Potensi kehidupan pada setiap makhluk hidup ini disebut dengan at-thaqah alhayawiyah, yang bersifat dasar atau merupakan fitrah.
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Anak adalah masa depan bagi orang tuanya. Apa pun upaya yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik putra-putrinya, pasti akan dibalas pahala oleh Allah. Begitu pula, apa pun yang diinvestasikan oleh setiap orang tua dalam menyiapkan generasi penerus umat Rasulullah pada hari ini, akan diberikan balasan sesuai kadarnya masing-masing.
Menurut para ulama, sejatinya pendidikan anak dimulai jauh sebelum anak-anak lahir ke dunia. Ketika seorang laki-laki dan perempuan siap untuk menikah, mereka harus sudah menyiapkan visi misi keluarga yang akan dibentuk. Penanaman akidah adalah fondasi utama yang harus disiapkan oleh orang tua dan dikukuhkan sebelum anak-anak mencapai usia balig agar potensi anak dapat digali secara optimal dengan tuntunan syariat.
Usia Balig dalam Pandangan Islam
Usia balig bagi seorang manusia adalah usia di mana dia sudah mulai mendapatkan taklif atau penyerahan beban baik berupa pekerjaan, tugas, aturan, hukum, dan sebagainya. Sering kali, kata balig disandingkan dengan kata akil, atau disebut akil balig (cukup umur atau biasanya umur 15 tahun ke atas), karena dua hal tersebut merupakan dua syarat manusia menerima taklif.
Hanya saja, sebagaimana fenomena yang terjadi pada gen Z atau generasi stroberi yang kita saksikan pada hari ini, kebanyakan dari mereka jika dilihat dari sisi balignya, maka mereka sudah bisa disebut balig. Namun, dari sisi akilnya, sering kali belum sesuai dengan harapan orang tua. Akibatnya, dari sisi biologisnya mereka telah mencapai usia dewasa tetapi dari sisi intelektualitas dan mentalitas mereka masih seperti anak-anak. Inilah yang sekarang menjadi tantangan bagi kita semua.
Mengenali Potensi Diri
Menurut Mudir Ma'had Syaraful Haramain KH. Hafidz Abdurrahman, MA. bicara tentang pendidikan anak usia balig tidak bisa dilepaskan dari pendidikan mereka di usia sebelumnya. Lebih lanjut beliau menjelaskan, sebelum menggali lebih jauh bagaimana memahami dan mengoptimalkan potensi anak di usia balig, maka harus mengenali dan memahami lebih dahulu potensi diri yang dimiliki oleh setiap manusia.
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk hidup, dan setiap makhluk hidup diberi potensi kehidupan oleh Allah. Potensi kehidupan pada setiap makhluk hidup ini disebut dengan at-thaqah alhayawiyah, yang bersifat dasar atau merupakan fitrah. Potensi kehidupan ini diberikan baik itu kepada anak-anak, remaja, maupun orang tua. Potensi kehidupan ini pun tak hanya diberikan kepada manusia saja, tetapi juga kepada hewan. Akan tetapi, khusus bagi manusia, dia diberikan potensi tambahan yang tidak diberikan kepada hewan, yaitu at-thaqah alinsaniyah berupa akal. Akal inilah yang menjadi pembeda antara manusia dengan hewan meski sama-sama diberi nafsu dan syahwat, sehingga jika manusia tidak menggunakan akalnya untuk berpikir, maka dia layaknya hewan ternak bahkan lebih sesat lagi. Sebagaimana diberitakan oleh Allah dalam surah Al-A'raf ayat 170
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
”Dan sungguh, akan Kami penuhi neraka Jahanam dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak digunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak digunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Di sisi lain, meski sama-sama diberi akal, manusia pun berbeda dengan malaikat, karena malaikat tidak diberi nafsu dan syahwat oleh Allah. Dari sinilah kelak akan terlihat betapa luar biasanya manusia ketika dia mampu menundukkan nafsu dan syahwatnya, dengan menggunakan akalnya untuk melejitkan potensi dirinya, sehingga dapat menempatkan kedudukannya lebih mulia daripada malaikat. Sebaliknya, ketika manusia malah dikendalikan oleh hawa nafsunya, maka akan menyebabkan dia terjerembap dalam lumpur kehinaan bahkan lebih hina daripada binatang.
Potensi Kehidupan Manusia
Perlu dipahami bahwa potensi kehidupan manusia itu terdiri dari dua hal:
Pertama, manusia memiliki kebutuhan jasmani.
Sama seperti hewan, manusia punya kebutuhan jasmani jadi seperti makan, minum, tidur, dan lainnya. Sifat dari kebutuhan jasmani ini berasal dari dalam diri manusia ini dimiliki oleh semua manusia, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua, dan wajib dipenuhi.
Kedua, manusia itu dia punya naluri atau gharizah.
Gharizah atau naluri ini dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Gharizah baqa' atau survival instinc, contohnya, rasa ingin tahu anak-anak yang tinggi, keinginannya untuk menuntut ilmu, ingin belajar untuk menghilangkan kebodohan, dan sebagainya.
b. Gharizah nau' atau kasih sayang, yaitu ketika anak-anak mulai ada ketertarikan dengan lawan jenis, rasa penasaran mereka terkait dengan kehidupan rumah tangga, termasuk rasa cinta anak kepada orang tuanya, ingin membahagiakan orang tuanya atau sebaliknya, dan lain-lain.
c. Gharizah tadayun atau beragama, yaitu perasaan lemah sehingga mereka membutuhkan Zat Yang Maha Kuat. Selain itu, rasa keterkaitan dan keinginan mendalami agama, juga ketika mereka ingin berbakti kepada orang tua yang mereka sadari bahwa hal itu bagian dari ajaran agama, maka itu termasuk dalam ranah naluri tadayun ini.
Jika kebutuhan jasmani muncul dari dalam diri manusia yang wajib dipenuhi, karena jika tidak maka akan mengakibatkan sakit atau bahkan meninggal, maka di sini ada peran orang tua dalam mendidik putra-putrinya dalam mengendalikan kebutuhan jasmani ini, jangan sampai rasa sayang berlebihan membuat orang tua memanjakan anak hingga hilang kendali. Sebagai contoh, terlalu sayang anak hingga berlebihan dalam membelikan jajanan yang mengakibatkan anak sakit, obesitas, dan sebagainya bahkan hal-hal yang tidak halal dan tayib.
Baca: kala-anak-beranjak-balig
Lain halnya dengan naluri atau gharizah yang muncul karena adanya rangsangan dari luar dan sifatnya tidak wajib dipenuhi. Dorongan ini muncul ketika manusia melihat fakta yang dapat dia indra, sehingga muncul pemikiran dalam dirinya. Jika hal-hal yang memicu naluri ini tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan keresahan meski tidak sampai sakit atau mati.
Kenali Anak untuk Melejitkan Potensinya
Orang tua dapat mengamati serta mendeteksi potensi anak sejak dini. Misal dengan melihat kemampuan kognitifnya serta memahami memahami kemampuan emosional anak dalam menghadapi suatu permasalahan. Dengan cara ini orang tua akan mudah menerima kapasitas dan kemampuan anaknya, sehingga menempatkan mereka sesuai kebutuhan anak, tidak memaksa dengan apa yang tidak mereka kuasai, memilihkan sekolah yang tidak tepat, atau memberikan taklif yang tidak dapat mereka selesaikan.
Dengan cara mengenali potensi ini, maka orang tua bisa memahami bagaimana treatment yang harus dilakukan. Misalnya, anak yang IQ-nya tinggi tentu akan berbeda ketika dia menghafal dengan anak yang IQ-nya biasa saja. Anak dengan IQ tinggi biasanya proses pembelajarannya akan lebih cepat dari anak dengan IQ biasa yang butuh proses dan pengulangan lebih. Dalam hal ini, tentu tidak bisa disamakan dalam hal pembelajarannya. Jika proses pembelajaran ini tepat, maka bisa dipastikan potensi anak akan mudah dilejitkan. Potensi akal ini jika digunakan untuk berpikir maka akan lahirlah pemikiran dan pemahaman yang kemudian nanti akan membentuk kepribadian anak. Wallahu a'lam bish-shawab. []
MasyaAllah, usia balig adalah masa-masa krusial..harus diperhatikan benar2 nih oleh Abah umah..