Ketika orang tua bahagia, niscaya keberkahan akan menaungi kehidupan, sebab, membahagiakannya merupakan amalan kebaikan yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Cinta orang tua laksana cahaya matahari yang setia menyinari dunia tanpa diminta."
Kata-kata mutiara di atas sepertinya belum cukup untuk menggambarkan betapa besar cinta orang tua kepada anak-anaknya. Ya, tak akan pernah cukup. Sebab, cintanya tak akan musnah dimakan sejarah. Kasih sayangnya juga tak pernah hilang ditelan zaman. Begitu pula dengan perhatiannya yang tak pernah berkurang. Semuanya tercurahkan untuk buah hatinya.
Kadar dan porsi cintanya selalu sama saat anaknya masih bayi sampai dewasa. Bahkan kita masih dianggap ingusan walaupun sudah berkeluarga. Banyak sekali ilmu dan nasihat yang diberikan agar anaknya siap menghadapi kejamnya dunia. Sebab dalam pandangannya, sang anak belum memiliki pengalaman apa-apa sehingga harus terus didampingi dan dijaga. Intinya cintanya selalu ada dan akan terus ada untuk anak-anaknya.
Tanpa Pamrih
Namun sayang, semua yang telah dilakukannya sering kali luput dari pandangan anaknya. Rasa letihnya terkadang diabaikan. Perjuangannya sering diremehkan. Pengorbanannya juga kerap dilupakan. Parahnya, posisinya pun tak lagi dimuliakan. Namun, di hatinya tak ada sedikit pun rasa benci, dendam, ataupun sakit hati. Relung hatinya selalu dipenuhi segudang kesabaran atas sikap belahan jiwanya yang sering melukai perasaannya. Pintu maafnya juga senantiasa terbuka lebar-lebar sebelum sang anak memintanya.
Itulah cinta tanpa pamrih yang jauh dari rasa ingin menagih segala jerih payah yang telah dikeluarkannya. Semuanya diberikan secara cuma-cuma karena rasa cinta dan ketaatan kepada Allah Swt. Tidak cukup sampai di situ, anaknya pun dibekali dengan ilmu agama sebagai panduan dalam mengarungi kehidupan. Sebab mereka sadar betul bahwa anak bukan sekadar titipan. Akan tetapi dia merupakan sebuah anugerah dan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Sayangnya, cinta orang tua yang tak pernah pudar ternyata tak diimbangi dengan balasan yang sepadan. Waktu, tenaga, biaya, dan pikiran yang dicurahkan untuk buah hatinya ibarat debu yang terbawa angin lalu. Hal itu berlaku saat anak-anaknya pergi meninggalkannya satu per satu dengan alasan mencari pengalaman baru. Mau tidak mau orang tua harus melepaskannya meskipun dengan rasa ragu. Separuh jiwanya seakan ada yang hilang saat anaknya pergi jauh dari dekapannya karena terpisah oleh ruang dan waktu. Apa daya, orang tua hanya bisa mendoakan sambil menanggung seribu beban rindu yang mengiris kalbu.
Fitrah si Makhluk Lemah
Seiring bertambahnya usia, dalam benaknya terkadang muncul perasaan bahwa dirinya sudah tak ada gunanya. Ada rasa tak nyaman di hatinya karena merasa telah menjadi beban bagi anak-anaknya. Hal itu terjadi ketika dirinya sudah tak mampu lagi untuk bekerja. Tubuhnya kini ringkih dengan langkah tertatih karena penyakit tua. Meskipun ingin menolaknya, fitrahnya sebagai makhluk yang lemah tak bisa dicegah. Tenaga yang makin terbatas membuatnya harus pasrah. Kekuatannya yang terus berkurang juga tak kuasa disembunyikan. Perlahan-lahan keduanya kehilangan ketajaman daya ingat, pendengaran, dan penglihatan. Sifat pikun alias pelupa jadi teman akrab yang setia menemaninya siang dan malam.
Keduanya juga mulai akrab dengan tubuh yang tak lagi sehat. Badan yang mudah lelah, tidur yang tak lagi lelap, dan pencernaan yang bermasalah membuatnya sering mengeluh. Nafsu makannya juga makin tak berselera karena banyak makanan kesukaan yang harus ditinggalkan. Tak heran, hal itu membuatnya uring-uringan. Emosinya menjadi tak terbendung yang membuatnya mudah tersinggung. Jika sudah begitu, anak-anaknya sering dibuat bingung.
Akibat Sistem Rusak
Sebagai anak, sudah selayaknya maklum dengan kondisi orang tua yang demikian. Sebab kekuatan fisiknya sudah jauh berkurang. Mereka yang dulu tangguh dan menjadi tempat anak-anaknya bersandar kini ternyata mulai rapuh. Kini giliran sang anak yang harus merengkuhnya dengan kasih sayang penuh. Sudah waktunya juga untuk membalas semua jasa-jasanya. Meskipun hal itu tidak mungkin bisa dilakukan dengan kadar yang sama. Sebab sampai kapan pun, semua yang telah dilakukan olehnya, anak tak akan pernah bisa membalasnya dengan yang setara. Ya, tak akan pernah bisa.
Lantas, kenapa masih saja ada anak yang berani bahkan durhaka kepada kedua orang tuanya? Tidakkah dia menyadari betapa keduanya sudah memberikan segalanya demi kebahagiaannya? Sebagai anak seharusnya memahami bahwa dirinya pasti merugi telah menyia-nyiakan orang tua. Itu artinya sebagai anak telah mengabaikan amalan surga yang begitu dekat dengannya.
Perlakuan anak kepada orang tua di sistem rusak saat ini memang sangat memprihatinkan. Ada yang menelantarkannya karena tidak mau mengurusnya. Ada juga yang terlibat konflik sampai memakan korban jiwa. Tak sedikit pula yang berseteru karena harta warisan keluarga. Bahkan sampai ada yang tega membebani orang tuanya dengan menitipkan anggota keluarganya selama bertahun-tahun tanpa kabar berita dengan alasan untuk bekerja. Hal itu dilakukan dengan alasan perbaikan ekonomi keluarga.
Apa pun alasannya tidak dibenarkan untuk menelantarkan orang tua sendiri. Sebaliknya, sebagai anak justru memiliki kewajiban untuk menjaga, mengurus, dan merawatnya. Bukankah keduanya dulu juga sudah melakukannya dengan sukarela? Maka sudah menjadi keharusan bagi anak-anaknya untuk melakukan hal yang sama. Tentu tak perlu menunggu mereka menua. Lebih cepat tentu lebih baik sebagai bentuk bakti kepadanya. Jangan lupa juga untuk selalu mendoakannya baik ketika keduanya masih hidup ataupun telah tiada. Sebab kewajiban anak dalam mendoakan orang tua adalah selama nyawa masih menyatu dengan raga. Artinya selama kita masih hidup, kewajiban tersebut harus terus berlanjut.
Tiket ke Surga
Bakti anak kepada kedua orang tua tidak harus dengan memberikan harta yang melimpah. Tidak pula dengan menyediakan barang-barang yang serba mewah. Sebab bukan itu saja yang diinginkannya. Ada yang lebih dibutuhkan oleh keduanya yaitu merindukan perhatian, kasih sayang, dan kehadiran sang anak di sisinya. Mereka seperti ingin mengulang masa lalu saat masih berkumpul bersama. Keduanya juga ingin ditemani, diajak berkomunikasi, atau sekadar mengobrol dalam suasana kedekatan. Belum lagi saat salah satunya ada yang sakit. Tentunya keduanya ingin diurus oleh anaknya sendiri. Apakah itu sebuah keinginan yang berlebihan? Tentu tidak bukan? Sebab hal itu tidak ada bandingannya dengan jasa-jasa dan pengorbanan yang telah dilakukannya.
Jika demikian, sudah seharusnya untuk memenuhi keinginannya. Hal itu tentu akan membuat hatinya bahagia. Ketika orang tua bahagia, niscaya keberkahan akan menaungi kehidupan kita. Sebab, membahagiakannya merupakan amalan kebaikan yang diperintahkan oleh Allah Swt. Banyak sekali ayat-ayat di dalam Al- Qur'an yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk berbakti kepada ibu dan bapaknya.
Salah satunya adalah firman Allah Swt. di dalam Surah Al-Isra ayat 23,
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau dua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."
Ayat tersebut semoga selalu menjadi pengingat bagi kita yang masih memiliki orang tua untuk memperlakukan keduanya sesuai perintah agama. Jangan sampai tiket istimewa berbuah surga yang ada di tangan disia-siakan karena sibuk mencari amalan kebaikan di luar sana. Semuanya harus seiring sejalan karena sama-sama sebuah kewajiban. Satu yang terpenting jangan sampai diri merugi di akhirat nanti padahal ada orang tua di dekat kita yang wajib dimuliakan dan diurusi.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam sabda yang artinya:
"Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim no. 2551)
Wallahu a'lam bish-shawab.[]
Setiap anak harus menyadari bahwa berbakti dan membahagiakan orangtua adalah perintah Allah Swt. Semoga Surah Al-Isra ayat 23 selalu menjadi pengingat bagi kita yang masih memiliki orang tua untuk memperlakukan keduanya sesuai perintah agama.
Masyaallah, begitulah orang tua menyayangi anak-anaknya. Semoga Allah mengampuni segala dosa orang tua kita dan memasukkan mereka ke surga-Nya
Sekarang bisa merasakan apa yang ada dalam tulisan tersebut. Orang tua tidak pernah berharap harta dari anak, cukup perhatian. Ketika anak perempuan sudah menikah dan ikut suaminya, ada rasa kehilangan. Namun perlu di sadari bahwa anak itu adalah amanah untuk di didik bukan untuk dimilki apalagi kalau anaknya perempuan pasti suatu saat akan pergi mengikuti suaminya.
Orang tu merasa belum bisa ikhlas melepas anaknya. Padahal dalam Islam setelah aqad nikan anak perempuan sudah hak dan milk suaminya. Ini yang kadang masih sulit diterima. Kecuali kalau memiliki pemahaman yang benar
Betul sekali mba. Islam telah memberikan panduannya secara sempurna
Banyak orang tua yang harus bekerja dari pagi hingga malam ketika anak-anaknya sudah dewasa. Bahkan harus membesarkan cucu. Sementara anak entah kemana. Sistem rusak telah menggerus kasih sayang dan empati.
Setuju mba. Sistem rusak membuat anak lupa akan jasa-jasa orang tuanya
Alhamdulillah. Jazakunallah Khoir Mom danTim NP
Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil.
Barakallah mb Atien
Aamiin.