Bagi seorang Muslim, pendefinisian bahagia harus jelas. Ia memastikan bahagianya di dunia harus berkorelasi dengan bahagia di akhirat.
Oleh. Novianti
NarasiPost.Com-Bahagia adalah dambaan setiap manusia. Namun, banyak manusia keliru mendefinisikan bahagia, sehingga hidup yang dijalaninya justru makin menjauhkan dari apa yang diinginkan.
Bagi seorang Muslim, pendefinisian bahagia harus jelas. Ia memastikan bahagianya di dunia harus berkorelasi dengan bahagia di akhirat. Jika bahagia untuk dunia saja yang diutamakan, pasti rugi di akhirat.
Seorang psikolog, Maslow, berpendapat soal kebahagiaan, yakni tatkala seseorang sudah terpenuhi semua kebutuhannya. Kebutuhan paling mendasar yaitu kebutuhan fisik, berikutnya kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan dihargai serta puncaknya adalah mampu menunjukkan eksistensi diri.
Namun, di era kapitalisme liberalisme saat ini, dimana ukuran kebahagiaan adalah materi dan kebebasan menunjukkan sebaliknya. Banyak jiwa-jiwa yang kosong meski sudah memperoleh segala kenikmatan dunia.
Artis Korea, artis Hollywood seperti Kim Ji Hoo, Jonghyun SHINee, Robin Williams, Whytney Houston, contoh sederet manusia yang berlimpah dengan kenikmatan dunia tapi gagal menemukan kebahagiaan. Padahal mereka memperoleh semua yang diinginkan banyak orang. Fisik nyaris sempurna, tinggal di rumah mewah, terkenal, dan banyak dipuja.
Wajarlah, ukuran bahagia ala modern ini mulai dipertanyakan seiring dengan banyaknya permasalahan kesehatan jiwa manusia. Prof. Dr. Mohd. Kamal Hasan, mengidentifikasi kondisi ini menunjukkan rusaknya peradaban. Kemajuan ekonomi meningkat namun permasalahan manusia bertambah hingga menimbulkan dampak sosial yang negatif dan makin meluas.
Bagi seorang Muslim, bahagia adalah tatkala seseorang mampu menghambakan dirinya kepada penciptanya. Tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah ( QS. Al Dzariyat ; 54). Bahagia diraih jika berhasil menjalani peran sebagai hamba.
Selayaknya hamba, tentu akan mengikuti semua keinginan tuannya, tidak membantah apa yang diperintahkan dan tidak berpaling dari yang sudah menjadi kewajibannya. Mempercayakan semua kebutuhannya terpenuhi oleh tuannya.
Setiap hari kita menyatakan diri menjadi hamba Allah. Setiap salat berikrar, hanya kepadaMu kami menyembah. Namun, janji itu tidak terealisasi. Fokus perhatian sandaran, meminta, pembelaan bukan pada Allah.
Di dunia hanya ingin bersenang-senang, terlepas dari aturan Allah. Perhatiannya hanya pada kepentingan diri sendiri. Mencari rizki tanpa memperdulikan halal atau haram. Mengingkari syariatNya bahkan mendudukkannya lebih rendah dari hukum buatan manusia.
Manusia yang gagal menghamba, pasti gagal bahagia. Hidup tanpa kesadaran utuh, tidak tahu tujuan sebenar-benarnya. Padahal setiap manusia berasal dari Allah dan pasti menuju Allah. Mau berbuat sesuka apapun, kematian pasti akan menghampirinya. Tidak bisa diundur atau dipercepat.
Mari istirahat sejenak, apa yang sebenarnya kita cari? Bahagiakah diri ini di saat jiwa kosong dari kalam Ilahi? Larut dalam keriuhan dunia luar, tak punya waktu untuk melihat dunia di dalam diri. Dunia ini hanya semu dan sementara, akhirat adalah nyata dan selamanya.
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit”
(QS. Ath-Thaha: 124).[]
Photo : Google Source
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]