjemput kemenangan Islam. Dan itu terjadi tepat di hari ke-17 bulan Ramadan, peristiwa besar yang begitu heroik dalam sejarah dunia. Rasul dengan 300 pasukan muslim dengan persenjataan seadanya, berhasil mengalahkan 1000 tentara musuh dengan persenjataan lengkap.

Tidak hanya itu! Di Ramadan tahun ke-5 H, Rasul dan para sahabat menghadapi gempuran pasukan gabungan yang dipimpin Quraisy dan Ghathafan. Dalam keadaan berpuasa dan cuaca dingin menusuk tulang, kaum muslim harus membangun parit yang besar yang membuat energi terkuras. Berkat keyakinan dan kesungguhan serta doa-doa yang tiada henti dipanjatkan, 25 hari setelahnya, Allah sendiri yang menghancurkan pasukan Ahzab tersebut. Dengan memorakporandakan perkemahan mereka dan membuat mereka lari ketakutan.

Sejarah juga mencatat prestasi lainnya yang diraih umat Islam pada bulan Ramadan. Di antaranya, ada Perang Tabuk, Futuh Makkah, masuk Islamnya seluruh Bani Hamdan, pembebasan Andalusia dan Bosnia Herzegovina, dan masih banyak prestasi lainnya, yang ditorehkan sejarah. Semua itu terjadi di bulan Ramadan. Dalam keadaan kaum muslim menjalankan ibadah puasanya.

Masyaallah! Begitu banyak prestasi dan kemenangan yang telah ditoreh umat selama menjalani Ramadan dalam sistem Islam. Hal itu karena kaum muslim sangat memuliakan bulan Ramadan. Sehingga, melihat Ramadan adalah momentum untuk mencapai hal-hal besar. Umat meyakini bahwa cita-cita besar itu akan lebih cepat terealisasi jika dilakukan di bulan Ramadan. Di mana pertolongan Allah di waktu itu menjadi lebih dekat.

Saat Daulah Islam Tiada

Namun kini, Ramadan kita berbeda. Sepi dari prestasi dan aktivitas mulia. Liberalisasi pemikiran telah menggeser peran syariat sebagai tolok ukur umat dalam memaknai hakikat Ramadan yang sebenarnya. Karenanya, yang terlihat adalah lalu-lalang manusia yang mengejar urusan duniawi semata. Bulan Ramadan dianggap sebatas bulan menahan lapar dan dahaga.

Ini semua akibat dari pola pikir kapitalisme lahirkan manusia yang hidupnya berorientasikan untung dan rugi. Asas manfaat dijadikan landasan dalam menentukan keberhasilan hidup di dunia. Imbasnya, ibadah di bulan Ramadan bukan lagi demi mengejar derajat takwa. Hari-hari berharga di bulan suci rela dikorbankan demi mengejar urusan duniawi yang tiada hentinya.

Bisakah Mengukir Prestasi?

Jika kita perhatikan, sejatinya mayoritas umat yang hidup dalam sistem sekuler, belum memahami hakikat ibadah puasa di bulan Ramadan. Potret Ramadan kini, dimaknai sekadar memenuhi hawa nafsu dan keegoisan diri. Ibadah adalah urusan personal, yang dianggap tidak ada kaitannya dengan dakwah dan berlelah-lelah dalam perjuangannya. Karenanya, umat yang telah diracuni oleh ide sekularisme ini, semakin tenggelam dalam kesibukan duniawi tiada henti.

Oleh sebab itu, berharap kesuksesan bisa diraih sebagaimana sejarah Ramadan di masa Daulah Islam tegak berdiri adalah hal yang mustahil. Meski masih berakidah sama, tapi landasan berpikir jauh berbeda. Umat terdahulu landasan berpikirnya hanya Islam, apa pun aktivitasnya diniatkan lillah, sehingga lahir darinya generasi yang tidak egois. Seluruh pemikiran umat waktu itu diisi dengan tanya, "Bagaimana caranya bangkit dan memuliakan Islam?" Sementara, generasi hari ini tolok ukur perbuatannya adalah manfaat, yang melahirkan sikap egosentris. Fokus hidupnya hanya untuk kesejahteraan dan keuntungan diri sendiri, kelompok atau jemaahnya saja.

Karena itu, berharap pada generasi liberalis egosentris untuk bisa menghasilkan prestasi selayaknya generasi terdahulu adalah impian semu yang takkan mungkin terwujud. Selama landasan berpikir umat adalah liberal kapitalisme, selamanya umat akan berada dalam tipuan dunia yang memabukkan. Melupakan jati dirinya sebagai umat terbaik, sebagaimana firman Allah Swt. di surah Ali Imran ayat 110 yang artinya, "Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia."

Khatimah

Dari sejarah umat Islam kita belajar, generasi berdaya hanya dilahirkan oleh sistem Islam yang berjaya. Sebaliknya, umat akan mengalami kemunduran saat meninggalkan hukum-hukum Allah sebagai aturan hidup bernegara. Maka jawaban untuk menyolusi persoalan kemunduran umat hari ini, tidak lain dengan mengembalikan sistem pemerintahan Islam ke tengah umat. Karena hanya sistem Islamlah yang mampu memberdayakan manusia, melahirkan insan-insan yang bertakwa. Di mana dari insan bertakwa inilah, diharapkan mampu menoreh sejarah dan prestasi terbaiknya sebagaimana pendahulunya.

Wallahu'alam[]


Photo :Unsplash

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Imran Khan, Retorika Populis dan Permainan Dua Kaki ala Pakistan
Next
Anggaran Pemilu Bernilai Fantastis, Akankah Rakyat Kembali Meringis?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram