"Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), sebab Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian dari yang lain (perempuan), dan sebab mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang salihah, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri mereka di kala (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)." (QS. An-Nisa': 34)"
Oleh. Aya Ummu Najwa
NarasiPost.Com-Hidup di zaman yang didominasi oleh sekularisme kapitalisme serta liberalisme seperti sekarang ini sungguh sangatlah sulit. Tak terkecuali bagi keluarga muslim. Di mana setiap aspek kehidupan berlangsung dengan tidak menerapkan Islam. Kehidupan saat ini telah didominasi oleh ideologi atau paham kebebasan, serta sekularisme yang menjauhkan manusia dari aturan agama. Begitu pun dengan kapitalisme, paham yang menuhankan materi, membuat banyak keluarga muslim porak-poranda dan meninggalkan profilnya sebagai keluarga muslim demi mengejar materi ini.
Padahal Allah telah memerintahkan setiap keluarga muslim untuk mewujudkan profil keluarga yang bangga menunjukkan identitas kemuslimannya. Keluarga muslim yang bangga menjadikan ideologi Islam sebagai warna jati dirinya yang terang benderang, bukan muslim yang abu-abu, yang malu-malu dan setengah-setengah dalam menjalankan agamanya. Mereka akan menjadi syiar Islam, menebarkan kebaikan dan keagungan Islam ke seluruh penjuru dunia. Namun sayangnya masalah demi masalah terus dihadapi oleh keluarga muslim saat ini. Mereka terus dikepung dengan pemahaman-pemahaman rusak dan merusak, pemahaman kesetaraan, kebebasan, yang tidak mengindahkan syariat Islam.
Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang muslim untuk mulai mencari tahu serta membangun bagaimana profil keluarga muslim ideologis itu. Mulai mencari langkah-langkah apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkan profil tersebut.
Maka langkah pertama yang harus dipersiapkan oleh keluarga muslim untuk menjadi keluarga muslim ideologis adalah tentu saja fondasi dari bangunan keluarganya yaitu akidah Islam. Yaitu keimanan kita. Karena sejatinya hidup kita di dunia ini, termasuk di dalam berkeluarga adalah dalam rangka beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surah Adz-Dzariat ayat 56 berikut
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku."
Inilah fondasi dari keluarga ideologis, yaitu dengan menjadikan Islam sebagai dasar kehidupannya. Sehingga dari dasar itu akan melahirkan aturan yaitu syariat Islam. Karena keluarga muslim ideologis adalah keluarga yang standardisasi baik-buruk, benar-salah, dilakukan atau ditinggalkannya suatu tindakan, bukan mengikuti hawa nafsu dan keinginan manusia, melainkan mengikuti panduan syariat Islam.
Kedua, keluarga muslim ideologis adalah keluarga yang sama-sama memiliki visi misi berkeluarga yang jelas, yaitu mewujudkan sakinah mawaddah warahmah di dunia. Firman-Nya dalam surah Ar-Rum ayat 21, Allah menyebutkan bahwa di antara hikmah berkeluarga adalah untuk mewujudkan sakinah mawaddah warahmah, yaitu keluarga yang tenteram, saling berkasih sayang dan saling mengasihi sesama anggota keluarga, yang kemudian diiringi dengan visi akhirat, yaitu bagaimana supaya keluarga ini nanti bisa masuk surga bersama-sama. Maka, visi misi ini harus dipahami oleh seluruh anggota keluarga. Karena jika di akhirat nanti keluarga ini ingin masuk surga bersama-sama. Maka visi misi ini tentu bukan hanya dimiliki oleh suami saja atau oleh istri saja, atau oleh orang tua saja. Akan tetapi suami, istri, anak, serta orang tua, harus memahaminya. Sehingga semua anggota keluarga bersama bahu-membahu untuk mewujudkan visi misi ini.
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan bagimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum: 21)
Ketiga, keluarga muslim ideologis adalah keluarga yang masing-masing anggota keluarga memahami hak dan kewajibannya dan berupaya optimal untuk melaksanakan hak dan kewajiban tersebut. Akan tetapi tentu saja hak dan kewajiban ini bukan berdasarkan hawa nafsu semata. Namun memang lahir dari dasarnya yaitu akidah Islam. Maka pembagian peran dan kewajiban pun berdasarkan syariat Islam. Sebagaimana Allah menyebutkan dalam Al-Qur'an surah An-Nisa' ayat 34.
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٞ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ
"Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), sebab Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian dari yang lain (perempuan), dan sebab mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang salihah, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri mereka di kala (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)." (QS. An-Nisa': 34)
Ketika suami diberikan tanggung jawab atau kedudukan sebagai pemimpin atas istri dan anak-anaknya, maka ini tidak dipandang sebagai ketidakadilan pada perempuan. Jadi ketika suami memimpin, istri harus taat. Bukan seperti yang sekarang sedang terjadi dalam keluarga yang didominasi oleh sekuler kapitalisme atau keluarga moderat. Ketika ada perbedaan kedudukan dan peran, maka itu dianggap memuliakan satu pihak dan merendahkan pihak yang lain. Sehingga banyak terjadi gugatan oleh pihak perempuan. Karena merasa diperlakukan tidak adil. Padahal, adanya perbedaan peran ini justru dalam rangka menuju kesakinahan. Agar dapat saling membantu dan bekerja sama. Maka, setiap anggota keluarga ideologis harus memahami perannya masing-masing, kemudian berupaya untuk melaksanakan peran itu dengan sebaik-baiknya, bukan hanya seadanya, suami berusaha menjadi pemimpin dan penanggung jawab yang baik, istri akan berusaha untuk menjadi istri salihah yang menyenangkan suami, ibu pendidik yang akan mengurus dan mendidik anak-anaknya.
