"Bukti cinta kita kepada Allah Swt. digambarkan dengan ittiba (mengikuti) apa pun yang Rasulullah saw. contohkan. Rasa cinta akan mendorong kita untuk mengorbankan apa pun yang kita punya. Bahkan, dari sosok Abu Bakar Ash-Siddiq, kita belajar tentang pengorbanan tanpa batas. Harta, tenaga, dan jiwa beliau korbankan untuk Allah Swt. dan Rasul-Nya."
Oleh. Annisa Fauziah, S.Si.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hidup di tengah sistem saat ini memang tidaklah mudah. Berbagai gempuran pemikiran Barat yang kita temui dalam keseharian tentu berpengaruh terhadap pola pikir dan pola sikap umat Islam. Tanpa sadar kaum muslimin menerima pemahaman, standar nilai, serta keyakinan yang bukan berasal dari Islam.
Identitas seorang muslim pun tergerus secara perlahan. Bahkan, hampir roboh fondasinya, yaitu akidah Islam. Berbagai produk pemikiran Barat yang disebarluaskan melalui kurikulum pendidikan, gaya hidup, hingga tontonan yang kita saksikan setiap hari. Sampai umat Islam tak menyadari bahwa jati diri seorang muslim tinggalah titel belaka.
Terkadang kita ingin menangisi diri sendiri. Sebab, kita lebih tahu kisah hidup para artis dibandingkan dengan kisah hidup Rasulullah saw. serta para sahabatnya. Tak jarang pula banyak dari kita yang begitu menggandrungi artis hingga menjadikan mereka sebagai idola. Tempat-tempat hiburan seolah menjadi tempat yang nyaman bagi kita untuk mencari kebahagiaan. Padahal, bukankah di akhirat kelak kita ingin bertemu dengan orang-orang yang kita cintai?
Adapun hadir di majelis ilmu menjadi sesuatu hal yang dianggap membosankan. Bahkan membuat kita begitu sulit untuk mengorbankan waktu dan pikiran. Alasannya karena kita penuh dengan kesibukan. Saat diajak untuk berdakwah muncul banyak penolakan. Sebab, merasa tak mampu untuk menjaga keistikamaah. Nah, bukankah ketaatan dan keistikamahan itu adalah sesuatu yang harus diperjuangkan?
Kisah sahabat Rasulullah saw., yaitu Abu Bakar Ash-Siddiq bisa dijadikan teladan. Ketika beliau senantiasa berjalan dalam ketaatan. Membaca kisah tersebut tentu bukan semata agar kita tahu sejarah. Namun, yang lebih penting adalah agar semakin menguatkan keimanan dan kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Melalui kisah, kita bisa mengambil banyak hikmah kehidupan yang bisa direfleksikan dengan tantangan hidup saat ini.
Abu Bakar Ash-Siddiq adalah salah satu sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah saw. dan termasuk ke dalam generasi awal para sahabat yang memeluk Islam. Gelar Ash-Siddiq yang disematkan kepada namanya memiliki makna yang dalam. Abu Bakar Ash-Siddiq menjadi orang pertama yang membenarkan peristiwa Isra Mikraj yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Padahal, saat itu, banyak orang yang masih meragukan.
Di medan dakwah, kita bisa berkaca dari kisah heroik Abu Bakar Ash-Siddiq saat menemani Rasulullah saw. berhijrah dari Makkah ke Madinah. Bukti cinta kepada Rasul-Nya beliau tunjukkan dengan senantiasa melindungi Rasulullah saw. dari berbagai bahaya. Perjalanan yang terjal dan berliku sambil dikejar oleh orang-orang Quraisy tak membuat Abu Bakar sedikit pun terpikir untuk meninggalkan Rasulullah saw.
Ketika sedang berada di dalam Gua Tsur, Abu Bakar bahkan rela untuk menahan sengatan hewan karena takut mengganggu Rasulullah saw. yang sedang tertidur. Ia terkadang berjalan di depan Rasulullah saw. ketika teringat dengan pengintai, sedangkan ia akan berjalan di belakang Rasulullah saw. saat teringat kepada orang-orang yang mengejar mereka. Itulah bukti cinta yang nyata yang diiringi dengan pengorbanan secara totalitas. Kisah ini bahkan tercantum di dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 40.
Hikmah terbesar yang bisa kita ambil dari sosok Abu Bakar Ash-Siddiq, yaitu tentang sebuah kepercayaan. Semua itu harus dilandasi oleh sebuah keimanan yang termanifestasi pada sebuah ketaatan. Selain itu, kita pun bisa belajar tentang keistikamahan, yaitu memegang teguh kebenaran. Selama apa yang Allah Swt. dan Rasul-Nya perintahkan maka ia akan segera membenarkan kemudian melaksanakan. “Sami’na wa atho’na”, yaitu “Kami dengar dan kami taat.”
Hal ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk senantiasa membenarkan apa yang sudah Allah Swt tetapkan. Bukti cinta kita kepada Allah Swt. digambarkan dengan ittiba (mengikuti) apa pun yang Rasulullah saw. contohkan. Rasa cinta akan mendorong kita untuk mengorbankan apa pun yang kita punya. Bahkan, dari sosok Abu Bakar Ash-Siddiq, kita belajar tentang pengorbanan tanpa batas. Harta, tenaga, dan jiwa beliau korbankan untuk Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Di era saat ini, kepercayaan adalah sesuatu yang sulit untuk didapat. Apalagi jika tanpa dilandasi oleh keimanan. Dalam kehidupan rumah tangga, hal utama yang harus dipegang oleh suami istri adalah tentang sikap saling jujur dan percaya. Begitu pun antara bos dan karyawan. Jika tanpa modal kepercayaan tentu akan sulit untuk saling bekerja sama. Pertanyaannya, sudahkah kita membenarkan apa yang Allah Swt. dan Rasulullah saw. tetapkan tanpa keraguan?
Dengan demikian, bagi siapa pun yang kini sedang di persimpangan jalan. Kita sadari bahwa begitu banyak pemikiran asing yang melemahkan keimanan. Maka, mari kita kuatkan kembali ketaatan seperti halnya kisah Abu Bakar Ash-Siddiq. Tantangan dalam kehidupan, begitu pun ujian di jalan dakwah adalah suatu keniscayaan. Namun, apa yang menjadi sumber kekuatan terbesar kita? Ialah rida Allah Swt. yang senantiasa menjadi tujuan kita dalam kehidupan.
Kepercayaan adalah sesuatu yang amat mahal harganya. Bagi seorang muslim, kepercayaan itu lahir dari sebuah konsekuensi keimanan yang menuntut kita untuk bersegera dalam ketaatan. Oleh karena itu, jika kita masih banyak alasan untuk terikat kepada syariat-Nya, cukuplah tanyakan pada diri sendiri secara jujur. Apakah cinta kita kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw. adalah cinta yang tulus dan dilandasi oleh keimanan?
Wallahu ‘alam bi-shawab[]