Mahar termahal dalam sejarah Islam adalah keislaman Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim, wanita tangguh yang menorehkan sejarah tinta emas peradaban Islam.
Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Mahar adalah salah satu yang harus dipersiapkan saat akan menikah. Meski bukan rukun nikah, tetapi mahar wajib diberikan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai syarat pernikahan. Bukan sebaliknya dari perempuan untuk laki-laki. Mahar juga bukan untuk membeli perempuan dari orang tuanya.
Pengertian Mahar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahar adalah pemberian wajib dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan sebagai niat untuk akad nikah, berupa uang atau barang berharga.
Menurut Syekh Abdurrahman Al-Juzairi, mahar secara etimologi berasal dari kata “al mahr” yang memiliki pengertian yang sama dengan “shadaaq” yang artinya penyerahan harta yang mencerminkan keinginan untuk melaksanakan akad nikah.
Mahar dalam Al-Qur’an
Mahar adalah kewajiban bagi mempelai laki-laki dan hak bagi mempelai perempuan. Karena haknya, maka mempelai perempuan bisa meminta apa pun yang dikehendakinya. Meski dalam satu hadis disampaikan,
“Sebaik-baik wanita adalah yang paling murah maharnya” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi)
Penetapan ini disebutkan dalam firman Allah Swt.,
وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةٗۚ فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا فَكُلُوهُ هَنِيٓٔٗا مَّرِيٓٔٗا ٤
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin (mahar) itu dengan senang hati, maka ambillah pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik." (QS. An-Nisa' ayat 4)
Dalam satu kisah, Khalifah Umar bin Khaththab pernah membatasi mahar seorang perempuan ketika akan dinikahi. Khalifah melihat, mahar yang tinggi dari seorang perempuan akan membawa pengaruh buruk bagi masyarakat. Para laki-laki menjadi kesulitan menikah karena tingginya mahar perempuan. Maka Khalifah Umar mengumpulkan masyarakat dan berpidato dan membatasi mahar perempuan maksimal dua ratus dirham.
Mendengar apa yang disampaikan oleh Umar, ada satu wanita Quraisy yang segera mengoreksi pernyataan Umar dengan membacakan surah An-Nisa' aya 20,
وَإِنۡ أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجٖ مَّكَانَ زَوۡجٖ وَءَاتَيۡتُمۡ إِحۡدَىٰهُنَّ قِنطَارٗا فَلَا تَأۡخُذُواْ مِنۡهُ شَيًۡٔاۚ أَتَأۡخُذُونَهُۥ بُهۡتَٰنٗا وَإِثۡمٗا مُّبِينٗا ٢٠
"Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata."
Demi mendengar ayat ini, Khalifah Umar kembali naik ke atas mimbar dan menarik pernyataan sebelumnya yang membatasi mahar maksimal dua ratus dirham. Jika ada yang memberikan lebih dari itu, maka itu diperbolehkan.
Syarat Mahar
Mahar bisa dibayarkan berupa uang atau barang, juga berupa amal yang harus dikerjakan. Seperti mengajarkan, membacakan, dan melaksanakan suatu perbuatan. Jika berupa barang, perlu diketahui syarat mahar agar pernikahan sah. Barang-barang tersebut harus berupa barang berharga semisal uang, emas, rumah, mobil dan sebagainya. Selain itu, barang tersebut juga termasuk barang suci yang bisa diambil manfaatnya, bukan barang hasil gasab, yaitu barang yang diambil dari pemiliknya dengan niat akan dikembalikan lagi.
https://narasipost.com/family/02/2023/nikah-islami-itu-simpel-namun-kaya-barakah/
Selain itu, jika mahar berupa satu aktivitas tertentu, maka aktivitas tersebut adalah aktivitas yang diperbolehkan secara agama. Bukan yang melanggar syariat. Pun, harus jelas keadaannya. Maksudnya jelas disebutkan jenis dan keadaannya.
Mahar Termahal Sepanjang Masa
Di Indonesia, mahar yang populer biasanya adalah uang dan seperangkat alat salat. Entah siapa yang mempopulerkannya. Padahal ada satu contoh mahar yang bisa menjadi inspirasi muslimah sepanjang masa.
Dikisahkan dalam lembar-lembar sejarah keagungan seorang muslimah tangguh Ummu Sulaim binti Milhan bin Khalid Al-Anshariyyah. Nama asli beliau tidak diketahui dengan jelas, ada yang menyebutnya Rumailah, ada juga yang mengatakan Al-Ghumaisha’ dan ada juga yang mengatakan Ar-Rumaisha. Beliau adalah ibunda Anas bin Malik.
Beliau awalnya adalah istri Malik bin An-Nadhar. Lalu hatinya tertarik terhadap Islam dan beliau masuk Islam tanpa persetujuan dari suaminya. Maka Malik murka dan meninggalkannya pergi ke Syam dan meninggal di sana.
Setelah Malik bin An –Nadhar meninggal, banyak yang ingin meminang Ummu Sulaim. Salah satunya adalah Abu Thalhah yang pada saat itu masih musyrik. Ummu Sulaim tidak menghiraukannya. Beliau menolak Abu Thalhah karena kemuslimahannya sementara Abu Thalhah musyrik.
Namun pada suatu hari, Ummu Sulaim menemui Abu Thalhah dengan menunjukkan kecerdasannya sebagai wanita tangguh. Beliau mendakwahi abu Thalhah dan menyadarkan tentang Tuhan yang disembah Abu Thalhah saat itu, tak lebih dari sebuah batu yang diam, tak bisa memberikan manfaat atau mendatangkan celaka. Juga seperti kayu yang dibawa oleh tukang kayu, kemudian dipahat menjadi bentuk tertentu dan disembah. Bukankah itu suatu kebodohan yang nyata?
Ummu Sulaim melanjutkan, jika Abu Thalhah bersedia masuk Islam, maka itu akan menjadi mahar baginya. Artinya Ummu Sulaim tidak menginginkan yang lain selain keislaman Abu Thalhah.
Maka Abu Thalhah pun tertarik kepada Islam dan mulai mempelajarinya. Kemudian mengucapkan syahadat sebagai mahar bagi pernikahannya.
Demikianlah Ummu Sulaim dengan mahar termahal sepanjang masa. Tak ada yang lebih mahal selain dari keislaman seseorang. Dengan menjadikan suaminya muslim, maka akan memastikan bersama di surga kelak bersama suami dan anak-anak salihnya.
Khatimah
Islam memuliakan perempuan dengan mahar dalam bentuk apa pun yang diberikan kepadanya saat pernikahan, asalkan memenuhi syarat kebolehannya. Dan yang paling baik adalah mahar yang ringan atau yang bisa mengantarkannya pada kebaikan dunia akhirat. Wallahu a'lam bishawab.[]
Kisah Abu Thalhah mengingatkan saya dengan kisah Muhajir Ummu Qais. Seorang laki-laki yang berhijrah demi menikahi Ummu Qais. Bedanya, Muhajir tidak disertai niat karena Allah, sehingga menjadi asbabul wurud hadis arbain yang pertama. Sedangkan Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim karena keimanannya kepada Allah Swt.