"Masa depan kita harus kita sendiri yang mengendalikannya. Jangan mudah terbawa arus. Generasi Islam tidak selemah itu. Keluarlah dari 'cangkang' kebebasan yang ditawarkan Barat. Gaya hidup hedonis yang mereka gaungkan tak seindah dan sekeren pemahaman Islam."
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Gaes, kamu pernah dengar tidak, istilah "Apa yang kau tanam, itu juga yang akan dituai?" Tau tidak, bahwa istilah ini nyata adanya. Takkan pernah meleset. Bahwa apa yang kita lakukan hari ini, itulah yang akan menentukan kita di hari nanti.
Karena istilah ini dekat sekali maknanya dengan pencapaian diri, maka akan lebih dekat lagi maknanya jika dikaitkan dengan hubungan kita dengan Allah Swt. Misalnya, Seseorang yang berlaku kufur terhadap syariat Allah, akan menuai siksa di neraka sebagai balasan atas kekufurannya. Seseorang yang bertakwa dengan mematuhi perintah Rabb dan Rasul-Nya, akan menuai balasan surga atas sikap sabar dan komitmennya dalam beragama.
Tentu, hal ini pun berlaku dalam menentukan masa depan kita. Jika usia muda diisi dengan kegiatan sia-sia. Menghabiskan waktu dengan game, dunia malam yang dipenuhi pesta pora, pergaulan yang tidak islami. Maka jangan heran, jika suatu hari kita hanya akan menjelma menjadi generasi yang tertinggal oleh orang-orang yang berpacu hidupnya dalam rangka memenuhi misi menjadi khairu ummah, yang merupakan amanah dari Tuhan.
Esok saat dewasa, jabatan dan status mungkin saja dapat kita raih. Tapi itu tak lebih hanya sekadar prestisius yang basi. Dari sini loh, lahirnya pribadi-pribadi yang sukanya korupsi yang bisanya hanya menyerang syariat Allah. Mempersekusi para pejuang Islam dan mengkriminalisasikan ajaran-Nya.
Gaes, sukakah kamu menjadi salah satu dari mereka, di mana seluruh penduduk langit dan penduduk bumi yang beriman melaknatnya? Sukakah kamu jika di saat hari pertemuan itu tiba, Allah memalingkan wajah-Nya karena murka?
Tunggu dulu! Siapa yang akan rida memiliki masa depan begitu. Sungguh, setiap muslim tak menginginkan itu. Di mana-mana generasi Islam itu memiliki cita-cita, kelak, akan menjadi pribadi yang berguna bagi agama, bagi umat dan bangsanya. Karenanya, takkan mungkin ada yang bercita-cita sebaliknya. Apalagi mau jadi koruptor kelak dewasa. Tak mungkin.
Hanya saja, dunia ini kejam, gaes! Dunia tak seindah yang kita bayangkan. Terlebih di tengah arus budaya sekularisme yang menghantam. Kita tidak tau, apa yang terjadi esok hari. Tidak ada yang pernah bercita-cita jadi koruptor. Yakinlah! Tak ada cita-cita itu dalam list impian siapa pun. Tapi, para koruptor itu tetap saja ada. Takkan pernah bisa diberantas. Setidaknya dalam sistem kapitalisme saat ini.
Hal ini menandakan, bahwa untuk merealisasikan cita-cita mulia, menjadi pribadi yang baik, berprestasi, memiliki semangat juang serta mau memikirkan umat dan bangsa ini, memerlukan kesungguhan dan komitmen yang dimulai sejak dini. Masa depan yang lebih baik hanya akan dimiliki oleh pribadi yang mempersiapkan hari ini. Seseorang yang mau bergerak ke arah yang lebih positif setiap harinya. Melakukan perubahan kecil dan berani berbeda.
Kenapa harus berani beda? Karena tidak semua orang menerima perubahan. Di saat umat hari ini sudah terbiasa hidup dalam rutinitas yang diulang dalam pusaran budaya sekulerisme, kita harus berpikir berbeda, keluar dari kebiasaan yang dicontohkan turun temurun, dari adat istiadat dan kebiasaan yang jauh dari Islam. Menjadi agen perubahan yang mampu merubah bukan diubah.
Gaes! Masa muda itu hanya sekali. Kesempatan emas ini tidak akan pernah terulang lagi. Waktu yang terus berjalan, takkan menunggu kita berbenah. Walau sedetik sekalipun, sekali ia dilewati, maka selamanya takkan pernah kembali. Maka, alangkah sangat disayangkan. Jika usia yang berharga ini kita biarkan sia-sia. Dengan bertingkah tidak wajar dan tidak sesuai usia.
Ayolah! Kita bukan anak-anak lagi, di mana kita harus selalu diarahkan dalam setiap tindakan. Yang harus diarahkan saat nakal, yang harus diingatkan jika lupa baca basmalah sebelum makan. Ayolah! Pemikiran kita sudah matang, raga sudah dijatuhi taklif. Sekecil zarrah (atom) pun, perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban.
Jika Allah telah mengganggap kita dewasa, yakni telah dijatuhi taklif, tanda perempuan dengan haid, dan laki-laki dengan mimpinya. Maka, kenapa kita harus menganggap diri sebagai anak-anak, menjalani hidup suka-suka kita. Seolah yang taat itu bergaya tua sekali. Kenyataannya kitalah yang ketinggalan dalam berpikir dan bersikap. Taraf berpikir yang rendah membuat kita kehilangan kemampuan membedakan kemajuan dan bersikap jahiliah.
Karena itu, yuk berbenah! Masa depan kita harus kita sendiri yang mengendalikannya. Jangan mudah terbawa arus. Generasi Islam tidak selemah itu. Keluarlah dari 'cangkang' kebebasan yang ditawarkan Barat. Gaya hidup hedonis yang mereka gaungkan tak seindah dan sekeren pemahaman Islam. Lebih baik hidup dengan berkhidmat hanya pada syariat. Dari pada hidup terbawa arus tanpa pengendalian. Berubahlah segera, karena Allah tidak akan mengubah tanpa kita sendiri memiliki kesadaran untuk mengubah diri kita sendiri.
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (Ar-Ra'd: 11)
Lagian, Gaes, apa hebatnya sih hidup dengan mempertaruhkan nafsu, mengejar kesenangan sesaat? Kita hanya akan menyiapkan kekalahan di hadapan dunia, yang tak sepi dari orang-orang yang senantiasa memperjuangkan agama-Nya.
Karenanya, beranilah melawan! Segala bujuk rayu kehidupan hedonisme segera sudahi! Agar kau benar-benar menjadi pemenang, menjadi petarung sejati yang dirindukan zaman. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam: “Petarung sejati (mujahid) adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri. Orang yang hijrah adalah orang yang mampu meninggalkan keburukan.” (HR. Ahmad dan Baihaqi dari Fadhalah ibn `Ubaid).
Wallahu'alam.[]