"Ketika seseorang hendak memilih untuk melakukan sebuah aktivitas atau bahkan memutuskan untuk meninggalkan sebuah perbuatan, di saat itulah peran fikrah ini dibutuhkan. Fikrah Islam yang benar akan membimbing seorang muslim untuk beraktivitas berdasarkan wahyu, bukan nafsu yang malah bisa menjerumuskan manusia pada lubang kebinasaan."
Oleh. Iranti Mantasari, BA.IR, M.Si
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Semua makhluk yang disebut dengan manusia, sudah pasti dibekali oleh Sang Khalik berbagai potensi kehidupan. Salah satu dari bekal itu adalah fitrah yang memang ada pada diri manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Fitrah ini pun beragam bentuknya, namun seluruhnya tercakup dalam 3 fitrah, yaitu fitrah beragama, fitrah berkasihsayang, dan fitrah menjaga eksistensi diri.
Fitrah ingin dicintai dan mencintai, yang manifestasinya tak hanya tampak dari hubungan antara laki-laki dan perempuan, namun juga pada ibu dengan anaknya, pada seseorang dengan sahabatnya, bahkan antara nenek dengan cucunya. Fitrah ingin menyucikan sesuatu yang dirasa lebih hebat dan lebih agung darinya. Fitrah ini bisa terlihat dengan adanya orang yang menegakkan salat atau bahkan dengan menyembah berbagai benda yang dianggap magis dan keramat. Selain itu, ada juga fitrah yang membuat seseorang menjadi yang utama dari orang lain, entah dengan membela diri atau bahkan dengan menjatuhkan harga diri orang lain.
Ketiga fitrah tersebut seluruhnya akan meminta setiap manusia untuk memenuhi dorongan fitrah tersebut, karena jika fitrah-fitrah itu tidak dipenuhi bisa memberikan dampak yang negatif pada diri dan jiwa manusia, seperti khawatir, galau, gelisah dan merana. Fitrah pada manusia ini pasti adanya dan tak akan bisa dihilangkan dengan cara apapun, namun kabar baiknya, fitrah ini bisa dialihkan.
Selain itu, manusia juga dibekali oleh Allah sebuah alat yang membedakan ia dengan makhluk yang lain, yakni akal. Akal inilah yang menempatkan posisi manusia menjadi lebih “tinggi” dibandingkan malaikat sekalipun, yang notabene merupakan makhluk Allah yang senantiasa taat pada apapun perintah-Nya. Keberadaan akal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa Allah memilih manusia untuk menjadi khallifah fil ‘ardh atau khalifah di muka bumi. Apabila manusia memaksimalkan penggunaan akalnya untuk berpikir, maka akan terwujudlah sebuah fikrah atau yang kita kenal dengan pemikiran. Fikrah ini akan dijadikan sebagai “pemimpin” oleh manusia sebelum ia melakukan berbagai hal. Sebagaimana tugas pemimpin, maka fikrah ini yang akan membimbing dan mengarahkan pasukan di bawahnya untuk menegakkan suatu perbuatan.
Adapun sebagai seorang muslim, maka sudah menjadi keharusan untuk meletakkan akidah Islam sebagai landasan dalam semua lini kehidupan, tentu termasuk dalam aspek berpikir. Manusia yang menjadikan Islam sebagai landasan berpikirnya akan mengantarkan pada pemahaman bahwa segala sesuatu tidak boleh terlepas dari napas Islam. Pemikiran dan pemahaman Islam ini yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya. Begitu pun pemenuhan berbagai fitrah manusia, semuanya harus didasarkan pada bimbingan dari pemahaman serta pemikiran ini. Konsekuensi dari hal ini adalah ketika sebuah aktivitas pemenuhan fitrah itu melenceng dari panduan Islam, maka pemenuhannya jelas didasarkan pada hawa nafsu belaka.
Fikrah yang suci, lurus dan bersih ini tidak mungkin didapatkan oleh seseorang yang tenggelam dalam pemikiran-pemikiran yang tidak Islami. Tidak murninya fikrah seseorang akan membuat perbuatan seseorang itu tidak luhur. Dengan demikian, Islam memerintahkan kepada seluruh pemeluknya agar senantiasa menempatkan syariat sebagai tolak ukur dalam beramal. Ketika seseorang hendak memilih untuk melakukan sebuah aktivitas atau bahkan memutuskan untuk meninggalkan sebuah perbuatan, di saat itulah peran fikrah ini dibutuhkan. Fikrah Islam yang benar akan membimbing seorang muslim untuk beraktivitas berdasarkan wahyu, bukan nafsu, yang malah bisa menjerumuskan manusia pada lubang kebinasaan.
Sebut saja, pasangan liwat atau homoseksual yang memilih menyewa rahim seorang perempuan demi mendapatkan anak adalah contoh nyata terkait pemenuhan fitrah yang tak dipandu oleh fikrah yang benar. Fitrah untuk berkasihsayang antara anak dengan orang tua justru terwujud dalam hubungan yang tidak memiliki nasab sama sekali, karena perbuatan semacam ini terkategori sebagai zina, selain juga merupakan aktivitas homoseksual yang diharamkan oleh Islam.
Fitrah yang dipenuhi tanpa bimbingan fikrah juga harus dipahami sebagai salah satu upaya dari musuh-musuh Islam untuk menjauhkan kaum muslimin dari Islam. Mereka mengembuskan ide dan pemikiran batil bahwa setiap fitrah yang ada harus dipenuhi secara mutlak dengan cara apapun. Berangkat dari pemikiran yang sesat dan menyesatkan itu, fikrah Islam berusaha digeser dan digantikan dengan fikrah yang bermuatan kebebasan atau semata didasari demi kepuasan materi. Bagi mereka, tuhan tak perlu hadir dalam aktivitas pemenuhan fitrah manusia ini, karena tuhan hanya mengurus perkara ibadah saja. Ironisnya, tidak sedikit dari umat Islam yang menelan ide itu dan bahkan menjadi pengusungnya, na’uzubillah!
Kaum muslimin sudah seharusnya menyadari bahwa eksistensi fikrah dalam dirinya adalah perkara yang sangat penting untuk dijaga kemurniannya. Fikrah yang wujudnya abstrak atau tak terlihat ini memang sangat rentan untuk disusupi oleh ide-ide rusak yang berkeliaran di tengah masyarakat hari ini. Oleh karena itu, agar umat ini tidak salah arah dalam memenuhi dorongan fitrahnya, maka haruslah Islam itu dipahami secara benar, mendalam, dan menyeluruh. Dalamnya pemahaman akan fikrah Islam ini hanya bisa didapatkan dari proses pengkajian Islam yang intensif, yang membahas Islam dari akar hingga ke cabangnya, yaitu pengkajian yang membahas Islam dari sisi akidah hingga ke syariatnya. Wallahu a’lam bisshawwab. []
Masya Allah. Luar biasa pengaruh akal saat dipandu dengan fikrah Islam