Musibah dan Cubitan Kecil dari Allah

"Allah mengajak kita berkaca akan hakikat diri. Betapa hinanya diri, menikmati hidup tanpa tau cara bersyukur. Melawan-Nya dengan sikap jemawa, congkak sekali. Allah sengaja memberikan peringatan tersebut agar kita bisa berpikir. Punya kekuatan apa kita sehingga berani menentang Allah dan Rasul-Nya?"

Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Tahun 2022 baru saja kita lalui. Namun, bencana demi bencana terus datang silih berganti. Mulai erupsi di Gunung Semeru. Banjir bandang di Jember. Gempa bumi, hingga kecelakaan maut di Balikpapan baru-baru ini. Deretan musibah tersebut, seolah mencubit kita. Mungkin itulah cara Allah Swt. memperingatkan kita. Karena kerap mendurhakai perintah dan larangan-Nya.

Ya, betapa banyak manusia saat ini mendustakan kebenaran dari syariat Tuhan-Nya. Kendati dia muslim, namun pada syariat-Nya sendiri dia alergi, melawan dan merasa anti. Keimanan tersungkur di bawah sikap takabur dan kepongahan hati. Melawan perintah Rabb dengan begitu percaya diri.

Lihatlah! Bagaimana islamofobia begitu mengakar tertanam dalam benak umat. Simbol-simbol Islam dituduh lambang terorisme. Beberapa pasantren tempat mendidik generasi yang beriman dan bervisi Rabbani dicurigai sarang teroris. Sejumlah hamluddakwah dikekang geraknya, dipersekusi. Tidakkah ini terkategori sikap durhaka? Mencurigai ajaran Islam yang mulia, apa bedanya dengan menista?

Di sisi lain, gerakan-gerakan seperti kaum yang benderanya menyimbolkan pelangi diberi ruang. Atas nama hak asasi syariat Allah dipelintir sesuka hati. Kebijakan demi kebijakan pun tak kurang zalimnya. Utang membengkak, pajak kian meninggi. Kemiskinan menjerat, sementara harta kekayaan milik rakyat dibiarkan diprivatisasi atas dalih investasi demi mendongkrak kemajuan ekonomi.

Jelas, ini adalah bentuk kedurhakaan lain yang mampu mengundang azab atas jemaah. Tak salah jika Allah akhirnya murka dengan mendatangkan berbagai bencana. Bencana itu ada yang datang untuk menguji mereka yang bertakwa, untuk menaikkan derajat mereka atas kesabarannya, Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda,
 
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً ، أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً 

“Tidaklah seorang mukmin terkena duri dan lebih dari itu melainkan Allah akan mengangkat derajat dengannya, atau dihapuskan kesalahannya dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya saja, musibah berupa ujian bagi orang-orang yang bertakwa, bisa saja teguran dan peringatan bagi yang lena. Khususnya bagi yang hidup dengan sikap maksiat, fasik, bahkan zalim. Karenanya, alih-alih bersabar terhadap musibah dengan topeng sekularisme, introspeksi dan memperbaiki diri itulah yang Allah kehendaki. Karena, sungguh! Tidaklah musibah itu terjadi, kecuali akibat ulah tangan kita sendiri. Allah Swt. berfirman,

وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ..

“Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa: 79)

Perlu dicamkan! Ada banyak tindakan kita baik pribadi maupun berjemaah yang tergolong melawan-Nya. Banyak sekali. Sehingga wajar, Allah datangkan berbagai musibah untuk menegur manusia yang amat melampaui batas. Allah mengajak kita berkaca akan hakikat diri. Betapa hinanya diri, menikmati hidup tanpa tau cara bersyukur. Melawan-Nya dengan sikap jemawa, congkak sekali. Allah sengaja memberikan peringatan tersebut agar kita bisa berpikir. Punya kekuatan apa kita sehingga berani menentang Allah dan Rasul-Nya?

Lihatlah bagaimana musibah itu terjadi! Jika sudah menjadi ketetapannya, tak ada yang mampu menghindari? Sekonyong-konyong tanpa alarm pemberitauan gempa datang meluluhlantakkan bangunan. Gunung mengeluarkan abu vulkanik yang mematikan. Banjir bandang yang membuat warga kehilangan harta benda. Pun kecelakaan maut di Turunan Rapak yang viral baru-baru ini, siapa sangka jika rem akan macet dan tak berfungsi?

Berbagai musibah tersebut, seharusnya cukup menjadi cambukan bagi kita. Kenyataanya, kita hanyalah makhluk kecil di hadapan Tuhan yang Mahasegala. Tak ada daya dan upaya. Kerdil sekali hingga tak sulit bagi Allah untuk menyudahi hidup kita di dunia. Tanpa ada yang mampu mencegah, bahkan sekadar memprediksi ajal di depan mata, kita tak mampu. Lalu apa yang mau disombongkan, lagi?

Hal yang harusnya kita pahami di kehidupan kita yang singkat ini. Sebagaimana Allah memberi kita ujian berdasarkan kemampuan, maka teguran pun memiliki tingkatannya. Jika teguran yang berupa cubitan tidak mampu menyadarkan kita, maka Allah naikkan kadarnya menjadi pukulan yang lebih keras. Anggap saja, musibah di depan mata yang senantiasa kita netra hari ini adalah cubitan kecil, maka jika hal itu tidak membuat kita sadar juga. Maka artinya, kita sedang mengikhlaskan diri, menunggu teguran yang lebih keras lagi.

Kira-kira musibah seperti apa yang bisa membuat kita sadar? Musibah bagaimana yang mampu mengurai bebalnya hati? Apa kita menunggu musibah itu datang pada diri kita sendiri? Lalu baru berbenah dan bersikap menyesal? Dan masalahnya, bagaimana jika musibah itu datang berbarengan dengan dicukupkan usia kita di bumi? Apakah kita siap menanggungnya? Pertanyaan-pertanyaan sederhana ini tidak salahnya menjadi renungan pada diri yang egois dan tidak mencerminkan sosok sebagai hamba yang baik. Karena siapa pun kita, takkan pernah lepas dari pertanggungjawaban, sekecil zarah sekalipun perbuatan yang dilakukan di dunia ini.

Apa yang ditanam, itulah yang akan dipetik. Setiap hamba akan menanggung beban dosanya masing-masing. Maka, hal yang serupa juga berlaku pada para pemangku negeri, yang padanya umat memercayakan amanah untuk memimpin bangsa ini. Kelak, setiap kebijakan akan dimintai pertanggungjawaban. Pada apa saja kebijakan yang membawa kesejahteraan. Pun pada satu saja, rakyat yang terzalimi.

Musibah di depan mata, bisa saja cubitan kecil. Maka, cukuplah firman Allah di surah At-Taubah ayat ke-68 sebagai renungan bagi kita. Bagaimana Allah menerangkan kerasnya siksa. Yakni cubitan yang sebenarnya.

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُنٰفِقِيْنَ وَالْمُنٰفِقٰتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ هِيَ حَسْبُهُمْ ۚوَلَعَنَهُمُ اللّٰهُ ۚوَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيْمٌۙ

"Allah menjanjikan (mengancam) orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah (neraka) itu bagi mereka. Allah melaknat mereka; dan mereka mendapat azab yang kekal."

Wallahu'alam…[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Nasib Tragis di Balik Janji Manis
Next
Duhai Ukhti, Perjuangkanlah Penerapan Syariat Islam yang Utuh, Niscaya Laramu Sembuh
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram