Tentang Rezeki

Kita sering terlupa bahwa rezeki banyak macamnya. Tidak melulu tentang uang, benda berharga, ataupun makanan. Dapat bangun di pagi hari dengan penglihatan yang sehat, tubuh kuat, pikiran tenang, merasa ringan untuk ibadah, itu semua juga rezeki.


Oleh: Ummu Hany

NarasiPost.com - "Loh, dik. Ini bajumu terbawa," tanya Khaira pada sang adik. "Ndak, mbak. Itu memang untuk njenengan." Terpaku Khaira mendengar jawaban dari seberang sana. Lantunan syukur dan doa terucap mengiringinya. Pas sekali sudah lama ia menginginkan baju berwarna merah muda. Bukan sebab tak mampu membeli tapi ia belum punya alasan untuk memiliki. Bak memetik buah kesabaran, kini ia mendapatkan hadiah idaman. Tepat saat ada baju di lemari sudah layak untuk dikeluarkan.

"Nduk, ini muat ndak untukmu? Sama Emak kekecilan. Masih baru." Khaira mengambil sendal yang Emak tunjukkan. Masyaa Allah lagi-lagi model yang sudah lama memikat hati. Ukurannya pas sekali. Senyum Khaira mekar meluapkan rasa syukur dalam diri.

Satu lagi kisah, yang sering sekali Khaira dapati. Seperti malam itu, ketika buah hati tak mau makan nasi. Di tengah bujuk rayu Khaira pada anaknya, datang ketukan menyela. Masyaa Allah ubi goreng kesukaan ana-anak rupanya. Tidak butuh waktu lama, rezeki yang datang di saat tepat itu habis tak bersisa.

Inilah rezeki. Mendapatkan sesuatu yang diperlukan meski tidak dari kantong sendiri. Inilah rezeki apa-apa yang kita gunakan dan rasakan manfaatnya untuk diri dan orang lain. Bukan harta yang kita timbun memenuhi rekening pribadi. Bukan hektaran tanah yang bersertifikat atas nama diri namun tidak memberi arti hakiki. Bukan rumah yang berjajar indah dan rapi namun tidak berpenghuni. Bukan pula anak-anak dan pasangan hidup yang lalai pada pencipta diri.

Namun tidak sedikit dari kita merasa kekurangan rezeki. Berkeluh kesah di tengah banyak nikmat yang Allah beri. Punya suami yang sedikit bicara timbul resah di hati. Padahal sudah kenal bertahun-tahun akan sifat sang pujaan hati. Suami kurang peka merasa tidak dihargai, padal tidak memberikan pengertian seperti apa maunya diri. Hingga diri lupa mensyukuri nikmatnya masih Allah beri pasangan hidup di dunia ini.

Sering pula terjadi, ketika anak tak mau diam dan aktif bereksplorasi membuat lisan mengomel tiada henti. Padahal tahu anak sedang bejar dan mengembangkan potensi. Mengedepankan suudzon dalam menanggapi hal yang tak sesuai dengan keinginan hati memang menjadi cela untuk menyusupnya kufur akan nikmat yang ada pada diri.

"Sudah tanggal tua aja. Uang sudah nipis. Stok di kulkas tinggal tahu tempe dan ikan asin. Masak apa ya besok?" Masih punya rezekipun cemas dengan hari esok. Apa yang kita miliki hari ini jadi terasa tak berarti.

"Duh, hujan terus. Padahal mau ke pasar. Gagal deh belanja untuk stok seminggu." Sampai rahmat Allahpun dianggap sesuatu yang menghalangi rasa syukur di dalam hati. Naudzubilla min dzalik.

Belum bisa punya rumah, merasa hidup begitu susah. Padahal Allah mampukan untuk menyewa sebuah rumah yang nyaman untuk berlindung dari terik mentari dan guyuran hujan. Yah begitulah kita selalu tidak puas dengan apa yang kita punya. Hingga tidak sedikit yang mengambil jalan pintas menempuh langkah yang tak Allah suka demi mewujudkan impian hidup berkecukupan harta. Terlupa akan sabda Rasulullah sang teladan utama:

"Manusia selalu mengatakan, 'Hartaku… hartaku…' padahal hakikat dari hartamu – wahai manusia – hanyalah apa yang kamu makan sampai habis, apa yang kami gunakan sampai rusak, dan apa yang kamu sedekahkan, sehingga tersisa di hari kiamat." (HR. Ahmad 16305, Muslim 7609 dan yang lainnya).

Sungguh kita hanya butuh makanan

Kita sering terlupa bahwa rezeki banyak macamnya. Tidak melulu tentang uang, benda berharga, ataupun makanan. Dapat bangun di pagi hari dengan penglihatan yang sehat, tubuh kuat, pikiran tenang, merasa ringan untuk ibadah, itu semua juga rezeki. Memiliki teman yang selalu mengingatkan pada Allah itupun rezeki. Mempunyai pasangan hidup bertanggung jawab meski tak pandai mengutarakan perasaan juga nikmat yang patut kita syukuri.

Kita hanya perlu fokus pada nikmat agar tidak lupa diri. Sesekali melihat kehidupan di bawah kita agar syukur terus bertahta. Betapa banyak orang di luar sana yang memiliki kekurangan dibandingkan kita. Satu lagi yang perlu kita tanamkan dalam diri. Bahwa setiap kehidupan mempunyai ujiannya tersendiri. Setiap orang juga Allah bekali dengan potensi sebagai bekal menghadapi setiap masalah yang menghampiri.

Semoga kita termasuk hamba Allah yang pandai memanfaatkan rezeki. Menjadikan setiap apa yang Allah anugerahkan menjadi modal memperoleh keberkahan dari Ilahi Robbi.

Picture Source by Google

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Hany Kontributor NarasiPost.Com
Previous
RUU Pemilu Diskriminatif, Bukti Semrawutnya Demokrasi
Next
Masih Takut Berdakwah?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram