"Selagi nyawa masih di kandung badan, ingatan kematian wajib menjadi dorongan ketaatan. Berhubung kita masih berada di sepuluh pertama Ramadan, mari kita rengkuh keuntungan besar perniagaan dengan Allah di bulan suci, dengan cara membersihkan niat, menyucikan hati, lalu hindari maksiat yang Allah benci, termasuk menghalangi dakwah perjuangan mengembalikan kehidupan Islam."
Oleh. Yana Sofia
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Setiap insan yang beriman, pastinya merindukan hari-hari beribadah di bulan Ramadan. Karenanya, ia menunggu Ramadan dengan perasaan harap dan cemas. Ada khawatir terselip di relung hati, takut jika ajal datang lebih dulu melenyapkan harapan bertemu dengan bulan yang dirindukan.
Namun, apa jadinya jika harapan itu harus pupus di hari pertama Ramadan? Bagaimana jadinya, jika rasa bahagia yang membuncah itu justru sirna karena ajal datang di hari pertama pertemuan?
Pemutus Kelezatan
Penulis ingin sampaikan, bahwa benar Ramadan itu bulan "kelezatan" bagi orang-orang yang beriman, tidak lain karena keistimewaan yang ada di dalamnya. Di antara keistimewaannya adalah bulan penuh rahmat dan ampunan, Allah sediakan keberkahan dan pahala berlimpah, bulan diturunkannya Al-Qur’an, di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yang kita kenal dengan sebutan lailatulqadar.
Karena itu, kaum muslim senantiasa menunggu kedatangan bulan penuh nikmat ini dengan berdoa,
“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadan, dan antarkanlah Ramadan kepadaku, dan terimalah amal-amalku pada Ramadan.”
Harapan ini dipanjatkan tidak lain karena tahu, bahwa ajal bisa saja menjadi pemutus kelezatan. Menghilangkan kesempatan mereguk berbagai kenikmatan di bulan mulia.
Setelah menunggu lama, hari yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Dengan syahdunya Ramadan datang bertamu, mengetuk pintu-pintu hati manusia agar sigap merengkuh agungnya. Ia ingin dilayani dengan baik, diperhatikan, dimuliakan dengan ibadah terbaik. Ibadah yang menjadi jembatan penghubung antara hamba dan Sang Pencipta, demi menggapai pahala berlimpah dan magfirah dari-Nya.
Lantas, jika Ramadan sudah bertandang, apakah kita sudah aman dari kematian yang mengintai? Jika Ramadan sudah dalam dekapan, apakah ia tidak akan terlepas?
Ternyata tidak! Ada banyak yang kehilangan kesempatan mereguk kenikmatan Ramadan sampai tiba hari perpisahan karena ajalnya datang tiba-tiba. Baik di sepuluh awal bulan, bahkan ada yang dijemput kematian justru di hari pertama berpuasa. Sebagaimana yang terjadi pada sosok gadis belia yang mengalami kecelakaan lalu lintas di desa tempat tinggal penulis yakni di Jalan Nasional Babahrot, Abdya, Aceh, pada Kamis (23/03/2023).
Hari itu adalah hari yang penuh sukacita. Muslimin di seluruh pelosok dunia sedang merayakan ibadah puasa di hari pertama. Sayangnya, hari itu adalah hari terakhir si gadis menunaikan ibadah puasanya, bahkan tanpa berbuka. Allah telah memanggilnya lebih dulu, dengan didatangkan ajal sebagai pemutus berbagai kelezatan di dunia.
Pelajaran Berharga
Sebenarnya, pada saat terjadinya kecelakaan itu penulis baru saja pulang dari kajian bersama komunitas hijrah. Hingga saat pulang, penulis mendengar orang-orang riuh di halaman rumah, membahas kecelakaan lalu lintas yang menewaskan si gadis. Ada yang segera mendatangi lokasi kecelakaan dan merasa prihatin, ada juga yang langsung ketakutan karena tak sanggup melihat kondisi si gadis. Sahabat penulis yang berada di lokasi kejadian, sampai sorenya masih trauma, sebab ia kenal dengan sosok si gadis.
Dalam kondisi ini penulis berpikir, betapa lemahnya manusia tanpa Allah Swt. yang menguatkannya. Kita ini bukanlah siapa-siapa tanpa kasih sayang Allah yang Maha Pemurah. Allah berikan kita kesempatan, kesehatan, usia, harta, dan waktu yang berharga tidak lain untuk beribadah dan menjadi pribadi saleh dan salihah.
Kesempatan ini diberikan oleh Allah dalam sebuah "permulaan" yang kita sebut kehidupan, di mana ujungnya adalah kematian. Garis antara kehidupan dan kematian ini adalah keniscayaan. Tidak ada makhluk di atas muka bumi ini yang hidup, kecuali dia akan dijemput pulang oleh kematian. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Ankabut ayat 57,
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan."
Karena ajal adalah sebuah kepastian, maka kita tidak boleh merasa pongah dan berpuas diri dengan segala yang kita miliki saat ini. Termasuk dalam memaknai kehidupan di dalam dekapan bulan suci. Jangan lengah, sombong, dan merasa hebat, padahal amalan masih seadanya. Terlebih bagi mereka yang berpuasa, sembari melakukan maksiat yang Allah benci. Mengumbar aurat, khalwat, gibah, berkata dusta, mencela, hingga memfitnah perjuangan Islam kaffah sebagai sesuatu yang radikal dan berbahaya. Fenomena ini kerap kita temukan di tengah umat yang sedang berpuasa.
Karenanya, selagi nyawa masih di kandung badan, ingatan kematian wajib menjadi dorongan ketaatan. Berhubung kita masih berada di sepuluh pertama Ramadan, mari kita rengkuh keuntungan besar perniagaan dengan Allah di bulan suci, dengan cara membersihkan niat, menyucikan hati, lalu hindari maksiat yang Allah benci, termasuk menghalangi dakwah perjuangan mengembalikan kehidupan Islam dalam bingkai bernegara. Itulah yang wajib kita lakukan untuk menghargai kesempatan yang Allah berikan.
Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan An-Nasai dan Al-Baihaqi,
"Jagalah lima perkara sebelum (datang) lima perkara (lainnya). Mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu."
Khatimah
Masyaallah, berkah umur, harta, dan tenaga itulah yang kita inginkan dalam mengisi detik-detik berharga di bulan penuh limpahan pahala ini. Sambil mewanti-wanti diri, sembari mengingat pesan Al-Alim Ulama Hasan Al-Bashri yang mengatakan,
"Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Setiap kali satu hari hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu."
Wallahu a'lam bishawab.[]