Membangun Keluarga Harmonis

Seorang suami akan menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik demikian pula seorang istri akan menjalankan kewajiban dan menuntut hak dengan baik.

Oleh: Rosyidah Muslimah

NarasiPost.com - Pernikahan adalah ibadah yang diidamkan bagi setiap Muslim, karena ketika menikah semua naluri dalam diri bisa disalurkan pada hal yang halal. Pernikahan pula akan menjadikan jiwa yang menikah merasakan ketentraman seperti dalam Q.S. Al-Araf :189

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا ۖ 

"Dialah Yang telah menciptakan kalian dari diri satu jiwa, lalu dari jiwa itu Dia menciptakan istrinya agar dia merasakan tentram (senang) kepadanya."

Namun fakta saat ini, tidak banyak orang yang mempersiapkan diri dengan ilmu Islam untuk menikah. Akhirnya setelah menikah banyak sekali masalah muncul di depan mata, tidak tahu/melalaikan hak kewajiban masing-masing, sering bertengkar, KDRT, beralih fungsi suami dan istri, perselingkuhan, tidak bisa mendidik anak, hingga berujung pada perceraian na'udzubillahi mindzalik.

Pada Mei, ada 98 kasus perceraian sampai Juni pertengahan ada 291 perkara, sedangkan Pengadilan Agama Cianjur mencatat, ada 788 perkara, sepanjang Juni, sementara Mei ada 99 perkara, secara akumulatif periode Januari-Juni 2020 mencapai 2.049 perkara. (Wartakotalive.com).

Akar Masalah dalam Rumah Tangga

Siapapun orang yang akan berumah tangga ketika ditanya apa tujuan mereka menikah, maka jawabannya adalah terwujudnya rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Sayangnya, konsep berumah tangga dan berkeluarga yang Islami ini, tidak sepenuhnya dipahami dan diinternalisasikan oleh pasutri.

Lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam kaffah, menjadikan ajaran Islam hanya dipahami sebatas ritual saja, hingga tak mampu berpengaruh dalam perilaku keseharian, baik dalam konteks individu, keluarga, masyarakat, maupun negara.

Dengan minimnya pemahaman Islam kaffah, ketika diuji kesulitan termasuk pada situasi pandemi ini tak sedikit individu Muslim yang mengalami disorientasi hidup, hingga mereka mudah menyerah pada keadaan, bahkan terjerumus dalam kemaksiatan.

Dalam konteks keluarga, tak sedikit yang mengalami disharmoni bahkan disfungsi akut akibat himpitan ekonomi dan krisis, hingga keluarga tak bisa lagi diharapkan menjadi benteng perlindungan dan tempat kembali yang paling diidamkan. Adapun masyarakat, kian kehilangan fungsi kontrol akibat individualisme yang mengikis budaya amar makruf nahi mungkar. Sementara negara, tak mampu menjadi pengurus dan penjaga umat akibat sibuk berkhidmat pada asing dan pengusaha, bahkan sibuk berdagang dengan rakyatnya.

Selain masing-masing pribadi yang belum paham makna pernikahan, ditambah kurangnya contoh dari orang tua mereka dan permasalahan sistemik tidak adanya kurikulum pendidikan mengenai pernikahan oleh pemerintah. Keluarga adalah bagian terkecil dari sebuah negara namun mencakup semua hal yang berhubungan dengan seluruh aturan, misalnya seorang suami bagaimana bisa mendapatkan nafkah yang layak untuk istri dan anak-anaknya jika lowongan pekerjaan dan standar layak gaji rendah? Bagaimana cara mengurangi perselingkuhan jika setiap wanita bebas mengumbar aurat, tabaruj, menggoda, bahkan prostitusi dilegalkan? Bagaimana bisa meredam KDRT jika istri dituntut untuk membantu mencari nafkah sedangkan pekerjaan rumah dan urusan anakpun dia yang urus sendirian? Dan banyak hal lainnya yang semua itu tidak bisa diselesaikan jika hanya oleh individu atau satu keluarga saja tetapi bersifat sistemik menyeluruh hingga peraturan dalam sebuah negara.

Semuanya berpulang pada sistem kapitalisme sekuler. Sekularisme dengan paham-paham turunannya yang batil seperti liberalisme dan materialisme memang meniscayakan kehidupan yang serba sempit dan jauh dari berkah.

Terbukti, hingga kini dunia terus dilanda krisis, terlebih adanya pandemi ini, semakin membebani mayoritas keluarga Muslim dengan kehidupan yang serba sulit, sedangkan Penguasa seolah masa bodoh dengan kondisi rakyatnya.

Kondisi ekonomi sulit inilah yang kerap memunculkan masalah dalam keluarga. Para bapak kesulitan mendapatkan nafkah bagi keluarganya, yang akhirnya mendorong para ibu turut bertanggung jawab menanggung beban ekonomi keluarga yang menyita energi dan waktu mendidik anak-anak mereka.

Hal inilah yang pada akhirnya memunculkan riak-riak dalam rumah tangga yang selanjutnya berdampak pada ketidakharmonisan keluarga. Kondisi ini menjadikan umat Islam kehilangan peluang untuk kembali tampil menjadi entitas terbaik dan terdepan (khairu ummah) sebagaimana fitrahnya.

Pernikahan dalam Islam

Islam adalah ideologi yang sahih, yang darinya lahir aturan yang sempurna sebagai peraturan hidup yang menjadi sumber rahmat dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia agar tidak terjadi benturan dan ketidakseimbangan.

Benturan dan ketidakseimbangan ada ketika manusia mencampakan Islam sebagai aturan dalam hidupnya. Islam memiliki aturan yang menyeluruh yang mengatur seluruh aspek kehidupan, tidak terkecuali masalah pernikahan.

Pernikahan merupakan akad antara laki-laki dan wali perempuan yang karenanya hubungan mereka menjadi halal. Jika keluarga yang dibentuk dilandasi oleh pondasi yang kukuh yaitu akidah Islam, diiringi dengan niat, cara, proses pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam, maka restu akan menjadi doa dari semua yang menyaksikan ikatan tersebut. Maka sakinah, mawaddah, wa rahmah, dengan izin Allah akan dicapai.

Hanya saja memang pernikahan tidak selalu berjalan mulus, kadang diterpa cobaan. Cobaan yang datang setelah pernikahan merupakan ujian yang harus dihadapi dengan kematangan sikap dan kematangan berpikir.

Idealnya harus dihadapi dengan hati dan pikiran yang terbuka, selalu berprasangka positif, serta dengan adanya komunikasi yang baik. Semuanya menjadi kunci utama dalam sebuah pernikahan, yang akan membebaskan pasangan dari rasa curiga, pikiran negatif, dan kecemasan lainnya.

Komunikasi merupakan jembatan pembentuk kepercayaan. Dengan komunikasi, pasangan lebih bisa menentukan langkah ke depan menuju kebahagiaan yang diinginkan.

Keluarga Muslim, termasuk para ibu, harus kembali berfungsi sebagai benteng umat yang kukuh, yang siap melahirkan generasi terbaik dan individu-individu yang bertakwa, dengan visi hidup yang jelas sebagai hamba Allah yang mengemban misi kekhalifahan di muka bumi.

Jika saja seluruh hukum-hukum Islam diterapkan muka bumi ini, tentu saja kasus perceraian yang terus meningkat di negeri-negeri kapitalis tidak akan pernah terjadi. Seorang istri pun tidak akan teracuni oleh bisikan-bisikan atau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dengan mengatasnamakan memandirikan perempuan.

Seorang suami akan menjalankan fungsi dan tugasnya dengan baik demikian pula seorang istri akan menjalankan kewajiban dan menuntut hak dengan baik. Sehingga pernikahan sebagai sesuatu yang bernilai ibadah merupakan hal yang niscaya.

Karenanya setiap keluarga Muslim yang hidup di dalam sistem Islam akan berupaya maksimal untuk mempertahankan pernikahannya. Karena pernikahan bukan hanya berkaitan dengan dua orang yang menikah saja, akan tetapi berkaitan dengan kualitas generasi mendatang.

Keluarga adalah sebuah institusi terkecil dari pelaksana syariat Islam. Dari keluargalah akan lahir generasi yang kuat akidah dan akhlaknya untuk mewujudkan kembali Islam sebagai sebuah negara.

Maka, di saat negara Islam belum terwujud, maka menjadi kewajiban setiap pasangan untuk menjaga kekukuhan keluarga tersebut. Agar Islam dalam institusi terkecil tersebut tidak mampu dihancurkan kaum kafir yang tidak pernah rida dengan kekuatan Islam sampai Islam tegak kembali menjadi negara.

Untuk itu, menjadi kewajiban untuk melanggengkan sebuah ikatan pernikahan dan kehidupan keluarga yang selalu terikat dengan hukum Allah Subhanahu Wa Ta'aala. Wallahu a’lam bishawwab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rosyidah Muslimah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Atasi Prostitusi Sampai ke Akarnya
Next
Menjadi Ibu Pejuang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram