"Tidaklah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali sesungguhnya pihak ketiganya adalah setan." (HR. Tirmidzi)
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com-Pernikahan menjadi jalan terikatnya hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan. Tak hanya bagi pihak yang menikah, hubungan kekerabatan juga terjalin antara dua keluarga, tak terkecuali kerabat suami atau istri (ipar). Di masyarakat umum, telah terpatri pemahaman bahwa ketika dua orang sudah terikat dalam satu ikatan pernikahan, maka seluruh kerabat keduanya menjadi keluarga layaknya mahram.
Pemahaman yang sudah lekat di masyarakat umum ini membuat hubungan suami dengan saudara perempuan istri dan sebaliknya, seolah tak ada sekat. Suami bebas berinteraksi dengan saudara istri, pun demikian sebaliknya. Hal itu terjadi karena anggapan bahwa ipar adalah keluarga suami atau istri. Mereka pun merasa bebas saling berboncengan, berdua di dalam rumah meski saat suami atau istrinya sedang di luar rumah, bahkan bepergian bersama antara suami dengan ipar perempuan atau sebaliknya. Sekali lagi, hal ini lazim terjadi di tengah masyarakat umum karena anggapan bahwa ipar adalah kerabat.
Waspada Godaan Setan!
Relasi antara suami dengan ipar perempuan atau istri dengan ipar lelaki saat ini memang nyaris tanpa sekat. Kehidupan yang tidak dipayungi dengan syariat Islam, membuat interaksi antara laki-laki dan perempuan nyaris tanpa batas. Semua dianggap lazim seolah tak akan terjadi apa-apa.
Padahal, realitas yang terjadi saat ini dapat dibilang mencengangkan. Relasi tanpa aturan antara suami istri dengan ipar mereka yang berbeda jenis, telah banyak meruntuhkan fondasi rumah tangga yang dibangun susah payah. Sejatinya tidak ada yang mampu menjamin semua akan baik-baik saja jika interaksi laki-laki dan perempuan tidak dibatasi oleh rambu-rambu syariat. Apalagi setan akan selalu ikut campur untuk mengajak manusia pada keburukan.
Fakta ini telah tampak benderang di sekitar kita. Perselingkuhan sangat marak dan seolah menjadi "tradisi" di tengah masyarakat yang sangat sekuler saat ini. Tak jarang seorang suami berselingkuh dengan saudari istrinya, pun demikian sebaliknya. Betapa banyak suami istri yang akhirnya bercerai karena terkuaknya perselingkuhan dengan ipar masing-masing.
Bahkan, saat ini bukan hanya ipar yang bisa menjadi "maut" bagi pasangan suami istri. Mertua, paman, ataupun bibi, semuanya bisa menjadi jalan terjadinya perselingkuhan. Tentu masyarakat belum lupa dengan kejadian seorang mertua yang berselingkuh dengan menantu laki-lakinya yang sempat menggegerkan pemberitaan. Kasus-kasus tersebut tentu saja acapkali berawal dari interaksi yang kebablasan antara suami istri dengan ipar atau kerabat lain yang berbeda gender.
Ipar Bukan Mahram Abadi
Hubungan kekerabatan dengan keluarga suami atau istri harus tetap dijaga agar tidak menimbulkan permusuhan di masa mendatang. Namun, istri atau suami harus tetap memperhatikan adab-adab dalam berinteraksi terutama dengan ipar yang berbeda gender. Semua ini wajib diketahui untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perselingkuhan. Mungkin tidak semua kaum muslim memahami bahwa ipar bukanlah mahram abadi. Artinya, saudara ipar boleh dinikahi. Karena itu, suami atau istri tetap wajib berpakaian sopan yang menutup aurat dan menjaga adab-adab dalam berinteraksi dengan ipar walau di dalam rumah sekalipun.
Beberapa adab tersebut, antara lain: Pertama, bagi para istri dilarang bersolek kecuali untuk menyenangkan suaminya. Kedua, tidak membiarkan orang yang bukan mahram masuk ke rumah termasuk ipar, jika istri sedang sendirian. Pun demikian sebaliknya, saudari dari istri tersebut tidak memasuki rumah iparnya jika kakak perempuannya tidak ada. Ketiga, wajib menundukkan pandangan dan berbicara dengan tegas dan jelas. Tak perlu mendayu-dayu yang terkesan seperti menggoda. Ingatlah selalu bahwa setan akan terus menggoda dan mengajak pada keburukan.
Saking berhati-hatinya terhadap potensi kemaksiatan, Rasulullah saw. bahkan sudah mengingatkannya jauh-jauh hari dalam hal interaksi dengan lawan jenis. Hal ini tertuang dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟، قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
Artinya: "Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.’ Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai al hamwu?’ Beliau menjawab, ‘al hamwu adalah kematian."
Sebagian ulama berpendapat bahwa al hamwu adalah ipar (saudara laki-laki dari suami) dan kerabat dekat suami. Sedangkan yang dimaksud dengan "kematian" dalam hadis tersebut adalah perlunya sikap kehati-hatian terkait interaksi antara istri dan keluarga laki-laki dari suami. Hal ini pun berlaku sebaliknya, antara suami dan saudara perempuan istri. Pada intinya, ipar bukanlah mahram sehingga interaksi dengan mereka harus mengikuti adab-adab yang dibenarkan syariat.
Syariat Diturunkan demi Kemaslahatan
Di antara tanda kesempurnaan syariat Islam adalah terhindarnya manusia dari kerusakan, baik kerusakan pada diri sendiri, keluarga, maupun negara. Karena itu, Islam mengatur semua hal dengan sempurna dan tegas, termasuk bagaimana interaksi dengan saudara ipar. Prinsip dasar dari pengaturan interaksi tersebut adalah terjaminnya pencegahan dari kerusakan dan terciptanya kemaslahatan.
Lantas, bagaimana jika dalam satu kondisi istri harus mengajak saudarinya untuk tinggal serumah ataupun suami yang mengajak saudara laki-lakinya untuk tinggal bersama? Dalam hal ini, sebaiknya suami atau istri berpikir tentang risiko terburuk jika mengajak saudaranya tinggal bersama. Jika mampu dihindari, sebaiknya tinggal terpisah adalah jauh lebih baik. Namun, jika terpaksa harus tinggal bersama dengan ipar karena suatu hal, maka harus dapat dipastikan bahwa suami atau istri dapat meminimalisasi ikhtilat dengan iparnya masing-masing saat berada di dalam rumah.
Hal ini harus dilakukan demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti suami yang berselingkuh dengan ipar perempuan maupun istri yang berselingkuh dengan ipar laki-lakinya. Bukankah Rasulullah saw. pernah bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, yang artinya:
"Tidaklah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali sesungguhnya pihak ketiganya adalah setan."
Selain menjaga adab dalam berinteraksi dengan ipar yang berlawanan jenis, suami atau istri juga harus menjaga adab dengan ipar sesama laki-laki atau sesama perempuan. Hal ini pun perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dengan ipar yang dapat merenggangkan hubungan kekeluargaan. Salah satunya dengan menjalin komunikasi dan saling pengertian agar hubungan dengan ipar dapat terjalin harmonis.
Demikianlah tuntunan Islam dalam mengatur interaksi dengan orang yang bukan mahram termasuk ipar. Pengaturan interaksi dalam Islam bukanlah bentuk pengekangan kebebasan, tetapi sebagai bentuk penjagaan muruah bagi kaum muslim. Dengan menerapkan adab-adab sesuai syariat Islam dalam seluruh aspek, niscaya kerusakan dapat dicegah.
Wallahu a'lam bishawab []
Barakallah Mba Sar, semoga makin banyak kaum muslim yang mengerti batasan-batasan terhadap yang bukan mahram, terutama pada ipar.
Aamiin, wa fiik barakallah mbak Mila
Masyaallah. Masalah pergaulan juga ada aturannya dalam Islam termasuk berinteraksi dengan ipar. Hal itu untuk menjaga kemuliaan setiap muslim agar tidak terjadi hal-hal yang melanggar aturan agama. Hanya saja masih ada saja orang yang mengabaikannya. Padahal itu untuk kebaikan semuanya.
Barakallah mba @Sartinah
Betul mbak.
Aamiin, syukran mbak Atien sudah mampir, wa fiik barakallah
Masalah ini sering dianggap remeh di tengah masyarakat.. sehingga kemudian bermudah-mudahan.. tidak menjaga aurat dan interaksi..
Barakallah, mbak Tina.. semoga tulisannya membuat makin banyak yg tercerahkan..
Betul, bahkan di kampung saya pun begitu.
Aamiin, wa fiik barakallah mbak Dina.
Masalah ini banyak dijumpai di tengah2 masyarakat. Bahkan ngerinya mereka tinggal serumah dengan pasangan masing2, lalu menampakkan aurat di dalam rumah. Menganggap ipar adalah saudara.
Betul mbak, nyaris semua begitu yang saya lihat di masyarakat umum.
Sepakat, Mbak. Ipar bukan mahram abadi. Banyak orang salah kaprah. Padahal Islam memiliki seperangkat aturan interaksi dengan ipar dan anggota keluarga lainnya yang bukan mahkamah. Barokallah Mbak
Inilah perlunya kaum muslim belajar Islam, ya mbak, biar tahu batasan pergaulan. Syukran mbak Afi, wa fiik barakallah