Ballerina Farm dan Monsterisasi Peran Keibuan

Balerina Farm

Sesungguhnya serangan media-media Barat terhadap kehidupan Hannah di Ballerina Farm berbasis sekularisme. Barat benci terhadap peran keibuan.

Oleh. Rizki Ika Sahana
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sungguh mengerikan! Seorang perempuan cantik dan sangat berbakat dari keluarga berada harus mengubur cita-citanya menjadi bintang, lalu hidup di pedesaan dan menjalani peran sebagai istri juga ibu. Setidaknya, itulah opini yang berkembang di tengah-tengah netizen sebagai representasi masyarakat Barat terhadap daily vlog yang kerap dibagikan Hannah di akun Ballerina Farm yang memiliki jutaan follower dari seluruh dunia.

Ya, Hannah Neeleman, seorang influencer kondang yang mendapat julukan Queen of Trad Wife menjadi subjek kontroversi setelah The Times menerbitkan tulisan bahwa Hannah yang tinggal di Ballerina Farm mungkin telah mengorbankan cita-cita dan pendidikannya untuk menikah dengan Daniel.

Hannah Neeleman dan suaminya Daniel Neeleman diketahui menjalani kehidupan yang kental dengan tradisi trad wife di Ballerina FarmMereka memiliki delapan anak dan tinggal di sebuah lahan pertanian di Utah seluas 328 hektare. Konten-konten Hannah yang menampilkan daily life, seperti memasak, merawat dan membersamai anak, mengurus hewan ternak, mengelola serta memanen berbagai hasil pertanian di Ballerina Farm, telah menarik perhatian lebih dari 9,3 juta follower di Instagram dan 8,9 juta di TikTok.

Dalam artikelnya, The Times menyebut bahwa Daniel mungkin tidak menghargai bakat dan dedikasi Hannah. Ini memicu anggapan banyak orang bahwa Daniel memiliki perilaku misogini, yakni menganggap perempuan semata sebagai objek untuk memenuhi kebutuhan dan ambisinya.

Netizen pun mempertanyakan kebahagiaan Hannah. Apakah Hannah benar-benar hidup bahagia atau sekadar pura-pura. Sebagian lagi menyoal kesejahteraan Hannah, mereka merasa prihatin dengan kelelahan dan tekanan yang dihadapinya setiap hari dalam menjalankan peran yang tak mudah sebagai ibu bagi delapan anaknya yang masih belia.

Misleading tentang Peran Ibu

Tanpa melihat spekulasi lain seperti eksploitasi ranah privat yang identik dengan ambisi ataupun cuan, atau pencitraan dan kebohongan yang mungkin diskenario untuk kepentingan konten, sesungguhnya serangan media-media Barat terhadap kehidupan Hannah di Ballerina Farm berbasis sekularisme. Kebencian Barat terhadap peran keibuan yang dianggap konservatif dan kolot adalah suatu keniscayaan. Peran keibuan seperti melahirkan, menyusui, mengasuh, dan merawat anak dipandang sebagai  beban yang memenjara perempuan sekaligus menghalanginya untuk maju. Peran keibuan pun dianggap sebagai batu sandungan bagi pencapaian, karier, dan eksistensi perempuan di ranah publik.

Menurut Barat yang sekuler liberal, perempuan harus dibebaskan dari belenggu, diskriminasi, juga patriarki yang misogini. Terutama dalam konteks peran domestiknya, yaitu peran keibuan dan pengelola rumah.

Sejatinya, peran perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah bukan saja sejalan dengan fitrah, tetapi juga bernilai strategis untuk melahirkan peradaban cemerlang. Terbukti, Barat hari ini menuai musibah kerusakan sosial yang luar biasa, juga kerusakan generasi yang sangat mengerikan. Angka HIV/AIDS yang terus melonjak, tingkat perceraian dan keluarga broken home yang tinggi, isu mental health yang terus menggejala, anak-anak terlibat penyalahgunaan narkoba dan menjadi pelaku kriminal, dan banyak lagi.

Pandangan Islam

Dalam Islam, posisi ibu dan pengatur rumah sangat dimuliakan dan dijaga dengan teliti sebab Islam bukan hanya memandang kedudukan umm wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah) sebagai posisi strategis, juga bentuk ibadah yang bernilai pahala. Setiap pengorbanan ibu tak pernah sia-sia. Peluh, air mata, rasa lelah, juga kesakitan yang menimpa semata karena dedikasinya atas amanah yang Allah titipkan, akan dibalas dengan rahmat-Nya dan kebaikan yang banyak. Bahkan saking mulianya posisi sebagai ibu, peran dan khidmatnya disejajarkan dengan pahala berjihad fisabilillah. Masyaallah!

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu, Rasulullah salallaahu alaihi wasallaam bersabda, "Perempuan yang hamil hingga melahirkan dan menyapih anaknya akan mendapat pahala seperti pahala orang yang terluka di jalan Allah. Jika ia meninggal dalam masa itu, ia akan mendapat pahala mati syahid." (HR. Ibn al-Jauzi)

Islam mengatur hak dan kewajiban perempuan sesuai dengan fitrah dan sejalan dengan karakter dan kebutuhannya. Islam, misalnya, tidak mewajibkan perempuan bekerja mencari nafkah, bahkan untuk dirinya sendiri sekalipun. Islam juga memberikan rukhsah bagi perempuan yang sedang hamil dan menyusui untuk berbuka selama bulan Ramadan. Islam memerintahkan kepada suami untuk mempergauli istri sekaligus ibu anak-anaknya dengan makruf, memiliki sifat ringan tangan, dan mengayomi, sebagai konsekuensi kepemimpinannya di dalam rumah. Semua itu dalam rangka menjaga peran keibuan agar berjalan ideal.

Peran Publik Perempuan

Saat dunia Barat dan Timur mendiskriminasi perempuan, bahkan menempatkannya sebagai warga negara kelas dua, Islam telah mendudukkan perempuan di tempat terhormat. Posisi perempuan dan laki-laki di hadapan syariat adalah sama. Hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat juga tidaklah berbeda.

Jika baru-baru ini Barat memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak, memperoleh upah yang sepadan, menempati posisi bergengsi di ranah publik, memberikan suara/pendapatnya, memberikan kesaksian, dan lainnya, Islam telah memenuhi itu semua secara paripurna sejak belasan abad yang lalu.

Perempuan bahkan diberi keleluasaan untuk berkontribusi di tengah umat dengan menjadi ilmuwan, dokter, dosen, pebisnis, atau apa pun itu, selama selaras dengan tuntunan syariat. Perempuan pun diberi ruang untuk beramar makruf nahi mungkar, bahkan kepada penguasa sekalipun, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umat.

https://narasipost.com/opini/02/2023/fitrah-ibu-tercerabut-dalam-sistem-sakit/

Demikianlah, Barat tak henti menggugat peran mulia ibu, bahkan saat diimplementasikan oleh figur yang mereka kagumi sekalipun. Sesungguhnya mereka bukan semata alergi terhadap peran keibuan, tetapi lebih jauh, mereka menentang keyakinan sekaligus ideologi (baca: Islam) yang mempromosikan peran ibu untuk melahirkan peradaban mulia lagi menjaga eksistensi manusia seluruhnya. Wallahua'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rizki Ika Sahana Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Penistaan Agama di Balik Opening Ceremony Olimpiade
Next
Joki Tugas Mewabah, Kualitas Pendidikan Dipertanyakan
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Istydaiyah
Istydaiyah
3 months ago

Opini yang mengangkat sudut pandang yang sangat memuaskan akal.
Fakta yang up to date

Bunda Yuli
Bunda Yuli
3 months ago

Suka dgn pemaparan penulisnya. Masya Allah tabarakallah. Opini sesat Barat akan bisa dipatahkan dgn keindahan hidup yang berpegang pada fitrah Sang Pencipta.

Suryani
Suryani
3 months ago

Masyaa Allah hanya Islam yang sejalan dgn fitroh perempuan, upaya apapun yg diopinikan Barat tidak akan berhasil menggeser kedudukannya..

Bunda Yeni
Bunda Yeni
Reply to  Suryani
3 months ago

Betul, peran sebagai ibu mau ditentang ataupun dibenci tidak akan bisa, karena sudah fitrah

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram