Jadikanlah kesalahan pada masa lalu sebagai pelajaran berharga agar diri tak lagi mengulangi kesalahan yang sama.
Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sahabat, bicara masa lalu tentu tak bisa dipisahkan dengan sang waktu. Tanpa terasa kehadirannya begitu cepat berlalu. Keberadaan waktu laksana pembunuh berdarah dingin yang datang tiba-tiba untuk menghilangkan nyawa siapa saja tanpa pandang bulu. Jika diri tak pandai memanfaatkannya, niscaya penyesalan akan menghampiri kalbu. Hal itu berlaku bagi mereka yang mengabaikannya karena terlena oleh hawa nafsu.
Jejak Keburukan pada Masa Lalu
Masa lalu senantiasa meninggalkan sejuta kenangan dan jejak-jejak peristiwa yang pernah terjadi. Jejak-jejak tersebut berisi berbagai peristiwa yang pernah dialami dengan akhir cerita berbeda dan silih berganti. Saat yang diingat sebuah kenangan manis nan indah, wajah menjadi cerah berseri. Namun, jika yang terlintas di benaknya merupakan hal buruk, niscaya kesedihan yang akan menemani.
Jejak-jejak peristiwa yang tak menyenangkan seakan-akan tak mau menjauh dan terus menghantui diri. Hal itu merupakan kesalahan pada masa lalu ketika diri masih terbelenggu kenikmatan duniawi. Tak disangka, semuanya menyatu menjadi mimpi buruk yang terus membayangi.
Kondisi demikian melahirkan rasa gelisah yang menganggu ketenangan jiwa. Semua itu dipicu oleh amalan perbuatan pada masa lalu yang melanggar aturan Sang Pencipta. Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah pemahaman dan ilmu yang seadanya. Diri pun menjadi makin terpuruk karena tidak mau belajar ilmu agama. Ketika ada keinginan ke arah sana, terkadang muncul sikap menunda-nunda. Sikap tersebut juga menjadi penghalang untuk menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya. Tanpa sadar, diri telah dikuasai oleh ego yang membabi buta.
Hawa nafsu yang menguasai membuat perasaan hati menjadi tak terkendali. Segala sesuatu yang dilakukan hanya demi kepuasan jasmani. Tak ayal, kemaksiatan demi kemaksiatan menjadi teman setia yang terus-menerus diikuti. Dalam kondisi demikian, nilai kebenaran menjadi sesuatu yang langka dan asing bagi diri. Hal itu menjadikannya makin jauh dari kebenaran yang hakiki.
Melupakan Masa Lalu
Kemaksiatan demi kemaksiatan yang tak henti-hentinya akhirnya menimbulkan siluet-siluet menakutkan dan membentuk gambaran masa depan yang begitu suram. Bahkan hal itu memunculkan perang batin di hati nurani yang paling dalam. Di satu sisi, ada bisikan yang mengatakan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang biasa saja dan tak perlu dipikirkan. Namun, di sisi lain seperti ada yang mengingatkan agar diri segera sadar dari perbuatan yang menyesatkan. Itulah suara hati yang menunjukkan jalan kebenaran, karena pada hakikatnya, hati nurani manusia pasti cenderung kepadanya.
Namun, bukanlah hal yang mudah untuk melupakan kesalahan masa lalu yang terkadang membuat diri merasa paling berdosa. Rasa berdosa yang “bertakhta” seharusnya segera dihilangkan agar tidak menimbulkan kegelisahan di dalam dada. Bahkan perasaan tersebut menjadi penghalang utama yang membuat diri makin tak berdaya karena merasa tak layak menjadi hamba yang bertakwa. Padahal ketika seorang hamba mau bersungguh-sungguh memohon ampunan, niscaya Allah Swt. sebagai Zat Yang Maha Pemaaf tentu akan memberikannya.
Dari Anas bin Malik ra. ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ”Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdoa dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.” (HR. At-Tirmidzi)
Berubah dari Masa Lalu nan Kelam
Apa pun bisa terjadi dan dialami oleh mereka yang memilih jalan perubahan dari masa lalu nan kelam. Apalagi saat datang reaksi dan respons yang beragam, baik dari keluarga maupun masyarakat sekitar. Respons tersebut bisa berupa cemoohan dan sindiran yang menyudutkan. Bahkan, masih banyak halangan dan rintangan yang akan didapatkan sebagai konsekuensi dari sebuah pilihan.
Respons-respons yang muncul makin masif dan bernada negatif ketika perubahan yang dilakukan ternyata melalui aktivitas menuntut ilmu. Aktivitas tersebut berupa kajian-kajian yang membahas tentang Islam secara detail dari ranah pribadi hingga penerapan Islam dalam sebuah institusi. Kajian-kajian ini juga tak sekadar mengajak menerapkan Islam untuk diri sendiri.
https://narasipost.com/surat-pembaca/08/2021/hijrah-diri-dan-negeri-menuju-perubahan-hakiki/
Akan tetapi, harus ada upaya untuk menyadarkan umat agar patuh dan taat kepada aturan Sang Maha Tinggi di seluruh lini. Artinya, perubahan yang ada juga harus mampu menyentuh masyarakat hingga negara. Hal yang demikian ternyata dianggap aneh alias tak biasa. Tak heran, respons yang datang justru lebih mendukung kepada aturan yang lama, yaitu yang berasal dari manusia.
Respons tersebut merupakan buah dari sistem liberal yang diterapkan saat ini. Sistem ini hanya setuju kepada aturan agama yang mengatur ranah pribadi. Sedangkan di ranah publik, aturan manusialah yang harus mendominasi. Maka, tidak boleh ada celah sedikit pun pun bagi agama untuk mengambil alih aturan di kehidupan umum saat ini. Alhasil, ketika ada pemahaman yang bertentangan dengan aturan saat ini, mereka segera menolaknya tanpa basa-basi.
Menggapai Perubahan Hakiki
Perubahan yang tidak biasa dari seorang muslim yang ingin bersungguh-sungguh dalam memperbaiki diri di seluruh aspek kehidupan dianggap terlalu berlebihan. Padahal kesungguhan diri untuk berubah dari kesalahan masa lalu ke arah yang lebih baik merupakan sebuah keniscayaan. Hal itu telah dijelaskan secara gamblang oleh Allah Swt. dalam surah Ar-Ra'd ayat 11 yang artinya: ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.”
Oleh karena itu, niat yang kuat dan semangat yang tinggi untuk menuju jalan perubahan menjadi kunci utama bagi seorang muslim untuk memperbaiki diri. Tanpa kedua hal itu, perubahan yang diinginkan hanyalah sekadar angan-angan kosong yang berisi ilusi. Jadi, buanglah jauh-jauh keraguan yang ada dalam hati agar perubahan hakiki dari kesalahan pada masa lalu bisa segera terealisasi.
Agar Tidak Dihantui Masa Lalu
Selain niat dan semangat, tentu ada hal-hal yang harus dilakukan agar diri tidak terus-menerus dihantui rasa bersalah karena dosa masa lalu.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa diambil, yaitu
Pertama: Bertobat dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt. dengan tidak mengulangi lagi kesalahan pada masa lalu.
Kedua: Menambah wawasan dan pengetahuan tentang Islam dengan mengikuti kajian-kajian keislaman secara berkelanjutan.
Ketiga: Berkumpul dengan sahabat-sahabat salihah yang nantinya mau mengingatkan saat diri berbuat kesalahan.
Keempat: Mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan amalan-amalan sunah untuk memperkuat keimanan.
Kelima: Percaya dan yakin bahwa Allah Swt. pasti akan mengampuni dosa-dosa masa lalu.
Keenam: Bergabung dengan jemaah yang memperjuangkan Islam secara kaffah sebagai penguat diri dalam berhijrah dan berdakwah.
Ketujuh: Selalu berdoa kepada Allah Swt. untuk meminta kekuatan, kesabaran, dan ketabahan agar diri senantiasa istikamah dalam mengambil jalan perubahan yang penuh berkah.
Tiket Keselamatan
Setiap langkah yang diambil oleh seorang muslim pasti ada halangan dan hambatan yang datang menghampiri. Keduanya adalah keniscayaan bagi mereka yang ingin berubah ke arah yang lebih baik. Hal itu sebagai bagian dari perjuangannya untuk kembali ke jalan yang diberkahi. Semua hambatan yang ada akan membuatnya menjadi pribadi yang lebih kuat dan tangguh dalam menghadapi permasalahan hidup di dunia ini.
Permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh setiap manusia juga merupakan ujian dan cobaan baginya. Kondisi tersebut tentu membutuhkan kekuatan iman agar dirinya mampu bertahan dalam ketaatan kepada Allah Swt. Jadi, jangan pernah berpikir bahwa diri akan memperoleh “tiket” keselamatan dan kenikmatan surga sebelum datang “badai” cobaan dan ujian dari Sang Pencipta.
Hal itu sejalan dengan apa yang ada di dalam surah Al-Baqarah ayat 214 yang artinya: ”Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang cobaan kepada kalian, sebagaimana halnya orang-orang sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan (dengan berbagai cobaan).”
Setiap perubahan dari masa lalu pasti butuh pembuktian. Adanya pembuktian akan melahirkan aksi dan reaksi yang kadang di luar dugaan. Semua itu adalah bagian dari ujian yang datang dari Allah Swt. untuk menguji sampai di mana kesungguhan kita dalam menyesali dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Mari tinggalkan segala nestapa masa lalu demi menjadi hamba yang beriman. Saatnya kini untuk mengukir asa baru dan mengubur masa lalu dengan menyusuri jalan ketakwaan. Jika tidak sekarang, mau menunggu sampai kapan?
Wallahua'lam bishawab.[]
Tulisan yang bagus. Masa lalu yang kelam seharusnya dijadikan cambuk agar tidak terulang dan menjadi yang lebih baik. Fokus untuk melakukan perubahan setelah bertobat kepada Allah Swt.
MasyaaAllah, semoga waktu kita diberkahi oleh Allah Swt. sehingga diri ini dijauhkan dari penggunaan waktu untuk perkara yang sia-sia...
Masyaallah, nasihat untuk setiap diri. Karena semua manusia pasti punya masa lalu. Ada yang baik, ada pula masa lalu kelam yang buruk. Syukran tipnya mbak Atien
Masyaallah, nasihat diri yang dhoif ini. Jejak kesalahan masa lalu harus dihapus dengan tobat dan kemudian lupakan dengan langkah-langkah yang disajikan penulis.
Barokallahu fiik
Masyaallah, betul mb Atin, selama manusia itu masih berdiri menapakkan kakinya di muka bumi ini. Selama itu pula ujian2 akan terus menyertainya. Semakin baik tingakt imannya semakin besar ujiannya. Begitu seterusnya.
Pun ketika kita berada di barisan dakwah, ujiannya pun gak main2. Dan yg pasti Allah memberikannya sesuai kapasitas manusia itu sendiri.
Teringat beberapa org teman yg saya tanya, tatkala mereka telah hijrah dr masa lalu.
Apa yg kamu rasakan sekarang, hampir jawaban mereka semua sama.
Yakni, sy bersyukur dipertemukan dengan kajian itensif Islam kafah dan jamaah. Andaikan tdk bertemu, entahlah jadi apa nasib iman dan diri sy sekarng. So, aku pun menimpali, "andai tak ngaji mungkin tak bisa sesabar ini" Masyaallah salah satu hikmah ngaji ya mb Atin. Keren naskahmu
Alhamdulillah. Jazakillah Khoir dan Tim NP