Saat Anak Menjadi  Ujian

Saat anak menjadi ujian

Saat anak menjadi ujian, jangan berhenti mengingat Allah dan jangan berhenti berdakwah karena bisa jadi saat itu Allah ingin meninggikan derajat orang tuanya.

Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Mendidik anak bukanlah sesuatu yang mudah, tidak selalu mulus, dan hasil tidak selalu sama dengan usaha. Anak-anak kadang menjadi ujian bagi orang tuanya. Orang tua sudah berusaha mendidik anak sebaik mungkin, ternyata hasilnya tidak sesuai harapan orang tua, bahkan cenderung menyakitkan.

Ada orang tua yang diuji anaknya tidak mau salat pada usia balignya, terpapar pornografi, malas belajar, tidak naik kelas, terlibat tawuran, terlibat seks bebas, hingga melakukan tindakan kriminal misalnya mem-bully, mencuri, dan membunuh temannya. Hal ini bisa saja terjadi, padahal orang tua sudah berusaha menjaga dan memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Saat Para Nabi Juga Diuji Melalui Anaknya

Saat orang tua diuji anak-anaknya, para nabi pun mendapatkan ujian yang sama. Nabi Nuh yang berdakwah selama kurang lebih 950 tahun menghadapi kenyataan anaknya justru membangkang. Putra Nabi Nuh memilih pergi mencari perlindungàn ke gunung daripada beriman kepada Allah dan mengikuti bapaknya. Seorang ayah pasti hatinya sedih melihat putranya harus tenggelam tertimpa azab Allah karena keingkarannya.

Nabi Yakub juga mengalami hal yang sama. Tidak hanya satu anaknya yang berbuat maksiat, tetapi kesebelas putranya kecuali Benyamin bersekongkol untuk membuang saudaranya, Nabi Yusuf ke sumur. Mereka melakukannya karena dengki.

Belajar dari Para Nabi

Setiap orang tua pasti menghendaki anak-anak yang saleh salihah, menjadi penyejuk pandangan sebagaimana yang selalu diminta dalam setiap doa-doanya, “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS Al-Furqan: 74)

Nmun, ketika harapan tidak sesuai kenyataan maka meneladani sikap para nabi adalah hal terbaik. Sebagaimana sikap  yang ditunjukkan oleh Nabi Yakub saat menghadapi anak-anaknya, beliau tetap sabar dan memaafkan, seraya berharap semoga ada perubahan menuju kebaikan dan ketaatan. Pada  akhirnya Nabi Yakub melihat seluruh anak-anaknya bertobat dan kembali taat pada Allah Swt. Hal ini tentu melalui proses yang panjang.

Saat anak menjadi ujian, tidak sekadar bersabar dan memaafkan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, di antaranya:

Pertama, introspeksi diri. Kadang orang tua merasa sudah memberikan pendidikan dan teladan terbaik untuk anak-anaknya. Nmun, karena sifat manusia yang lemah, salah, dan mudah lupa maka tidak ada salahnya untuk mengoreksi diri.

Kedua, tetap bersabar dan memaafkan. Berkaca dari Nabi Yakub yang tetap  bersabar dan memaafkan anak-anaknya ketika berbuat salah, orang tua juga bisa melakukan hal yang sama, yaitu bersabar atas kesalahan anak dan memaafkannya meskipun sikap mereka menyakitkan dan mengecewakan hati. Sekalipun  mereka belum  meminta maaf, orang tua hendaknya memaafkan kesalahan mereka dan mendoakan semoga ada perubahan menuju kebaikan dan ketaatan dalam diri anak-anak.

Ketiga, mencari solusi atas masalah. Orang tua bisa  membuka diri untuk berkomunikasi dengan anak. Hal ini bisa terjadi jika hati  lapang dalam memaafkan. Orang tua bisa mengajak  mereka berbicara dan mendengar alasan mereka melakukan kesalahan. Dengan diskusi bersama, semoga ditemukan akar masalahnya. Apakah karena ketidaktahuan mereka atau karena nafsu. Dengan memahami akar masalah, orang tua bisa memberikan solusi yang tepat bagi anak-anaknya.

Keempat, memberikan  konsekuensi dari apa yang diperbuat. Kasih sayang orang tua terhadap anaknya tidak akan hilang meski mereka berbuat kesalahan. Namun, kasih sayang itu tidak boleh melemahkan hati untuk memberikan konsekuensi atas kesalahan anak. Anak-anak ketika melakukan kesalahan harus menanggung konsekuensi perbuatannya sesuai dengan usia mereka. Jika sudah balig, mereka harus bertanggung jawab penuh terhadap apa yang dilakukannya.

Kelima, jangan berhenti mengingat Allah. Dalam kondisi sedang diuji oleh Allah, tentu tidak menjadikan kita lalai dari mengingat Allah. Orang tua selain berdoa dan berzikir kepada Allah sebagai bentuk mengingat-Nya, maka tetap harus melakukan aktivitas menyeru kepada Allah. Ujian anak tidak boleh menjadi alasan untuk berdakwah dengan dalih dakwah keluarga terlebih dahulu. Karena  bisa jadi saat itu Allah ingin meninggikan derajat melalui ujian dari anak.

Peran Negara Mewujudkan Anak Saleh

Kehidupan dalam sistem kapitalisme hari ini menciptakan suasana yang tidak kondusif bagi peningkatan keimanan anak-anak dan keluarga. Di rumah, orang tua telah memberikan pendidikan terbaik, menanamkan akidah, dan memberikan keteladanan. Namun, ketika anak-anak bersosialisasi di lingkungan dan lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya, mereka akan mendapatkan lingkungan yang berbeda dengan yang di rumahnya. Ide kebebasan di masyarakat, pemikiran-pemikiran sesat, tayangan yang tidak mendidik, dan segala jenis keburukan lain menggempur dari berbagai sisi. Hal ini bisa melemahkan dan meruntuhkan keimanan anak sehingga berbuat kesalahan.

Kita memerlukan lingkungan yang kondusif untuk membentuk kesalehan anak. Negara juga memiliki peran dalam menjaga anak agar tidak berbuat maksiat. Negara harus mengatur sistem pendidikan dengan memastikan materi yang diberikan di sekolah-sekolah makin menguatkan keimanan. Negara memiliki kekuasaan untuk mengatur sistem informasi yang beredar sehingga tayangan-tayangan yang tidak bermutu, pornografi, pornoaksi, seharusnya bisa dikendalikan.

Baca juga: Memahami dan Mengoptimalkan Potensi Anak Usia Balig

Negara juga tidak boleh abai dalam memberikan pendampingan kepada keluarga yang anak-anaknya melakukan kesalahan. Negara bisa bersinergi dengan orang tua dalam memberikan perlakuan yang tepat kepada anak-anak. Negara juga harus memberikan pelayanan kesehatan, rehabilitasi, dan semua pelayanan yang dibutuhkan untuk mengembalikan anak-anak pada ketaatan.

Peran negara ini hanya bisa terwujud pada negara yang menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Ini karena negara Islam memiliki tanggung jawab mengurus rakyatnya dengan Islam. Penerapan hukum Islam akan membawa kebaikan bagi seluruh rakyat, termasuk anak-anak.

Khatimah

Allah telah menetapkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan  (bagimu) dan di sisi Allah pahala yang besar.” (QS Ath-Thaghabun: 15). Ketika diuji dengan anak, orang tua jangan berputus asa dari rahmat-Nya. Orang tua hendaknya tetap bersabar dan memaafkan seraya mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan dan mengembalikan anak pada ketaatan. Sinergi orang tua, lingkungan, dan negara dibutuhkan untuk menjaga anak-anak tetap dalam ketaatan. Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Netty al Kayyisa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Congek Muridku
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram