Kisah Teladan Cinta dan Kasih Sayang Berbalut Rida Ilahi

Cinta berbalut nafsu, cinta tanpa rida ilahi, cinta yang disalahgunakan oleh para insan di muka bumi. Hal ini terjadi karena kaum Muslim sudah terjerat sekularisme dan liberalisme akut yang mendarah daging. Virus ini menjalar ke tubuh umat Islam, terutama generasi muda harapan agama dan bangsa. Gejolak cinta tanpa pondasi agama membuat mereka terlena akan dunia yang fana.

Oleh: Sherly Agustina, M.Ag
(Member Revowriter)

NarasiPost.com - Rasul bersabda: "Ya Allah, berilah aku rezeki cinta-Mu dan cinta orang yang bermanfaat buatku cintanya di sisi-Mu. Ya Allah segala yang Engkau rezekikan untukku di antara yang aku cintai, jadikanlah itu sebagai kekuatanku untuk mendapatkan yang Engkau cintai. Ya Allah, apa yang Engkau singkirkan di antara sesuatu yang aku cintai, jadikan itu kebebasan untukku dalam segala hal yang Engkau cintai.” (HR. At-Tirmidzi).

Manusia terkadang salah kaprah dalam memahami cinta, bahkan dalam menyalurkannya. Seolah cinta adalah nafsu, nafsu adalah cinta dan terjebak dalam kesalahan. Seorang pria merayu sang gadis yang dicintainya, jika benar-benar cinta harus mengikuti apa yang diinginkan kekasihnya. Pun, harus rela berzina hingga ternoda sebagai bukti cinta pada sang pujaan hati.

Cinta berbalut nafsu, cinta tanpa ridha illahi, cinta yang disalahgunakan oleh para insan di muka bumi. Hal ini terjadi karena kaum Muslim sudah terjerat sekularisme dan liberalisme akut yang mendarah daging. Virus ini menjalar ke tubuh umat Islam, terutama generasi muda harapan agama dan bangsa. Gejolak cinta tanpa pondasi agama membuat mereka terlena akan dunia yang fana.

Padahal, Islam sudah memberikan kisah teladan bagaimana cinta dan kasih sayang yang didamba Sang Pemilik hati. Kisah cinta kepada lawan jenis, suami dan istri, kasih sayang ayah pada anak, ibu pada anak, dan kisah persahabatan sejati saling mencintai karena Allah. Semua kisah ini telah terukir dalam sejarah dan patut diteladani.

Kisah Shahabiyah Ummu Sulaim

Namanya terkenang indah dalam sejarah, termasuk dalam perjalanan cinta bertemu kekasih sejati yang ditakdirkan Allah. Dia seorang wanita yang cantik, cerdas dan berakhlak mulia. Nama lengkapnya Ruimasha' Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Hiram bin Jundab bin 'Amir bin Ghanam bin 'Adie bin an-Najaar al-Anshariyah al-Khazrajiyah.

Wanita yang beriman dari kaum Anshar, suami pertamanya bernama Malik Ibnu Nadhar yang saat itu belum beriman. Anaknya bernama Anas, saat beriman suaminya tidak mengizinkan lalu wafat saat perjalanan menuju Syam. Anas diajak beriman oleh Ummu Sulaim, hingga Anas bin Malik menjadi pelayan kekasih Allah, Rasulullah Saw.

Terdengar kabar kemuliaan dan kehormatan Ummu Sulaim di telinga Abu Thalhah, seorang hartawan yang kaya raya namun belum beriman. Dengan penuh cinta dan kekaguman, ia berusaha untuk meminang Ummu Sulaim. Abu Thalhahpun melamar Ummu Sulaim dengan mahar yang mahal sekali beberapa kali. Namun, lamaran itu ditolak Ummu Sulaim. "Tidak sepantasnya aku menikah dengan seorang musyrik."

Hanya keislaman yang Ummu Sulaim inginkan bukan harta yang melimpah. Abu Thalhah bertanya, "Siapakah orang yang akan membimbingku untuk hal itu?" Ummu Sulaim berkata, "Rasulullah Saw."

Ketika melihat Abu Thalhah, Nabi Saw bersabda, "Telah datang kepada kalian Abu Thalhah yang nampak dari kedua bola matanya semangat keislaman." Lalu Abu Thalhah datang dan mengabarkan apa yang telah dikatakan oleh Ummu Sulaim terhadapnya. Abu Thalhahpun akhirnya menikahi Ummu Sulaim dengan mahar yang telah dipersyaratkannya, yakni Islam.

Di masa kini, sedikit sekali Muslimah seperti Ummu Sulaim. Bahkan, yang ada sebaliknya wanita Muslim banyak yang tergiur harta dan dunia yang sementara. Rela mengorbankan harga diri dan kehormatan demi dunia yang tak seberapa. Akidah kaum Muslim sedikit demi sedikit terkikis habis.
Ummu Sulaim memberi teladan betapa akidah manusia sangat mahal harganya dibanding dunia dan seisinya karena akidah modal untuk bertemu dengan-Nya suatu saat nanti.

Kisah Rasulullah dan Ummul Mukminin Khadijah Ra.

Sepasang suami istri teladan sepanjang masa, dikenang indah dalam sejarah. Kisah cinta tak memandang usia, hanya cinta karena Allah semata. Allah yang mempersatukan dengan takdir-Nya, pendamping setia Rasulullah Saw. yaitu Khadijah. Rasulpun tak memandang usia, padahal usia Khadijah jauh di atas Rasul. Sang istri orang pertama yang sangat percaya dan mengimani kerasulan suaminya.

Selalu menghibur saat Rasul gundah menerima risalah, selalu mensupport saat Rasul butuh dukungan. Selalu mendoakan yang terbaik bagi suaminya, selalu membantu dengan seluruh jiwa dan raga bahkan harta untuk dakwah di jalan-Nya. Wajar jika selama Khadijah hidup, hati Rasul tak mendua. Kesetiaan mereka teruji dan terukir indah dalam catatan sejarah. Hidupnya hanya untuk umat, dakwah dan Allah sampai akhir hayat.

Potret teladan bagi para Muslim dan Muslimah terlebih pengemban risalah dakwah. Hidup matinya, nafasnya, denyut nadinya, detak jantungnya semata untuk dakwah dan Allah. Rasul panutannya, suami istri saling mensupport dan mendoakan. Pandangannya nun jauh ke negeri akhirat, karena sadar dunia hanya fatamorgana. Tak tergoda apalagi terlena kehidupan dunia yang hanya sementara.

Miris, di sistem saat ini suami dan istri terbawa arus materialistik. Seolah-olah kebahagiaan hanya bisa diraih dengan materi. Jika bosan, terjadi perselingkuhan di luar rumah. Tak ingat, perjuangan mereka hingga ke pelaminan. Tak ingat, pengorbanan istri mengandung, melahirkan dan membesarkan anak-anaknya dan tak ingat, janji suci yang diucapkan saat akad.

Kisah Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah

Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah adalah ibunda dari seorang imam fiqh terkenal yaitu Imam Syafi'i. Nasabnya ke suku Al-Azd di Yaman, seperti dikuatkan oleh Al-Baihaqi. Menurut sejarawan lain, Fatimah adalah Ahlul Bait. Keturunan Rasulullah Saw dari jalur Ubaidillah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Wanita yang salehah, cerdas, wara', mencintai serta mendidik anaknya sesuai syariah.

Imam Syafi'i yatim sejak kecil, ibundanya merawat Syafi'i dengan penuh perjuangan. Pindah dari Ghaza ke Makkah agar Syafi'i belajar dan bertemu dengan keluarga besarnya dari suku Quraisy. Imam Syafi'i hafal Alquran di usia 7 tahun, satu waktu pada suatu perjalanan dari Makkah ke Madinah, Imam Syafi’i mengkhatamkan hafalan qur’annya sebanyak 16 kali.

Ibundanya mengirim Syafi'i belajar bahasa Arab langsung ke Suku Hudzail. Konon kabilah ini terkenal dengan kefasihan bahasa. Selain itu, Imam Syafi'i hafal kitab Al-muwatha’ karya Imam Malik (gurunya) yang berisikan 1.720 hadis pilihan. Pada umurnya yang ke-15, ia telah diangkat menjadi mufti kota Makkah dan telah diizinkan untuk mengeluarkan fatwa.

Tak cukup sampai di situ, ibunda Syafi'i berpesan bahwa teruslah menuntut ilmu. Bertemu dengan ibundanya di akhirat saja nanti. Begitu patuhnya Imam Syafi'i pada ibunda, akhirnya pergi menuntut ilmu ke Madinah lalu ke Irak. Hingga menjadi ulama yang terkenal dan memiliki banyak murid.

Berbeda jauh dengan kondisi saat ini, di mana anak dimanjakan dengan materi. Jauh dari sikap mandiri dan strugle dalam hidup bahkan terjebak gadget. Jika mengikuti perasaan, pasti seorang ibu rindu lama tak bertemu sang buah hati. Tapi ibunda Syafi'i mendidik anaknya agar menjadi orang yang kuat dan bermanfaat untuk orang lain.

Kasih sayang ibunda membuat Syafi'i hanya memikirkan akhirat dan dia memiliki manfaat untuk orang lain. Bukan kasih sayang yang membuat hati anaknya terlena dengan kehidupan dunia bahkan terjebak pada kemaksiatan. Kisah yang patut diteladani bagi kaum Muslim, khususnya seorang ibu.

Kisah Rasulullah dengan Putrinya Fatimah Az Zahra

Aisyah Radiallahu 'Anha, beliau berkata: "Belum pernah aku melihat orang yang paling mirip dengan Rasulullah dalam berbicara melebihi Fathimah, apabila dia masuk menemui Nabi, maka Nabi berdiri untuk menyambutnya dan menciumnya, serta melapangnya tempatnya. Begitu pula sebaliknya perlakukan Fathimah terhadap Nabi" (H.R. Abu Dawud dalam 'Al-Adab' no. 5217, At-Tirmidzi dalam 'Al-Manaqib' no. 3871, dan Al-Hakim dalam 'Al-Mustadrak' III/154, dishahihkan dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Rasul sangat menyayangi Fatimah, tapi kasih sayangnya tak melemahkan Fatimah. Saat butuh bantuan, Fatimah datang pada ayahnya. Jawabannya bukan seperti yang diharapkan Fatimah. Rasul menjawab dengan hadis yang isinya doa.

“Ini adalah perkataan yang diajarkan Jibril kepadaku. Kalian harus mengulangnya sepuluh kali setelah sembahyang: ‘Mahasuci Tuhan’ [Subhanallah], lalu ‘Segala puji bagi Allah’ [Alhamdulillah], dan ‘Tuhan Maha Besar’ [Allahu Akbar]. Sebelum tidur, kalian harus mengulangnya sebanyak tiga puluh kali" (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasul tegas dalam menerapkan hudud (hukum) Allah, sekalipun terhadap orang yang paling beliau cintai, jika dia terjerumus dalam suatu kesalahan yang mengharuskan untuk dihukum; agar bisa dijadikan teladan, Rasulullah bersabda :

"Wahai manusia, sesungguhnya sesatnya orang-orang sebelum kalian dikarenakan apabila yang mencuri adalah orang-orang yang mulia kedudukannya, maka dibiarkan, akan tetapi manakala yang mencuri adalah orang-orang lemah, maka mereka menegakkan hukum. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya." (HR. Bukhari dalam al-Hudud VIII/16 dan Muslim no 1688).

Kasih sayang ayah pada anaknya membuat anak kuat tidak manja, kondisi saat ini sebaliknya menyayangi tapi seperti memanjakan anak. Akhirnya, mental anak tidak siap dan kuat ketika hidup di luar rumah. Bergantung pada orang tuanya, terkadang salahpun dibela. Sungguh, kasih sayang Rasul sebagai ayah padanya menjadi teladan.

Kisah Persahabatan Rasulullah dengan Abu Bakar Ash Shiddiq

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Baihaqi, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Jika ditimbang keimanan Abu Bakar dengan keimanan seluruh umat, maka akan lebih berat keimanan Abu Bakar.” Abu Bakar adalah sahabat yang paling dicintai Rasul. Mendapat gelar Ash Shiddiq, karena sahabat pertama yang membenarkan kisah Isra' Mi'raj Rasul.

Sahabat yang lembut tapi tegas, selalu membantu Rasul dalam kondisi apapun termasuk hijrah dari Makkah ke Madinah. Abu Bakar mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya. Hingga dakwah Islam bisa berkembang pesat.

Umat Islam jangan terjebak oleh cinta dan kasih sayang yang salah dan membawa pada kemaksiatan serta jauh dari Allah. Islam sudah memberikan teladan dalam kisah cinta dan kasih sayang berbalut rida illahi. Teladani jika ingin mendapat ridha dan syurga-Nya Allah.

Allahu A'lam bi ash Shawab.

Picture Source by Google

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Sherly Agustina M.Ag. Kontributor NarasiPost.Com dan penulis literasi
Previous
Agar Hijab Tidak Dihujat, Butuh Perisai Umat
Next
Pernikahan Indah Dalam Bingkai Islam
1 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Naskah yang mengugah, keren. Banyak kisah teladan yang wajib diikuti.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram