Memahami dan mengoptimalkan potensi anak harus dilakukan oleh orang tua jika ingin anak-anaknya menjadi generasi hebat di masa mendatang.
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Usia balig adalah usia di mana manusia mendapat seperangkat taklif dari Allah. Usia balig adalah usia di mana anak manusia siap menjalani hidupnya dengan tanggung jawab. Akan tetapi, agar dapat menjalani kehidupan ini dan menjalankan semua aturan Allah, anak membutuhkan pendidikan jauh sebelum mereka memasuki usia balig. Orang tua wajib memahami hal ini.
Pada tulisan sebelumnya kita telah membahas potensi dasar yang Allah ciptakan pada diri setiap manusia yang membedakannya dari makhluk lainnya, yaitu akal. Setiap manusia wajib memahami, ketika akal manusia digunakan untuk berpikir akan mengantarkan mereka pada kedudukan yang lebih mulia daripada malaikat. Akan tetapi, ketika manusia tidak menggunakan akalnya dan malah dikendalikan oleh nafsunya, akhirnya akan menjerumuskan manusia pada lembah kehinaan bahkan lebih hina dari binatang.
Memahami Kepribadian Manusia
Setelah kita mengetahui bagaimana mengenali dan meningkatkan potensi anak di usia balig, maka hasilnya adalah proses pembentukan kepribadian anak. Karena pada dasarnya, tujuan dari pendidikan di dalam Islam adalah pembentukan kepribadian Islam atau shakhsiyah islamiah. Shakhsiyah islamiah itu sendiri terdiri dari aislamiah (pola pikir Islam) dan nafsiyah islamiah (pola sikap Islam). Sementara itu, kepribadian manusia itu sendiri dibentuk oleh dua potensi yaitu at-thaqah alhayawiyah (kebutuhan jasmani dan naluri), dan at-thaqah alinsaniyah (akal). Dengan demikian, bisa kita rinci betapa Allah telah memberikan potensi yang sangat besar pada diri manusia berupa akal dan nafsu.
Pertama, Allah telah memberi akal kepada manusia untuk mencapai kedudukan yang lebih mulia dari sesama makhluk hidup, yaitu malaikat maupun dari hewan. Dengan mengoptimalkan fungsi akal karena sejatinya akal tidak selalu menjadi aqliyah. Kapan akal yang sejatinya adalah fitrah menjadi aqliyah terbentuk? Adalah dengan menggunakan empat faktor kaidah berpikir, yaitu adanya fakta, pengindraan, otak yang sehat, serta informasi awal. Meski berpikir adalah manusiawi, tetapi tak semua manusia sama dalam melakukan proses berpikir ini. Di sinilah letak pentingnya pembelajaran yang sahih.
Kedua , adalah nafsu yang terdiri dari kenyamanan-naluri manusia. Kapan nafsu ini akan menjadi nafsiyah? Yaitu ketika nafsu dibentuk oleh kaidah berpikir. Jika kaidah berpikir yang digunakan untuk membentuk akal dan nafsunya sama, akan terbentuklah kepribadian yang unik. Contohnya, ketika anak yang telah dididik untuk menaati aturan tetapi masih juga terputus, pasti ada masalah dengan nafsiyah anak.
Memahami dan Membangun Kepribadian Anak
- Penanaman akidah anak dengan mengukuhkan kalimat tauhid sejak dini, bahkan dari sebelum lahir. Usia nol sampai 6 tahun adalah masa-masa emas (golden age) anak, maka sudah seharusnya orang tua benar-benar fokus membangun fondasi tauhid yang kuat pada diri anak, mulai dari mengazankan dan ikamah di telinga ketika lahir, mengenalkan Allah, mengajarkan mencintai Allah, membiasakan diri anak untuk merasa dilingkari oleh Allah, meminta pertolongan hanya kepada Allah, serta mengimani takdir Allah, mencintai Rasulullah, mengajarkan anak-anak Al-Qur'an, mendidik keteguhan akidah dan siap berkorban mempertahankannya, dan lainnya. Dengan begitu, anak-anak akan memahami tauhid sedari kecil.
- Mengajarkan anak dan disiplin dalam menjalankan ibadah, baik wajib maupun sunah, telaten dalam memantau pelaksanaannya, serta tidak segan menghukum jika anak melanggar dan meninggalkan ibadah.
- Orang tua pun harus aktif dalam pembinaan sosial anak, seperti mengajak anak untuk menghadiri majelis ilmu orang tua, mengenalkan aktivitas dakwah orang tua, melatih anak untuk mengerjakan tugas rumah, menjenguk orang sakit, membiasakan mengucap salam, memilihkan teman yang baik untuk anak, dan lainnya.
- Mendidik akhlak anak, baik terhadap orang tua, ulama, tetangga maupun akhlak ketika makan, minum, meminta izin, berpenampilan, dll. Membiasakan anak agar berlaku jujur, melatih mereka untuk menjaga rahasia, bersikap amanah serta dalam hal menjaga kebersihan.
- Membentuk jiwa anak dengan memberi anak ciuman, mengusap kepala, perhatian dengan menanyakan keadaan mereka, juga memberikan kasih sayang secara proporsional dan tidak berlebihan, serta tidak pilih kasih. Penting pula bagi orang tua untuk bermain dan bercanda dengan anak, tidak pelit dengan memberi hadiah, pujian, penghargaan, serta memberi perhatian khusus bagi anak perempuan.
- Membentuk fisik anak seperti mengajarkan mereka dalam menjaga kesehatan, jika anak sakit segera diobati, menyediakan makanan yang halal juga baik, serta mengajak mereka berolahraga, seperti berenang, memanah, naik kuda.
- Meluruskan dorongan seksual anak karena dorongan seksual adalah hal yang sangat penting pada masa-masa usia balig. Orang tua pun harus tahu bagaimana mengatasi hal ini. Dalam Islam, Rasulullah telah memerintahkan agar orang tua memisahkan tempat tidur anak sejak usia tujuh tahun. Dalam hadis riwayat Imam Abu Dawud Rasulullah bersabda:
بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِ بُوهُمْ عَلَيْهَا ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Perintahlah putra-putrimu agar mengerjakan salat jika telah berumur tujuh tahun, dan pukullah jika mereka enggan mengerjakan salat ketika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”
Memisahkan tempat tidur ini untuk menghindarkan anak dari tidur satu kasur dan satu selimut bagi anak (mudhaja'ah), meski sesama jenis kelamin. Layaknya pembiasaan salat, dimulai sejak usia 7 tahun, anak sudah dilatih untuk memisahkan, kemudian ketika masuk usia 10 tahun, orang tua sudah harus tegas memisahkan. Pembiasaan sejak dini dilakukan agar anak-anak memahami mana yang boleh dan tidak.
Baca: memahami-dan-mengoptimalkan-potensi-anak-usia-balig-part-1/
Termasuk membiasakan anak untuk tidur miring ke kanan, menjauhkan anak dari ikhtilat atau mencampur baur dengan lawan jenis, mengajarkan anak cara mandi wajib dan bersuci (taharah), menjelaskan peran laki-laki dan perempuan, menjelaskan pernikahan dan seksual, serta menjelaskan kandungan surah An- Nur kepada anak.
- Membiasakan anak untuk menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif, seperti membaca, menghafal, menulis, diskusi, olahraga, dakwah, dan sebagainya.
Cara Nabi Mendidik Anak
Rasulullah adalah teladan paling mulia. Beliau sangat memahami bagaimana pendidikan anak dan telah memberikan contoh bagi para orang tua dalam mendidik anak-anaknya dengan pendidikan terbaik. Di antaranya:
- Memberi keteladanan dalam hal ketaatan. Orang tua pun harus memahami kapan waktu yang tepat dalam menasihati anak agar nasihat itu dapat dicerna dan diperhatikan serta dilaksanakan oleh anak. Hendaknya orang tua tidak memilih kasih dalam memberikan kasih sayang serta kebutuhan anak. Orang tua harus memenuhi hak-hak anak, mendoakan mereka, mendidik mereka untuk taat, serta tidak mencela anak sehingga menjatuhkan mental mereka.
- Mengembangkan intelektual anak dengan sering membacakan kisah-kisah inspiratif dari para nabi, ulama, juga pejuang Islam, dan sebagainya. Mengajak mereka untuk berbicara langsung dan sesuai kadar intelektual mereka agar mereka mudah untuk memahami serta berdialog dengan tenang.
- Membangun jiwa anak dengan meluangkan waktu untuk menemani mereka, menggembirakan mereka dan menghindari membuat hati mereka sedih, membangun kompetisi yang sehat antara mereka, memberi hadiah dan memotivasi mereka, memuji dan memberi penghargaan, bergurau, memanggil mereka dengan panggilan sayang, mengajari dan melatih mereka secara bertahap, proporsional dalam hal imbalan maupun hukuman, serta dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Khatimah
Memahami dan mengoptimalkan potensi anak harus dilakukan oleh orang tua jika ingin anak-anaknya menjadi generasi hebat di masa mendatang. Intinya, dalam mendidik anak orang tua harus mempunyai rasa tega. Pasalnya, jika orang tua tidak tega dalam mendidik anak, malah akan merusak masa depan anak. Ketika orang tua tidak mampu menyeimbangkan rasa sayang kepada anak sehingga cenderung terjadi pembiaran dan dilanggarnya kedisiplinan, pada akhirnya mengakibatkan potensi anak sulit untuk dibentuk dan dilejitkan. Orang tua seharusnya fokus menggali potensi anak. Kenali kecenderungan mereka dalam hal apa, dorong, dukung, terus kembangkan, terus asah potensi mereka, dan jangan dipatahkan.
Selain itu, mendidik dan mengoptimalkan potensi anak tak cukup dengan hal-hal yang bersifat fisik, seperti melatih, mengajar, dll. Termasuk juga hal-hal nonfisik, seperti menyemangati, memuji, menyeimbangkan dan menghukum, tetapi juga harus ada usaha ruhiyah, seperti memperhebat doa orang tua ke anak maupun sebaliknya. Dari kelak anak-anak akan tumbuh menjadi orang hebat di bidangnya, biidznillah.
Wallahualam bissawab.[]
Semoga Allah mudahkan kita semua dalam mendidik anak anak kita pada tantangan zaman kapitalisme.
MasyaAllah semoga dengan memahami potensi anak, kelak generasi Islam dapat melejit siap memimpin dunia di bawah peradaban Islam nan gemilang.. biidznillah