"Istri bukanlah mitra (syarikah) hidup suami, namun lebih merupakan sahabat (shahibah) suami. Pergaulan di antara keduanya bukanlah pergaulan kemitraan, mereka juga tidak dipaksa untuk menjalani ikatan rumah tangga itu sepanjang hidup mereka. Pergaulan mereka tidak ubahnya persahabatan, yaitu persahabatan yang dapat memberikan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain. (Syekh Taqiyuddin An Nabhani)"
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ada filosofi menarik tentang makna rumah tangga yang terdiri dari dua suku kata, yaitu rumah dan tangga. Rumah adalah bangunan fisik sebagai tempat khusus, artinya tidak semua orang bisa masuk ke dalamnya harus ada izin yang empunya.
Rumah merupakan kebutuhan dasar rakyat yang harus dipenuhi negara, selain pangan dan sandang. Berkaitan dengan kebutuhan rumah di negeri ini, diperoleh data dari laman www.pu.go.id, 30/6/2022, bahwa program satu juta rumah yang dicanangkan pemerintah tahun 2022 capaiannya baru 460.269 unit. Rinciannya adalah 82% untuk rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebanyak 378.983 unit dan rumah non MBR 18% sebanyak 81.286 unit.
Tangga Sebagai Simbol Tahta
Sedangkan pengertian tangga adalah alat bersusun pada jaman dulu umumnya dibuat dari potongan bambu yang fungsinya untuk memudahkan orang meraih tempat yang tinggi. Konon adat sebagian daerah di Jawa Barat, rumah harus memiliki taraje (tangga) dan biasanya disimpan di belakang atau pinggir halaman rumah. Tangga juga bisa bermakna rumah bertingkat yang fungsinya untuk menampung lebih banyak anggota keluarga, terutama anak yang harus dipisah kamarnya.
Ada yang berpendapat tangga adalah simbol tahta atau kehormatan sebuah keluarga yang biasanya terdiri dari ayah, bunda dan anak. Namun, ada pula dalam sebuah rumah dihuni bersama dengan kakek-nenek atau saudara lainnya. Di daerah Sunda, rumah induk tempat kelahiran dinamakan "imah buhun (karuhun)" biasanya tempat berkumpul seluruh anggota keluarga saat merayakan lebaran atau tempat tinggal sementara anggota keluarga yang belum memiliki tempat tinggal sendiri.
Rumah termasuk harta atau kekayaan tidak bergerak, jika orang tua meninggal, rumah induk (orang tua) sering dipertahankan untuk menjadi milik bersama. Seandainya dijual, menjadi harta waris yang disatukan dengan harta waris lainnya sebelum dibagikan kepada para ahli warisnya. Dalam hal ini, syariat Islam telah mengatur tentang waris secara detail sehingga segala permasalahan dapat diselesaikan secara adil.
Keharmonisan rumah tangga ternyata tidak dinilai dari mewahnya bangunan fisik rumah, melainkan adanya ikatan kasih sayang dan kekerabatan. Inilah yang menarik dari ibrah tentang makna rumah dan tangga yang diselaraskan dengan kehidupan suami istri dalam syariat Islam.
Keluarga Harmonis dan Ideologis
Seperti pendapat Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nidzam al Ijtimai fii al Islam , bahwa istri bukanlah mitra ( syarikah ) hidup suami, namun lebih merupakan sahabat ( shahibah ) suami. Pergaulan di antara keduanya bukanlah pergaulan kemitraan, mereka juga tidak dipaksa untuk menjalani ikatan rumah tangga itu sepanjang hidup mereka. Pergaulan mereka tidak ubahnya persahabatan, yaitu persahabatan yang dapat memberikan kedamaian dan ketenteraman satu sama lain.
Dalam QS. Al-A'raf: 189, dinyatakan Allah Swt. "Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya." Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa ayat ini erat kaitannya dengan perasaan tenang yang tumbuh dari kehidupan khusus suami istri.
Tujuan dari pernikahan tidak lain agar mendapatkan keturunan, maka hal yang wajar jika suami istri harus sama-sama merasakan kenikmatan, memahami hak dan kewajibannya masing-masing agar bisa memunculkan rasa nyaman atau tenteram. Jika hal tersebut tidak diperolehnya, maka syariat Islam mengatur kebolehan tentang poligami, talak, cerai, rujuk yang menjadi kewenangan suami terhadap istrinya.
Di dalam kehidupan berumah tangga, adakalanya terjadi sesuatu yang bisa mengeruhkan suasana kejernihan (ketenteraman)-nya. Karena itu Allah Swt. telah menetapkan kepemimpinan rumah tangga ( qiyadah al bayt ) berada di tangan suami dan sebagai qawwam (pemimpin) atas istrinya. Namun demikian , kepemimpinan seorang suami di dalam rumah tangga maknanya adalah pengaturan dan pemeliharaan urusan rumah tangga saja, bukan berarti ia memiliki kekuasaan dan hak memerintah dalam segala hal. Karena itu istri pun berhak memberi masukan terhadap ucapan suaminya, mendiskusikan dan membahas apa yang dikatakan suaminya.
Ketaatan istri kepada suami harus dalam rangka ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, istri tidak boleh dikekang kewajiban mencari ilmu dan dakwahnya di tengah umat, selain tugasnya di rumah tangga sebagai ummu wa rabbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga).
Pun sebagai suami, selain tugas pokoknya mencari nafkah dan dakwah di luar rumah. Namun, saat berada di tengah keluarga tidak ada salahnya membantu tugas-tugas istri sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw.
Di dalam rumah tangga beliau merupakan sahabat karib bagi istri-istrinya, bukan penguasa yang otoriter terhadap mereka, sekalipun beliau adalah seorang kepala negara, sekaligus sebagai nabi. Inilah indahnya rumah tangga Rasulullah saw. yang dibangun di atas fondasi keimanan dan aturan syariat Islam.
Rasulullah saw. telah memberikan teladan tentang kesuksesan berumah tangga, ternyata kuncinya ada pada bagaimana menempatkan kedudukan suami dan istri sebagai hubungan persahabatan, maka tidak mengherankan dalam sebuah hadis Rasulullah sering membantu mengerjakan tugas-tugas istrinya di rumah.
Diriwayatkan bahwa sahabat Al-Aswad bertanya pada ‘Aisyah r.a, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika bersama keluarga di rumah?” Sayidina Aisyah r.a menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan pekerjaan keluarganya di rumah. Sampai tibanya waktu salat, beliau segera bergegas untuk salat." (HR. Bukhari, No. 6039).
Wallahu'alam bish Shawwab.[]
Rumah Tangga. Wadah keluarga ?
Rumah tangga adalah tempat untuk sama-sama belajar, memahami, mengerti, dan membantu.
sayangnya, saat ini umat Islam banyak yang tidak paham persahabatan yang terjalin antara suamu dan istri di dalam rumah tangga. Semoga, umat segera menyadari kekurangannya pada agamanya. Bahwa, seharusnya sebagi muslim, kita berusaha paham akan ajaran agama kita, bahkan orang non muslim akan belajar Islam dari umat Islam, Tidak sebagaimana saat ini, umat Islam kebanyakan tidak lebih tahu dari umat lain tentang Islam.
Suami-istri, sahabat sejati yang dipersatukan oleh ikatan hakiki pernikahan.