"Allah sebagai Sang Pencipta sekaligus Sang Pengatur kehidupan manusia, telah menyebut dalam Al-Qur’an bahwa standar kebahagiaan yang benar adalah sesuatu yang sifatnya abadi, tidak akan pernah hilang meskipun sudah lama dinikmati yakni rida Allah Swt."
Oleh. Nur Hayati
(Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Aktivis Dakwah Remaja)
NarasiPost.Com-Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan. Berbagai cara sering kali dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut. Namun, tak sedikit yang tetap merasa gagal meski sudah menempuh banyak jalan. Lantas, di manakah sebenarnya letak kebahagiaan itu? Apa kunci untuk meraih kebahagiaan?
Guys, seseorang emang akan sulit bahagia ketika standar kebahagiaannya ialah sesuatu yang bersifat materi. Seperti prestasi, kekayaan, kecantikan, kepopuleran, percintaan maupun persahabatan. Sebab, materi bersifat terbatas. Ketika materi semakin lama dinikmati, maka semakin berkurang kenikmatannya.
Mengejar standar kebahagiaan yang didasarkan pada materi, tentu tak akan pernah ada habisnya, Guys! Mengejar dunia ibarat mengejar bayangan. Ibnu Al Qayyim rahimahullah berkata, “Dunia ini ibarat bayangan, bila kau kejar, dia akan lari darimu. Palingkan badanmu darinya dan dia tidak punya pilihan lain kecuali mengikutimu.”
Allah sebagai Sang Pencipta sekaligus Sang Pengatur kehidupan manusia, telah menyebut dalam Al-Qur’an bahwa standar kebahagiaan yang benar adalah sesuatu yang sifatnya abadi, tidak akan pernah hilang meskipun sudah lama dinikmati yakni rida Allah Swt.
Dalam QS. Al-Fath ayat 4, Allah Swt. berfirman, “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” So, kebahagiaan hakiki akan kita dapatkan ketika menjadi hamba Allah yang taat, Guys.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Qawaidul Arba', menyebutkan terdapat tiga rumus kunci kebahagiaan. Pertama, apabila seseorang mendapat nikmat hendaknya bersyukur, kedua apabila mendapat ujian hendaknya bersabar dan ketiga yakni ketika terjatuh dalam dosa hendaknya beristigfar.
Sungguh, betapa banyak nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita. Termasuk di antaranya nikmat iman, islam, sehat, waktu luang, dan potensi kebaikan. Tentu kalau dihitung semua nikmat Allah mulai kita dilahirkan, kita tidak akan mampu menghitungnya. Namun, beragam kenikmatan yang ada justru sering kali banyak yang melalaikannya. Mensyukuri nikmat Allah bukanlah hanya sebatas ucapan "Alhamdulillah". Namun, bagaimana kita bisa pandai menggunakannya dalam hal kebaikan untuk diri kita dan bermanfaat untuk orang lain. Sehingga bisa menambah pahala di sisi Allah Swt.
Selain Allah memberikan beragam nikmat, kadang kala kita pasti akan diuji dengan cobaan atau musibah. Ya, selama kita masih hidup di dunia kita tak akan pernah luput dari ujian hidup. Bahkan, semakin tinggi kadar keimanan seseorang, maka semakin berat ujian-ujian yang dihadapinya. Namun, satu yang mesti kita pahami bahwa ujian yang melanda tujuannya tak lain dan tak bukan untuk mengangkat derajat kita dan menghapus dosa-dosa kita. Subhanallah…
Manusia yang paling berat ujiannya yaitu para nabi. Sekelas nabi pun itu diuji kesabaran dan keimanannya. Lantas, apalah kita yang manusia biasa. Maka, tidak ada jalan untuk solusi dari segala ujian yang Allah berikan kepada kita kecuali dengan bersabar. Allah Swt. berfirman, “Sungguh kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Namun, jika kita lalai bersyukur dan bersabar maka solusinya adalah istigfar. Dari Abu Hurairah ra., ia mendengar bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, “Demi Allah, aku sungguh beristigfar pada Allah dan bertaubat pada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhori no. 6307)
Maa syaa Allah ya, Guys! Rasulullah yang telah diampuni dosanya oleh Allah baik yang berlalu maupun yang mendatang. Beliau memberikan contoh kepada umatnya untuk senantiasa istigfar kepada Allah. Setiap kita tidak akan pernah luput dari kesalahan, karena yang maksum hanyalah Rasulullah. Akan tetapi, sebaik-baik orang bersalah ialah ia yang selalu bertaubat kepada Allah.
So, jangan pernah putus asa dari rahmat Allah, meski dosa kita setinggi gunung sekalipun. Yakinlah, dosa kita akan diampuni oleh Allah Swt. selama belum datang dua hal. Pertama, seseorang itu telah sampai nyawa di kerongkongannya (sakaratul maut). Kedua, yaitu matahari terbit dari barat. Maka dari itu, kita isi waktu-waktu kita untuk banyak beristigfar kapan pun dan di mana pun kita berada. Juga diiringi dengan memperbanyak amal saleh untuk memberatkan amal timbangan kita di Yaumil Mizan nanti.
Dengan senantiasa mengkaji Islam secara kaffah juga berdakwah kepada saudara seakidah kita. Sehingga, akan sedikit yang terperosok dalam jurang kemaksiatan serta bersama-sama meraih kebahagiaan yang abadi yakni rida dan rahmat Allah, bukan kebahagiaan semu yang membuat kita lalai di jalan Allah. Wallahu A'lam Bishshowab[]