Keempat, keluarga muslim ideologis akan menumbuhkembangkan serta menyuburkan suasana saling menasihati, amar makruf nahi mungkar. Karena keluarga muslim ideologis itu bukanlah keluarga kumpulan para malaikat yang tidak pernah salah. Suami istri bisa salah, anak, juga orang tua, sebagai manusia sangat mungkin berbuat salah. Akan tetapi yang penting dipahami adalah bagaimana supaya kesalahan tersebut tidak berlarut-larut. Karena itulah dalam keluarga ini harus ditumbuhkan rasa saling menasihati, menunjukkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Yang harus dipahami pula adalah standar baik dan buruk, salah atau benar menurut syariat. Jadi dikatakan suami atau istri itu salah jika telah melanggar hukum syarak di dalam berkeluarga.
Kelima, bahwa suasana di dalam keluarga muslim ideologis itu bukan suasana persaingan apalagi permusuhan. Istri dengan suami bermusuhan, anak dengan orang tuanya saling konflik, tentu tidak demikian. Akan tetapi suasana yang dikembangkan adalah suasana fastabiqul khairat, berlomba-lomba di dalam ketaatan dan kebaikan. Masing-masing fokus bagaimana menjalankan hak dan kewajibannya yang ditentukan oleh Allah. Sehingga dengan pelaksanaan kewajiban yang sebaik-baiknya itu, maka dia akan mendapatkan nilai kebaikan, nilai ketaatan di sisi Allah.
Keenam, keluarga muslim di ranah biologis bukanlah keluarga eksklusif. Ia bukanlah keluarga yang fokus perhatiannya hanya untuk keluarga mereka sendiri. Namun ia merupakan bagian dari masyarakat dan kaum muslim yang lain. Sehingga keluarga ideologis ini merasa terpanggil dan peduli kepada nasib kaum muslim, yaitu masyarakat di sekitarnya. Ketika mereka melihat kemungkaran dan pelanggaran hukum syarak di masyarakat, maka mereka terpanggil untuk beramar makruf nahi mungkar. Demikian pula, ketika mereka mengetahui bahwa harus ada kewajiban-kewajiban atau ada hukum syarak yang belum dilaksanakan di dalam masyarakat, maka mereka terpanggil untuk menyeru kaum muslim yang lain untuk sama-sama melaksanakan hukum syarak tersebut.
Sungguh profil keluarga muslim ini tidak akan mungkin terwujud dalam dominasi sistem kapitalisme sekuler seperti sekarang ini. Karena profil keluarga yang ditetapkan oleh sekularisme dan kapitalisme justru mengagung-agungkan kebebasan hawa nafsu, sementara keluarga muslim ideologis justru mengedepankan ketaatan pada syariat. Jika pun ada, mungkin hanya sedikit keluarga yang bisa menerapkan ideologi ini, bahkan sulit karena ia bertentangan dengan apa yang terjadi di masyarakat.
Maka, kehadiran keluarga muslim ideologis akan lebih mudah terbangun ketika memang kondisi masyarakat juga kondusif. Di saat masyarakat juga sudah memahami bahwa profil keluarga yang seperti inilah yang harus diwujudkan. Namun sebaliknya, ketika masyarakat justru memiliki pemahaman yang bertentangan, boleh jadi profil ini dianggap asing dan aneh, ekslusif dan bahkan radikal yang dianggap sebagai benih teroris. Maka penting sekali menyamakan standar pemahaman antara keluarga dan masyarakat. Untuk itulah sangat penting dilakukan upaya pencerdasan dan dakwah di tengah masyarakat, yang dilakukan oleh individu-individu yang lahir dari keluarga muslim ideologis ini, sehingga kemudian lahirlah masyarakat yang juga ingin mewujudkan profil keluarga muslim ideologis.
Akan tetapi hal ini saja tidak cukup, karena kehidupan bermasyarakat dinaungi oleh kebijakan-kebijakan institusi negara, yang akan menerapkan program program yang menerapkan kebijakan-kebijakan kehidupan yang sangat berpengaruh terhadap keluarga. Seperti kebijakan pendidikan, ekonomi, peradilan, sosial dan sebagainya. Ketika aturan yang diterapkan oleh negara tidak sama atau bahkan bertentangan dengan yang ditanamkan di dalam keluarga muslim, maka ini akan berat dan sulit untuk menjaga keistikamahan di dalam standar-standar keluarga muslim.
Maka, harus dilaksanakan dakwah di tengah-tengah masyarakat, agar ada kesadaran untuk mengubah dominasi sistem sekuler liberal ini. Yaitu yang memengaruhi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh negara. Sehingga kebijakan yang diambil oleh negara adalah kebijakan yang lahir dari akidah Islam, yang kemudian memunculkan sistem atau syariat Islam, dan syariat itulah yang kemudian akan diterapkan oleh negara, atau dalam fikih Islam disebut Khilafah Islam yang dirahmati Allah.
Tentu setiap muslim merindukan hadirnya institusi yang akan memudahkan mereka mewujudkan kebahagiaan di dunia serta keselamatan di akhirat kelak. Oleh karena itu, maka penting sekali untuk setiap individu muslim berdakwah, ikut berkontribusi dalam upaya mencerdaskan umat, supaya apa yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat bukanlah keluarga moderat, tapi keluarga muslim yang taat syariat secara kaffah, keluarga muslim ideologis yang akan membawa keselamatan dunia maupun akhirat.Wallahu a'lam.[]