Untukmu yang Merasa Kurang Beruntung

It’s time to shine like yourself, not as a reflection of someone else!


Oleh: Dila Retta

NarasiPost.Com-Namanya Ana (bukan nama sebenarnya). Ia terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja dan tidak seberuntung mereka di luar sana.
Karena keterbatasan ekonomi, Ia mengesampingkan mimpi, terpaksa bersekolah hanya sampai tingkat menengah pertama.

Usianya belum genap tujuh belas tahun kala itu. Namun, Ana nekad pergi ke perantauan demi mewujudkan cita-cita sang adik bungsu.

Kerasnya kehidupan di Ibu kota telah mengubah kepribadiannya. Ana yang semula pendiam, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan, dituntut agar pandai mengambil hati banyak orang.

Kehidupannya semakin tidak terkontrol. Lingkungan, teman, dan pergaulan di sana sungguh sangat kejam. Terlebih bagi seorang wanita yang seharusnya berada dalam dekapan dan lindungan keluarga, namun, kini harus jauh dengan mereka, banting tulang demi membantu kehidupan mereka di desa.

Tiap malam ia lalui dengan tangisan. Ia memaki keadaan, mengapa tak seberuntung mereka? Ia bertanya-tanya, apakah dirinya memiliki porsi untuk bahagia? Jika iya, kapan bahagia itu akan datang?”


Kisah yang tercurah itu nyata. Bahkan, aku berkawan baik dengan dirinya.
Ia seorang gadis yang teramat tegar dalam menghadapi kehidupan. Kerasnya hidup yang dia jalani, mampu membawanya berubah menjadi pribadi yang mandiri.

Dan … ya, memang seperti inilah kehidupan. Kita tidak bisa memilih terlahir dari keluarga yang seperti apa; kondisi fisik yang bagaimana; tak bisa pula menentukan berapa lama usia hidup kita.
Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang mengatur segalanya. Manusia hanya bisa berusaha, Tuhan yang menetapkan hasil akhirnya.

Kita mungkin berbeda. Kita tak seperti mereka tak seberuntung mereka yang hidup dalam gemerlap kemewahan dan memiliki paras rupawan.
But Dear, tak ada seorang pun di dunia ini yang benar-benar sempurna. Kita semua sama. Kekurangan melekat dalam diri setiap insani. Karenanya, kita butuh orang lain agar dapat melengkapi.
Yang nampak sekilas dalam pandangan, belum tentu sebuah kebenaran.

Mungkin, sebagian dari mereka memang beruntung hidup dalam kemewahan. Tapi apakah kita tahu, apa saja yang sudah mereka lalui hingga mampu mendapatkan semua itu? Apakah kita tahu, bagaimana seluk-beluk kehidupannya? Apakah kita tahu, bagaimana perjuangannya?
Barangkali, mereka memang berkecukupan dalam hal finansial. Namun, mereka merasa kesepian. Harta kekayaan dan jabatan yang dimiliki, tak menghadirkan ketenangan dalam hati.
Meski tercukupi secara materi, namun dalam kehidupannya ada ruang kosong yang belum terisi.

Kemudian ada sebagian lain dari mereka, yang hidup serba kekurangan. Mereka makan hanya sekali dalam sehari; tinggal dalam gubuk tak layak huni; hanya memiliki satu atau dua pasang baju ganti, tapi hidup mereka bahagia.

Senyuman selalu terpancar dalam wajah mereka. Mulutnya tak pernah dibiarkan untuk mengeluh, meski tubuhnya penuh peluh. Sedikit atau banyak nikmat yang didapatkan, senantias disyukuri. Tak ada satu pun kewajiban sebagai hamba yang mereka ingkari.

Ya, itulah kekayaan sejati. Sungguh, hakikat kaya bukanlah hidup dalam gelimang harta atau tinggal di Istana Raja. Kaya yang sebenarnya, tidak pernah diukur dengan materi, melainkan dari ketenangan hati. Apabila kita sudah merasa cukup tanpa banyak menuntut; senantiasa bersyukur dan tak pernah kufur; kita akan merasa menjadi manusia paling kaya dan paling bahagia di dunia.

Sudah, cukup! Jangan lagi membandingkan diri kita dengan orang lain.
Berhentilah memiliki pemikiran ingin menyaingi! Karena kunci hidup bahagia adalah mensyukuri, bukan menyaingi.

Perihal perbedaan garis nasib kita dengan mereka, jangan gundah…
Trust me! Kita semua memiliki kelebihan masing-masing.
Tumbuhlah menjadi pribadi hebat, dengan lebih percaya diri. Jadilah versi terbaik dari diri sendiri.
Jangan sedih..
Setiap dari kita telah memiliki porsi untuk bahagia.
Kita hanya perlu berusaha untuk meraihnya, sekarang, saat ini juga!

Dan tentang menjadi manusia seperti apa kita,the choise is on ourselves!
It’s time to shine like yourself, not as a reflection of someone else!

Kita semua berharga. Kita istimewa. Tak apa jika kita bukan “orang hebat” seperti mereka. Sungguh, apalah arti sebuah kehebatan, jika hanya bertujuan untuk mendapat pujian dan tepuk tangan. Bukankah bermanfaat untuk khalayak lebih dibutuhkan?
Maka tumbuhlah menjadi pribadi yang bermanfaat, dan kau akan menjadi orang hebat.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Anak Muda Melek Politik
Next
Pemuda Pilar Perubahan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram