"Karena itu, siapa kiranya yang mau membiarkan pahala Ramadan ini sia-sia? Hanya satu jawabannya, mereka yang tidak memahami hakikat bulan suci, yakni mereka yang telah tertawan jiwanya dengan dunia dan syahwat yang menggoda."
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap Narasi.Post.Com)
NarasiPost.Com-Sahabat Muslimah, Ramadan tinggal menunggu hari. Itu artinya perencanaan agenda untuk mengisi bulan suci sudah waktunya dipersiapkan sejak dini. Namun, sayangnya sekalipun agenda sudah dipersiapkan sejak awal, kadang kala di pertengahan bulan, tiba-tiba tujuan teralihkan. Sebenarnya, apa yang menyebabkan ini terjadi? Mampukah kita istikamah pada perencanaan, menghiasi hari-hari suci dengan ibadah hingga hari kemenangan tiba?
Persepsi Sekularisme
Sebenarnya, hal fundamental yang bikin ibadah tak berjalan dengan baik, adalah persepsi sekularisme di tubuh umat. Paham ini, telah memisahkan hubungan agama dengan kehidupan, kemudian memengaruhi pola pikir dan pola sikap kita dalam menjalani Ramadan. Semangat hanya di awal, persiapan tiba-tiba ambyar. Walhasil, target kemenangan pun menuai kegagalan.
Karena itu, untuk meraih keberhasilan Ramadan, kita harus melihat Ramadan dengan persepsi yang sahih, yakni dengan kacamata Islam saja. Mustahil kita bisa optimal menjalankan ibadah Ramadan jika landasan manfaat dan untung-rugi yang lahir dari ideologi sekularisme tetap dipertahankan. Karena ideologi ini, fix berpotensi mengalihkan kita dari ibadah dan takwa. Sehingga, bulan suci pun rela disia-siakan demi memenuhi kepentingan syahwat dan mengejar dunia.
Ibarat kata, peduli apa dengan keutamaan Ramadan, selama perut terisi dengan baik, berbuka ada menunya. Itu cukup. Sudah ibadah namanya. Karenanya, segala keistimewaan Ramadan rela saja digadaikan dengan mengejar materi. Dari terbit fajar sampai tenggelam matahari, yang dikejar hanya materi dan materi lagi. Lupa tarawih dan tahajud karena lelah. Lupa baca Al-Qur'an karena tak sempat. Lupa menambah ibadah-ibadah sunah lainnya, karena tak tahu faedah dan manfaatnya. Bukankah ini budaya Ramadan yang biasa kita lakukan selama ini?
Inilah imbas dari pemikiran sekularisme. Sekularisme tidak hanya menjauhkan umat dari aturan agama, namun juga menjauhkan umat dari memahami agamanya sendiri. Sampai-sampai keutamaan dan keistimewaan Ramadan tidak dimengerti oleh sebagian muslim. Ya, ini patut disayangkan sekali. Ramadan yang berharga akhirnya berlalu sia-sia. Dan kita sama sekali tidak menyadarinya.
Bulan Istimewa
Sahabat Muslimah! Pasti pernah dengar istilah, "Tidak kenal, makanya tidak cinta," Pun sama, jika kita tidak memahami keagungan bulan suci ini, bagaimana bisa kita hargai? Karenanya memahami keistimewaan Ramadan itu perkara penting untuk kita lakukan. Agar kita tidak menjadi pribadi yang merugi.
Bulan Ramadan adalah bulan yang sangat istimewa dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Boleh dibilang bulan ini adalah bulan ibadah, hingga tidur pun menjadi ibadah. Di siang harinya diwajibkan berpuasa, menahan lapar dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Di malam hari pun kaum muslim menghiasinya dengan aktivitas ibadah, seperti tarawih, tahajud, dan tadarus.
Terkait salat tarawih biasanya dilakukan di masjid-masjid. Hal ini tentunya membuka peluang kita untuk bertemu dengan jemaah salat tarawih lain, yang mungkin beda kompleks, atau baru pulang kampung, karena libur kuliah dan lain-lain. Sehingga, Ramadan pun menjadi bulan untuk berkumpul, menjalin ukhuwah islamiyah dan dakwah.
Malam hari setelah tarawih, biasanya masjid-masjid akan dihiasi dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibaca kaum laki-laki, dengan memakai megafon yang suaranya terdengar sampai rumah. Di rumah pun, kaum wanita, baik ibu-ibu, remaja, anak-anak, berlomba-lomba mengkhatamkan bacaan Al-Qur'annya.
Pada sepertiga malam, ibadah dilanjutkan dengan menunaikan tahajud dengan khusyuk. Bermunajat kepada Tuhan. Melantunkan pinta mengetuk pintu langit. Berdoa sambil merajuk, agar Allah Swt. ampuni dosa dan diberikan usia berkah, sampai nanti ajal mencukupkan usia.
Aktivitas lalu berlanjut dengan sahur bersama keluarga. Suasana riuh tetangga, yang terbangun untuk sahur pun terdengar akrab. Suasana ini seperti simfoni yang syahdu, begitu dirindu. Melanjutkan hari dengan bertebaran di muka bumi. Menebar cinta yakni nasihat, sambil mencari rezeki. Hingga waktunya azan magrib tiba. Hati lega tak terkira. Berbuka puasa adalah satu dari sekian nikmat yang Allah berikan di dunia.
Masyaallah! Euforia inilah yang sejatinya hati kita dirindukan. Mengisi Ramadan dengan amalan terbaik kita. Terlebih, segala keistimewaan ini hanya bisa kita temukan di bulan Ramadan saja. Di mana umat Islam seharusnya berlomba-lomba mempersembahkan amalan terbaiknya, demi mencapai derajat takwa.
Hal ini, karena di bulan Ramadan Allah telah menjanjikan, bahwa akan dikabulkan segala pinta kita. Bulan di mana Allah akan jadikan amalan sunah, pahalanya sama dengan amalan wajib. Sementara amalan wajib dilipatgandakan pahalanya 10 hingga 700 kali lipat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan 10 kebaikan yang semisal hingga 700 kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku …."
Karena itu, siapa kiranya yang mau membiarkan pahala Ramadan ini sia-sia? Hanya satu jawabannya, mereka yang tidak memahami hakikat bulan suci, yakni mereka yang telah tertawan jiwanya dengan dunia dan syahwat yang menggoda. Akibat persepsi sekularisme, telah menggerus iman dan takwa, sehingga status muslim hanya tinggal cangkang saja.
Segera Berbenah
Agar kita tidak tergolong kaum merugi, sebaiknya kita segera mencampakkan paham sekularisme saat ini juga, tanpa tapi, tanpa nanti! Lantas segera memperbaiki persepsi kita terkait bulan suci yang sebentar lagi kita jalani. Mempersiapkan agenda Ramadan sejak dini. Nantinya, di bulan Ramadan kita mau menghabiskan hari-hari dengan agenda apa saja. Itu sudah harus kita pikirkan dari sekarang. Hidup dengan persiapan itu lebih baik daripada membiarkan hidup mengikuti arus.
Misalnya nih, kita sebagai pedagang, yang harus mencari nafkah di bulan Ramadan. Bagaimana caranya agar aktivitas kita mencari rezeki tidak mengganggu ibadah di bulan suci. Itu harus sudah kita atur sejak sekarang. Jam kerjanya harus beda dengan di luar Ramadan. Bukan malah diperbanyak! Walau bagaimanapun ibadah harus diutamakan. Saat berjualan, dan sepi pembeli, waktu-waktu itu bisa diisi dengan membaca Al-Qur’an atau mengikuti kajian via daring.
Jika kita telah mengatur dengan baik agenda prioritas, baik yang berhubungan dengan umat dan komunitas. Kita akan lebih fokus mengatur jadwal ibadah ruhiyah lainnya, seperti menuntut ilmu agama, mengikuti kajian fikih baik daring atau luring. Bahkan, kita bisa menambah agenda membaca dan menulis. Mengingat dakwah literasi juga penting dan dibutuhkan umat. Di saat umat sedang sibuk ibadah dan dekat dengan agama, kita berharap, ketakwaan pribadi bersamaan dengan ketakwaan jemaah pun bisa kita raih.
Percayalah, rezeki tidak akan lari hanya karena kita mengurangi waktu berdagang. Yakinlah, 30 hari berharga ini lebih bernilai dan berharga daripada dunia yang selama ini kita kejar. Nanti-nanti setelah Ramadan, aktivitas dagangnya boleh dikencangkan lagi, yang penting selama Ramadan ini, ibadah dulu yang dikencangkan. Karenanya, persiapan materi sebelum Ramadan turut mendukung keberhasilan di Ramadan nanti. Jangan terlalu boros, atur pengeluaran dengan baik. Niscaya Ramadan bisa dijalankan tanpa beban.
Semoga setelah kita merancang Ramadan dengan optimal, sejalan dengan profesi dan agenda kita masing-masing, lalu istikamah pada rencana itu hingga akhir, kita bisa meraih keberhasilan Ramadan dengan target terlahir kembali menjadi pribadi yang kian bertakwa. Semoga, pribadi-pribadi yang bertakwa itu nantinya mampu mencapai kebangkitannya, baik sebagai individu maupun sebagai umat berbangsa. Semoga!
Kesimpulan
Seperti yang kita pahami, bulan Ramadan adalah bulan di mana pintu neraka ditutup dan pintu surga di buka. Namun sepertinya, kita akan terus membuka neraka kehidupan pada diri kita sendiri, jika sekularisme masih menjadi cara pandang kita dalam beribadah kepada-Nya. Karenanya, kita mesti tegas pada diri kita sendiri. Sekularisme itu sudah tak layak lagi, hadir menemani kita di Ramadan kali ini.
Mari kita benar-benar merealisasikan janji Allah dengan menutup segala celah neraka sekularisme itu dari kehidupan! Dengan cara mencampakkannya dari tubuh umat lalu menggantikannya dengan sistem yang sahih, yakni Islam. Sehingga kita bisa beribadah secara optimal, tanpa merasa gusar teralihkan dari target meraih takwa di bulan suci Ramadan. Itu tugas kita yang paling utama, demi mengembalikan kehidupan Islam. Sehingga, baik di bulan Ramadan atau di luar Ramadan, ketakwaan umat ini tetap terjaga, dalam perlindungan Khilafah Islamiah, yang insyaallah sebentar lagi tegaknya.
Wallahu'alam..[]