Ide liar rahim sintetis ini bak melawan kuasa Tuhan. Inilah yang terjadi bila ide dan inovasi mendobrak halal dan haram yang telah Allah perintahkan untuk manusia jalankan.
Oleh. Nay Beiskara
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"We should be investing in technology that makes having kids much faster, easier, cheaper, and more accessible." Inilah komentar Sahil Lavingia, salah satu petinggi teknologi, kala menanggapi cuitan Elon Musk mengenai kekhawatirannya akan populasi dunia yang kian menurun. Menurutnya, dengan penggunaan rahim sintetis dapat menghasilkan keturunan dalam waktu singkat, mudah, dan lebih murah. Tentu ide liar ini memunculkan banyak pro dan kontra di tengah masyarakat luas, terutama di negeri-negeri muslim.
Rahim Sintetis, Bukan Wacana Baru
Wacana pembuatan rahim sintetis bukanlah hal yang baru. Peneliti dari negeri Paman Sam telah melakukan serangkaian percobaan untuk membuat teknologi buatan ini sejak 2017. Uji coba pun telah dilakukan dengan menggunakan bayi domba yang lahir prematur. Rahim sintetis sendiri yang dimaksud adalah biobag atau sejenis kantung berbentuk bulat seperti balon. Biobag tersebut kemudian akan diisi air, mineral, serta nutrisi selayaknya air ketuban pada rahim. Tujuan ditemukannya teknologi ini pada awalnya untuk meningkatkan harapan hidup bagi bayi yang terlahir secara prematur (Bocahindonesia.com, 14/02/2022). Namun, pada perkembangannya memunculkan ide untuk digunakan pada bayi manusia.
Proses penelitian rahim sintesis ini membutuhkan proses yang panjang dan bukan tanpa kendala. Liputan6.com (02/06/2023) melansir bahwa saat ini Profesor Katsuhiko Hayashi, seorang ahli biologi stem cell di Kyushu University, tengah melakukan penelitian ini dengan menggunakan dua jantan pengerat untuk menghasilkan seekor bayi tikus. Secara teori, proses tersebut bisa direplikasi pada manusia. Namun, ia memperkirakan metode reproduksi buatan ini membutuhkan waktu sekitar setengah dekade agar sel yang dihasilkan mirip sel telur pada manusia. Pengujiannya pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar, yakni 10 hingga 20 tahun. Selain itu, yang juga harus diketahui bahwa proses di laboratorium rentan terjadinya mutasi dan kesalahan pada cawan biakan sehingga banyak kemungkinan menemukan kegagalan.
Di tempat berbeda, Prof. Jacob Hanna dari Departemen Genetika Molekuler Weizmann menyatakan bahwa para ilmuan kini mengetahui cara mengembalikan sel-sel dewasa ke stemness. Akan tetapi, untuk menumbuhkan sel di tingkat stemness menuju sel-sel yang berdiferensiasi hingga membentuk organ-organ dengan tugas khusus dan sempurna, diakui amat sulit. Ia menambahkan, sel-sel khusus yang dicoba untuk diproduksi sering kali menyimpang dan membentuk jaringan yang tidak beraturan (Nationalgeographic.grid.id, 07/08/2022).
Apa Kata Islam?
Penggunaan rahim sintetis pada manusia masih menjadi polemik tersendiri di tengah masyarakat muslim. Pasalnya, manusia bukanlah hewan yang perkembangbiakannya bisa direkayasa sesuka hati manusia. Akan tetapi, ia adalah makhluk yang telah Allah Swt. ciptakan dengan sempurna, memiliki pikiran dan hati, serta bentuk yang sebaik-baiknya. Ini sebagaimana yang tercantum dalam surah At-Tiin ayat 4, "Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."
Manusia juga bukan benda yang tidak memiliki potensi kehidupan. Allah Swt. telah membekali manusia dengan berbagai potensi kehidupan berupa akal, naluri, dan kebutuhan jasmani yang dengannya manusia bisa bertahan hidup di dunia. Allah Swt. telah menciptakan manusia sekaligus memuliakannya. Hal ini telah Allah Swt. sampaikan dalam Al-Qur'an yang mulia, yakni surah Al-Isra' ayat 70, “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” Oleh karena itulah, manusia tidak boleh diperlakukan selayaknya hewan ataupun benda. Solusi untuk menyelesaikan permasalahan populasi manusia pun akhirnya tidak elok dan jauh dari etika bila menggunakan rahim sintetis seperti yang diujikan pada hewan.
Islam memandang bahwa perkembangbiakan atau pelestarian jenis manusia hanya dapat dicapai dengan menjalin ikatan yang halal, yaitu menikah. Menikah merupakan separuh agama. Ia adalah ibadah terpanjang dalam kehidupan seorang muslim. Di dalamnya terdapat tujuan melestarikan keturunan, menjaga nasab, dan pelaksanaan hak & kewajiban yang telah Allah Swt. tentukan d dalam keluarga.
Memang benar bahwa dalam penggunaan teknologi rahim buatan ini ada beberapa manfaat yang dapat diraih. Selain untuk memperpanjang harapan hidup bayi yang terlahir prematur, teknologi ini akan memberikan manfaat bagi pasangan yang mandul atau sulit memiliki anak. Namun, pihak-pihak tertentu seperti pasangan sesama jenis, calon orang tua tunggal, dan dalam kasus ibu pengganti, ternyata juga dapat memanfaatkan teknologi ini (Liputan6.com, 02/06/2023). Bayangkan bila teknologi ini berhasil dan diaplikasikan pada manusia. Akan ada banyak bayi-bayi yang terlahir tanpa rahim seorang ibu dan ketidakjelasan ayahnya. Bila sudah seperti itu, kekacauan nasab pun menjadi sebuah keniscayaan. Subhanallah!
Sistem kehidupan saat ini yang lahir dari akidah sekularisme memang meniadakan peran keimanan. Teknologi canggih yang diciptakan tidak sedikit yang mendobrak nilai-nilai agama. Sistem ini hanya mengedepankan nilai materi dan menihilkan yang lainnya. Tidak heran bila teknologi yang dihasilkan bak melawan kuasa Tuhan dan melanggar aturan-Nya. Alhasil, bukannya menyelesaikan masalah yang ada, justru menambah masalah baru. Ide liar rahim sintetis ini bak melawan kuasa Tuhan. Inilah yang terjadi bila ide dan inovasi mendobrak halal dan haram yang telah Allah perintahkan untuk manusia jalankan.
Lain halnya dengan Islam, negara di dalam Islam berkewajiban menerapkan aturan Islam kaffah demi menjaga kelangsungan hidup manusia. Kaitannya dengan menjaga nasab, Islam memiliki seperangkat aturan yang ampuh untuk menjaganya. Misalnya, Islam hanya memberikan jalan untuk menghasilkan keturunan dengan menikah. Kalaupun ada pasangan muslim yang sulit memiliki anak dan mencoba memanfaatkan kecanggihan teknologi, benih awalnya haruslah dari pasangan yang halal. Haram bila menggunakan benih dari pasangan yang berbeda. Hal ini dilakukan agar nasab calon anak jelas dan terpelihara karena kejelasan nasab berkaitan dengan hak dan kewajiban yang ia akan terima dalam sebuah keluarga kelak.
Dalam ranah publik, negara Islam akan menerapkan sistem pergaulan Islam. Di antaranya dengan mengedukasi masyarakat untuk menutup aurat dengan sempurna, tidak berkhalwat antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, tidak berikhtilat kecuali dalam kondisi yang dibolehkan hukum syarak, tidak bertabaruj, senantiasa menundukkan pandangan pada lawan jenisnya, dan juga men-takedown dan mem-blockout semua situs daring yang menyebarkan konten pornoaksi dan pornografi. Negara pun akan mencegah perluasan ide-ide eljibiti masuk ke tubuh kaum muslim. Jika ada warga negara yang melanggar, akan ada sanksi berat yang siap menantinya.
Aturan dan sanksi yang tegas dalam Islam akan menjamin terpeliharanya urusan nasab ini. Negara tidak akan memberikan peluang sedikit pun untuk terjadinya perilaku yang mampu merusak nasab karena secara fitrah, seorang anak akan bertanya tentang asal-usulnya. Selain itu, nasab berperan penting dalam perkara pernikahan, perwalian, nafkah, juga hak waris sehingga baik individu, masyarakat, maupun negara harus menjaga kemurnian nasab ini. Dengan menjaga kemurnian nasab maka urusan agama akan terpelihara juga.
Inilah cara Islam menjaga kemurnian nasab seorang anak. Sesungguhnya, Islam tidak melarang adanya ide dan inovasi teknologi yang mampu memudahkan hidup manusia, tetapi ide dan inovasi tersebut haruslah sesuai dengan standar Islam, yakni halal dan haram. Wallahua'lam bishawab.[]
Manusia kalau dibiarkan menggunakan akalnya saja tanpa aturan agama, akan nggladrah dan sak karepe dhewe. Ujung-ujungnya membawa kerusakan bagi dirinya sendiri. Astaghfirullah ....
Begitulah kalau manusia dibiarkan berjalan sesuai hawa nafsunya, ketetapan syariah diabaikan bahkan ditiadakan