Ibu, Apakah Aku Menjadi Beban Bagimu?

"Bila sekarang aku menjadi bebanmu, nanti aku pasti akan meringankanmu. Dengan segala keikhlasan dan kesabaranmu merawatku akan bersaksi di hadapan-Nya. Semua yang kau lakukan untukku di dunia, akan menjadi pemberat amalmu ketika menghadap pada-Nya."

Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com- "Ibu, apakah aku menjadi beban bagimu?"

Aku berbeda dengan anak-anak lainnya. Aku tak normal katanya. Fisikku sempurna, tetapi tumbuh kembangku terhambat. Aku sulit berbicara dan berkomunikasi. Aku sulit berinteraksi dan memahami kondisi sekitar. Aku sulit mengenali ekspresi wajah orang sehingga tak tahu harus bagaimana menghadapinya. Aku juga memiliki perilaku yang ‘aneh’ di mata orang-orang. Aku sering mengulang-ulang bunyi atau gerakan tertentu. Aku menghindari kontak mata dan cenderung menyendiri. Aku lebih tertarik pada benda-benda. Aku asyik dengan duniaku sendiri seakan tak peduli.

Aku sering tak menyahut ketika kaupanggil. Pendengaranku baik, tetapi responsku buruk. Aku mendengar suaramu, tetapi aku tak tahu bagaimana cara menjawabnya. Aku hanya diam tak bereaksi. Jadilah seolah-olah aku mengabaikanmu. Namun, engkau tahu aku tak begitu.

Kesulitan belajar adalah masalahku yang lainnya. Susah bagiku menirukan gerakan orang lain. Sulit sekali bagiku untuk bisa memahami perkataan orang lain. Aku hanya bisa fokus dan konsentrasi dalam hitungan detik saja. Untuk duduk tenang memperhatikan guru sangatlah tidak nyaman untukku. Membaca dan menulis menjadi pekerjaan yang amat berat bagiku.

Tak sembarang sekolah dan guru bisa mengajariku. Hanya tertentu yang bisa memahami kondisiku dan bisa melakukan penanganan yang tepat. Pembelajaran untukku pun khusus. Sekolah, guru, terapi, dan metode khusus diperuntukkan bagi anak-anak sepertiku. Tempat terapi khusus menangani kekhususanku.

Karena khusus itulah biayanya menjadi tak murah. Sekolah semacam itu rata-rata mahal dan tak banyak. Entah sudah berapa banyak uang yang kau keluarkan untuk sekolah dan terapiku? Tak mudah juga menemukan tempat yang cocok untukku. Bekilo-kilo meter telah kita tempuh guna mencari sekolah yang terbaik untukku. Berpindah-pindah tempat untuk mencari yang ternyaman untukku. Semua kau lakukan untukku.

"Ibu, sulitkah mempunyai anak seperti aku?"

Aku menghabiskan waktumu setiap hari. Kau harus selalu menjagaku supaya aku tetap dalam keadaan aman dan selamat. Aku tak mengerti bahaya dan sakit sehingga tak tahu bagaimana menghadapinya. Kau akan selalu disekitarku guna mengawasiku, memastikan aku tak kenapa-kenapa. Kau takut aku terluka karena aku sangat aktif dan tak bisa diam. Selama aku masih terbangun, maka selama itu pula kau tak akan terpejam. Karena itulah, kau hanya bisa beristirahat ketika aku tidur.

Sayangnya, aku sering tak menghiraukan kata-katamu. Aku sering bertindak semauku. Banyak hal yang tak kumengerti. Pekerjaan sederhana yang harusnya bisa kulakukan dengan baik, masih saja berantakan adanya. Sering kali kau harus mengulang-ulang kalimat agar aku mengerjakan tugasku. Perhatianku sering terganggu bila ada suara-suara atau bentuk yang aneh muncul di hadapanku. Namun, engkau tahu bahwa bukan mauku menjadi seperti itu.

Aku juga kesulitan untuk beradaptasi pada perubahan atau hal-hal baru. Butuh beberapa lama untuk aku mengerti dengan keadaan di sekelilingku. Bila rutinitasku berganti, aku jadi bingung, bahkan marah-marah tak karuan. Bila mood-ku jelek, aku bisa rewel hingga berjam-jam, bahkan berhari-hari. Itu jelas menguras banyak tenaga dan pikiranmu.

Sering pula tantrumku kambuh tanpa memandang tempat. Di tempat umum yang banyak orang, di jalanan, aku tak peduli, yang penting aku mau menghabiskan marahku dahulu. Bila sudah begitu, kau harus selalu memegangku dan menenangkanku. Namun, tak mudah karena aku memberontak tak ingin dipegangi siapa pun. Tak jarang kerudung dan bajumu menjadi berantakan karena menahan kuatnya tenagaku. Walaupun begitu, aku tak pernah ingin menyakitimu.

Bila aku sakit, kau akan sangat kelimpungan karena aku menolak semua makanan yang kau berikan. Makanan favoritku pun jadi terasa hambar. Semua tampak tak menarik di mataku. Makanan yang biasanya pantang bagiku, terpaksa kau sodorkan agar aku mau makan. Mi instan yang terlarang untukku karena terbuat dari gandum dan banyak micinnya dengan berat hati kau suapkan padaku. Namun, itu juga tak cukup mempan membangkitkan selera makanku. Teh manis yang menjadi kesukaanku pun hanya kuminum sedikit. Buah-buahan yang kusukai rasanya jadi pahit.

Aku akan tidur sepanjang hari karena tak berminat melakukan apa pun. Rumah menjadi tenang. Tak terdengar ocehanku yang kadang seperti polusi suara. Tak ada kehebohan, tak ada teriakan, jeritan, lengkingan atau apa pun itu. Benar-benar sepi. Rumah juga lebih rapi dari biasanya. Harusnya kau bisa lebih banyak beristirahat saat itu. Nyatanya tidak. Keadaan itu justru membuatmu sedih. Damai memang suasananya, tetapi hatimu teramat gundah. Sakitku membuatmu merasakan kehampaan. Kekhawatiran jelas menyelimuti harimu. Bagimu, kebisingan yang kubuat lebih menenangkan karena menandakan bahwa aku sehat dan ceria.

"Ibu, bahagiakah engkau denganku?"

Ibu, aku tahu betapa sayangnya engkau padaku. Meskipun aku punya banyak kekurangan, engkau tetap mencintaiku apa adanya. Engkau tak pernah malu pada ‘keanehanku’ yang sering membuat orang-orang menatap kita bila berada di tempat umum.

Ibu, aku juga sayang padamu. Aku yakin engkau mengetahui itu karena hanya engkau yang nomor satu dalam memahamiku. Engkau tahu bahwa keterbatasan membuatku sulit mengucapkan kata-kata manis untukmu. Meskipun engkau telah mengajariku bagaimana berbicara, namun itu masih sulit aku lakukan. Aku tahu betapa kau sangat ingin mendengarku mengatakan sesuatu. Aku pun juga ingin mengucapkannya langsung dengan lisanku.

Kita berkomunikasi dengan isyarat, mungkin juga bahasa kalbu seperti kata orang-orang. Aku tahu bila engkau marah atau sedih. Aku juga tahu ketika engkau sedang bahagia, Ibu. Senyum akan mengembang di wajahmu selalu. Bukankah seperti itu, Ibu? Orang bahagia akan berseri mukanya. Dia akan tersenyum selalu kepada siapa saja. Ibu, engkau juga seperti itu, tersenyum padaku setiap waktu. Jarang kulihat engkau berwajah muram atau cemberut bila bersamaku. Apakah aku menjadi kebahagiaanmu, Ibu? Semoga begitu.

Ibu, meski tak bisa kuucapkan dengan kata-kataku sendiri, ketahuliah bahwa aku sangat mencintaimu. Aku yakin kau tahu itu. Meskipun di dunia tak bisa kukatakan, tetapi kelak akan kunyatakan betapa aku sayang padamu, Ibu. Nanti, di masa depan, aku akan menunggumu di depan pintu besar yang indah di sana, tempatku sesungguhnya.

Seperti kisah-kisah luar biasa para keluarga dengan anak istimewa yang sering kaubaca, kisah kita juga spesial dan banyak hikmah. Perjalanan yang tak semua orang bisa merasakan. Perjuangan tanpa kenal lelah yang kita lalui mengajarkan banyak pelajaran hidup yang tak terbeli dengan rupiah. Aku berada di sisimu kini supaya engkau bisa merajut tali bahagia sejati yang akan mengantarkanmu sampai ke taman-Nya.

Bila sekarang aku menjadi bebanmu, nanti aku pasti akan meringankanmu. Dengan segala keikhlasan dan kesabaranmu merawatku akan bersaksi di hadapan-Nya. Setiap tetes keringat dan air mata yang mengalir akan berkata dengan kejujuran yang tak bisa dihalangi. Semua yang kau lakukan untukku di dunia akan menjadi pemberat amalmu ketika menghadap pada-Nya. Semua lelah yang kautanggung kini akan menghilang seketika kala kau basuh dirimu dengan segarnya air Firdaus-Nya. Allah simpankan yang terbaik untukmu, Ibu.

Bersabarlah denganku saat ini. Bersabarlah dengan segala tingkahku yang melelahkan. Bersabarlah dengan segala keunikanku. Bersabarlah dengan segala sakit dan derita yang harus kauterima karena keberadaanku di dalam hidupmu. Aku mungkin tak bisa memberimu kebahagiaan sebagaimana anak normal lainnya, tetapi yakinlah bahwa Allah telah menyiapkan yang terindah untukmu. Mungkin tidak di sini, di dunia ini, tetapi di sana, di rumah-Nya. Surga untukmu, Ibu.

Ibu, terima kasih untuk semua kasih sayangmu. Aku hatimu, dan engkau adalah segalanya bagiku.

Teruntuk seluruh ibu luar biasa di mana pun berada, Allah mencintaimu melalui buah hati yang istimewa. Tersenyum dan berbahagialah…[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Deena Noor Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Menjalani Fitrah atau Melawan Fitrah? Mesti Dipertanggungjawabkan
Next
Menapaki Jalan Dakwah bersama Sahabat Salihah
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mimy Muthmainnah
Mimy Muthmainnah
1 year ago

Memiliki anak special adalah anugerah terindah yg Allah berikan bagi ortu special pula. Memang dibutuhkan kesabaran yg luar biasa dlm mendampinginya. Ada air mata yg tersembunyi, lelah yg tiada dirasa, berjuta pengorbanan yg hanya Allah yg tahu rasanya tapi juga rasa bahagia memilikinya.
Semoga keikhlasan sellu tercurah di fase kehidupan mengurusnya. Mb Deena ortu hebat. Masyaallah. Support for u.

Yuli Juharini
Yuli Juharini
2 years ago

Masyaallah. Barakallah Mba.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram