Kleptomania, Berbahayakah Ia?

"Penderita kleptomania mencuri karena ada desakan dalam dirinya yang tidak bisa ditahan. Pencurian biasanya terjadi tanpa perencanaan atau spontan. Tiba-tiba saja bisa muncul dorongan kuat dalam dirinya untuk mencuri."

Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- “Ih, punya mobil Mercy tetapi kok mencuri cokelat, sih! Apa enggak malu tuh kendaraannya aja mewah, masa bayar cokelat ogah!? Sudah gitu malah marah-marah lagi waktu ketahuan. Sewa pengacara juga dia buat mengintimidasi si pegawai minimarketnya” cerocos Yuyum bak netizen julid.

“Sabar, Buk! Sekarang sudah damai kok mereka,” jawabku sambil menahan geli melihat bibirnya yang monyong-monyong pertanda emosi.

“Eh, kudengar katanya si pencuri itu mengidap klepto gitu. Dia enggak sadar kalau mengambil cokelat di minimarket. Tahu-tahu itu cokelat sudah di dalam tasnya!” kataku lagi.

Kami membicarakan berita yang baru-baru ini viral di mana-mana. Seorang wanita yang kedapatan mengutil barang. Netizen pun murka begitu tahu si pengutil yang punya Mercy tersebut datang bersama pengacaranya memaksa pegawai toko yang memergokinya untuk meminta maaf. Beberapa menduga jika ia mengidap kleptomania. Menurut pengakuan keluarganya, si ibu memang memiliki kebiasaan "unik" sehingga terjadilah pencurian cokelat tersebut.

Benar tidaknya si pencuri cokelat itu mengidap kleptomania masih memerlukan pemeriksaan yang mendalam dengan ahli. Sebenarnya apa sih kleptomania itu? Apa bedanya dengan pencuri? Lalu bagaimana hukum negara dan agama memandangnya?

Apa itu Kleptomania?

Kleptomania adalah gangguan kebiasaan dan impuls ( impuls control disorder ) yang ditandai dengan sulitnya menahan dorongan untuk mencuri. Penderita kleptomania sulit untuk mengendalikan emosi dan perilakunya sehingga kerap mencuri tanpa alasan yang jelas. Mereka sebenarnya tahu bahwa apa yang dilakukan adalah keliru dan merugikan orang lain, namun mereka sulit mengendalikan hasrat untuk mencuri. Mereka tidak bisa menahan godaan untuk mengambil milik orang lain.

Kleptomania bisa beraksi di mana saja. Tidak hanya di tempat tertentu, kleptomania bisa mencuri di tempat ramai maupun sepi. Bahkan di tempat yang banyak kamera CCTV pun mereka juga berani mencuri. Begitu keinginan itu muncul, maka saat itulah kleptomania akan mencari jalan untuk melancarkan aksinya. Mereka seperti tak takut tertangkap. Mereka justru tertantang untuk bisa mencuri. Mereka menikmati debaran-debaran saat melakukan aksi secara sembunyi-sembunyi.

Beda Kleptomania dengan Pencuri Biasa

Sekilas, kleptomania dan pencuri adalah sama saja. Keduanya sama-sama mencuri atau mengambil barang milik orang lain tanpa izin. Namun, ternyata keduanya berbeda.

Pencuri biasa mengambil barang atau milik orang lain untuk tujuan tertentu yang berkaitan dengan faktor ekonomi. Orang ini mencuri karena ingin mendapatkan barang berharga milik orang lain. Karena kebutuhan mendesak, ia melakukan pencurian. Secara sadar hal itu dilakukannya. Ia juga mengetahui konsekuensi dari perbuatannya tersebut. Karena itulah, sebelum melakukan pencurian, pencuri biasanya telah membuat perencanaan supaya aksinya berhasil dan tidak tertangkap.

Sementara itu, kleptomania lain lagi. Penderita kleptomania mencuri karena ada desakan dalam dirinya yang tidak bisa ditahan. Pencurian biasanya terjadi tanpa perencanaan atau spontan. Tiba-tiba saja bisa muncul dorongan kuat dalam dirinya untuk mencuri.

Kleptomania juga tidak memiliki tujuan yang jelas atau sulit dijelaskan. Ia mencuri bukan karena ingin menguasai harta orang lain, ingin balas dendam, karena marah atau membutuhkan barang tersebut, melainkan demi memenuhi dorongan dalam dirinya untuk mencuri. Tak heran bila barang yang dicuri tak selalu yang berharga. Kleptomania bisa mencuri apa saja, bahkan barang yang seolah tak berguna atau tak diperlukan pun bisa dicurinya. Yang penting ia bisa memuaskan keinginannya mencuri.

Pengidap Kleptomania akan merasa cemas, tegang, adrenalinnya terpacu, dan jantung berdebar sebelum mencuri. Ketika apa yang diinginkan telah didapatkan, ia akan merasa lega dan senang. Namun, kemudian muncul perasaan bersalah, malu, takut, dan tertekan padanya sehingga tak jarang apa yang sudah dicuri itu dikembalikan secara diam-diam atau dibuangnya.

Gejala

• Tidak mampu menahan dorongan kuat untuk mencuri, bahkan terhadap hal yang tidak dibutuhkan sama sekali.

• Merasakan ketegangan, kecemasan, atau gairah yang hanya bisa dipenuhi dengan melakukan pencurian.

• Puas setelah mencuri.

• Merasa bersalah, menyesal, benci pada diri sendiri, malu atau takut setelah mencuri

• Merasakan kembali dorongan dan pengulangan kembali siklus kleptomania.

• Barang-barang yang dicuri biasanya disimpan saja dan tidak pernah digunakan.

Penyebab dan Risiko

Hingga kini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan seseorang menjadi kleptomania. Ketidakseimbangan bahan kimia otak atau neurotransmitter diperkirakan menjadi penyebab potensialnya. Neurotransmitter adalah zat yang terlibat dalam pengiriman pesan di otak.

Senyawa kimia yang ada di otak antara lain serotonin yang berfungsi mengatur emosi dan suasana hati ( mood ), dopamin yang bisa menimbulkan rasa senang dan ketagihan dan opioid yang mengandung opium. Terjadinya ketidakseimbangan bahan kimia dalam otak akan memengaruhi cara otak merespons dorongan. Ketidakseimbangan dan gangguan pada ketiganya bisa memicu munculnya keinginan mencuri sebagai bentuk respons yang keliru.

Stres juga bisa menjadi penyebab munculnya perilaku kleptomania. Ketidakmampuan untuk mempertahankan kendali dorongan bisa dipicu oleh kondisi stres yang dihadapi orang tersebut. Stres berakibat buruk pada pengendalian impuls yang bisa memperburuk masalah.

Orang yang memiliki keluarga dengan riwayat kleptomania, kecanduan alkohol, atau penyalahgunaan narkoba berisiko mengidap kleptomania. Demikian pula dengan orang yang menderita gangguan mental seperti depresi, bipolar, gangguan kecemasan, gangguan makan, dan gangguan kepribadian lainnya bisa memiliki tingkat kemungkinan yang tinggi mengalami kleptomania.

Terapi dan Obat-obatan

Dengan sejumlah treatment, kleptomania bisa dihilangkan atau dicegah muncul kembali. Melalui psikoterapi dan obat-obatan, atau kombinasi keduanya, pengobatan terhadap penderita kleptomania bisa diupayakan.

Psikoterapi adalah pelayanan psikologi yang dilakukan oleh pakar yang memerlukan penyembuhan diri secara psikologi. Para ahli di bidang psikoterapi adalah psikolog dan konselor. Psikoterapi adalah salah satu bentuk dari intervensi klinis.

Kleptomania biasanya diterapi dengan metode terapi perilaku kognitif. Melalui terapi ini, penderita akan diberikan gambaran terkait perbuatan yang dilakukan dan akibat yang mungkin diterima. Dengan begitu, diharapkan penderita akan menyadari bahwa pencurian adalah tindakan yang salah dan melanggar berbagai norma. Dalam terapi ini juga diajarkan berbagai cara dan tips untuk melawan keinginan untuk mencuri. Kemudian, motivasinya untuk tidak ‘mengalah’ pada godaan perbuatan tersebut akan semakin kuat dan akhirnya ia mampu melewatinya.

Upaya penyembuhan melalui obat-obatan bisa dilakukan dengan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Dengan pemeriksaan yang tepat, dokter akan meresepkan obat apa yang cocok untuk membantu penderita bisa mengontrol emosinya. Kestabilan emosi sangat penting dijaga agar tak muncul dorongan-dorongan emosional yang mengganggu penderita kambuh kembali. Pemberian obat-obatan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan terapi.

Obat-obatan yang biasanya diresepkan dokter untuk membantu mengendalikan gejala kleptomania adalah:

• Naltrexone, antagonis opioid yang dapat mengurangi dorongan dan kesenangan terkait mencuri.

• Antidepresan, seperti selective serononin reuptake inhibitor (SSRI).

Yang tidak kalah pentingnya adalah adanya dukungan dari orang sekitar dan lingkungan. Dengan bantuan dari keluarga dan semua orang, penderita kleptomania bisa disembuhkan. Terutama lagi, perhatian dari negara yang merupakan pengayom masyarakat sangat penting dalam menciptakan kondisi yang baik di segala sisi kehidupan. Sebab, menjadi tanggung jawab negara untuk mengurusi setiap urusan rakyatnya.

Hukum Negara dan Agama

Dari sisi hukum Indonesia, tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika melihat dalam pasal tersebut, maka seorang kleptomania yang mencuri dapat dipidana. Namun, ada pengecualian karena kleptomania merupakan gangguan mental, maka ia bisa dikategorikan sebagai alasan pemaaf sesuai dengan pasal 44 KUHP.

Pasal 44

(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.

(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai percobaan.

Dalam Islam, mencuri adalah perbuatan tercela dan pelakunya berdosa. Ada sanksi tegas bagi yang melakukannya. Islam tidak pandang bulu, siapa pun yang melanggar aturan-Nya, maka harus dikenai hukuman, sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 38: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, maka potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah, dan Sungguh Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Namun, jika si pelaku kejahatan tersebut benar-benar mengalami gangguan jiwa yang membuatnya tak sadar akan perbuatannya sendiri, maka ia tidak dikenai sanksi. Syariat Islam hanya berlaku bagi yang berakal saja, sebagaimana hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Telah diangkat pena dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga bangun, dan dari anak kecil hingga ia balig.” (HR. Tirmidzi)

Namun demikian, wali dari pelaku orang gila wajib menanggung kerugian jika terdapat kerusakan akibat dari perilaku pelaku tersebut. Negara juga akan membantu perawatan bagi mereka yang mengalami masalah kesehatan dan kejiwaan.

Kemudian, jika pelaku tersebut ternyata berpura-pura gila atau terkena gangguan kejiwaan dan mental untuk menghindari hukuman, maka ia telah melakukan dosa dua kali lipat. Ia berdosa karena mencuri dan karena berbohong dengan alasan gangguan jiwa.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang suka mencuri uang rakyat? Padahal, mereka adalah pejabat, wakil rakyat, atau orang yang memiliki kekuasaan yang tentu sangat berkecukupan dibandingkan masyarakat biasa. Uang mereka banyak. Apakah mereka mengidap kleptomania juga? Mereka mencuri bukan karena butuh uang, tetapi karena keserakahan. Mumpung lagi berkuasa, mereka manfaatkan untuk menumpuk harta sebanyak-banyaknya.

Perilaku ini tak hanya diidap satu dua orang saja, melainkan banyak orang, khususnya pejabat. Yang tertangkap karena korupsi mungkin masih sedikit, tetapi yang tidak ketahuan? Kalau kata Arif B. Iskandar dalam bukunya Ilusi Negara Demokrasi (2009), demokrasi identik dengan kleptokrasi. Ini ditunjukkan dengan perilaku korup para pejabat atau wakil rakyat. Kleptokrasi melekat pada demokrasi yang didominasi oleh kekuatan kapitalis yang sukses ‘mencuri’ kedaulatan rakyat atas nama demokrasi.

Dari kondisi semacam inilah harusnya kita sadar bahwa kehidupan memerlukan aturan yang baik dan tepat. Sistem yang ada sekarang ini jelas-jelas menghasilkan beragam permasalahan. Hukum buatan manusia memiliki banyak kelemahan yang menjadi celah bagi mereka yang curang untuk memanipulasi demi kepentingan sendiri. Hukum bisa dengan mudah diatur-atur sesuai keinginan yang berkuasa. Aspek keadilan juga sering tercoreng.

Hanya dengan syariat Islam yang komprehensif dan adil, hukum bisa ditegakkan untuk membawa kemaslahatan. Hukum Islam tegas dan jelas sehingga tak ada yang berani bermain-main dengannya. Di sisi lain, negara juga selalu menciptakan suasana kehidupan yang penuh dengan ketakwaan. Masyarakat akan menaati hukum karena sadar bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.

Wallahu a’lam bish-shawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Deena Noor Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Menyelami 'Surga' Bawah Laut Wakatobi
Next
Dakwah Butuh Jiwa yang Ikhlas
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram