“Seorang mu’min itu mencari uzur (alasan-alasan baik) terhadap saudaranya. Sedangkan seorang munafik itu mencari-cari kesalahan saudaranya”
(Ibnu Mazin )
Oleh: Fatimah Ummu Kautsar
NarasiPost.Com-"Susah ya, Mi, buat nutup dompet lagi?"
Pertanyaan retoris terlontar dari sang suami saat istrinya lupa lagi menutup dompetnya. Tentu tak susah, bukan? Di rumah tangga lain, ada suami yang selalu lupa membereskan bekas handuknya di atas kasur.
"Apa susahnya jemur handuk lagi di tempatnya? "
Pemicu Masalah
Kalau mau dituruti, kedua hal ini bisa jadi api yang memantik 'kebakaran' dalam rumah tangga siapa saja. Sakit hati, hingga dendam dan ngedumel dalam diam bisa saja terjadi. Sedikit demi sedikit, sakit dan tak rida menumpuk memicu ledakan yang besar.
Apa pun bisa dipermasalahkan dalam kehidupan berumah tangga, mulai dari kebiasaan pasangan menggunakan pasta gigi, menutup pintu kamar mandi, menjemur handuk, memakai bantal, keterampilannya memasak, caranya berkomunikasi, bahasa tubuhnya, dan masih banyak lagi. Semuanya bisa jadi masalah kalau memang mau dipermasalahkan. Tapi untuk apa?
Agar diri diakui tersakiti? Akankah pasangan jadi lebih mengerti? Atau bisakah pasangan kita berubah lebih baik lagi?
Bukan tak boleh mempermasalahkan semua hal di atas atau hal lainnya, asal konten dan konteks saat menyampaikannya ma'ruf, bukan menggunakan bahasa yang memancing emosi dan ego. Sebagaimana kita ketahui, kitalah yang paling tahu apa yang pasangan kita suka dan tidak suka untuk kita sampaikan.
Fokus Menyelesaikan Masalah
Komunikasi adalah kunci bagi penyelesaian permasalahan dalam rumah tangga. Fitrah istri dan suami diciptakan berbeda. Akan tetapi, semuanya sama di hadapan Allah Swt., sebagai hamba-Nya yang tengah beribadah dalam biduk rumah tangga. Daripada sibuk mengedepankan perbedaan, lebih baik mencari celah kesamaan agar masalah terselesaikan.
Dudukkan kembali posisi kita di hadapan Allah, yaitu sebagai hamba yang terikat pada hukum-Nya, hamba yang disatukan dalam ikatan suci pernikahan dalam rangka beribadah pada-Nya. Namanya ibadah, pasti ada ujian yang harus dilalui. Besar kecilnya semua dari Allah. Semua jadi ladang pahala bagi kita.
Apalah artinya dompet terbuka di tengah kesibukan istri mendidik para buah hati dan memastikan gizi keluarga tercukupi? Apalah arti kebiasaan mengeluarkan pasta gigi dibanding kesibukan suami mencari nafkah demi diri dan buah hati? Seberapa penting dan genting permasalahan handuk basah di atas kasur di banding tubuh suami yang lelah membanting tulang mencari nafkah? Apalah dan apalah.
Ingatlah nasihat dari Ibnu Mazin, “Seorang mu’min itu mencari uzur (alasan-alasan baik) terhadap saudaranya. Sedangkan seorang munafik itu mencari-cari kesalahan saudaranya”
Bukan tak boleh mempermasalahkan hal yang membuat kita tak nyaman, atau tak suka. Tapi, fokuslah pada solusi, bukan malah menorehkan luka. Pikirkan kembali kata-kata yang terlontar. Pantaskah kiranya kita mempermasalahkan handuk saat suami baru saja pulang kerja dengan kondisi lelah? Bagaimana jika kita di posisinya? Apa yang akan kita rasakan?
Adab Mengingatkan
Ingatlah adab mengingatkan yang diajarkan oleh teladan terbaik kita, Rasulullah saw. Gunakan bahasa lisan yang tepat dengan bahasa tubuh yang juga tepat. Kadang masalah justru semakin memanas saat bahasa tubuh kita mengundang ego lawan bicara. Jaga desahan, jaga tatapan mata, jaga dan jaga.
Sebagaimana pesan Allah Swt. kepada Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. saat mengingatkan Firaun. "Hendaknya kalian berdua ucapkan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut kepada Allah” (TQS. Thaha: 44).
Pasangan kita bukan Firaun. Pada Firaun saja, Allah ingatkan nabi Musa dan nabi Harun untuk berlemah lembut, apalagi pada pasangan kita sendiri. Rasulullah pun mengingatkan kita untuk tidak mencela, “Seorang Mukmin bukanlah orang yang suka mencela, suka melaknat, suka bicara kotor dan suka bicara jorok” (HR. Tirmidzi)
Hindari celaan, makian, laknat, apalagi bicara kotor pada orang lain, terlebih pasangan kita sendiri.
Ingatkan pasangan saat kondisi sudah memungkinkan, jangan impulsif. Kalau pasangan dalam keadaan lelah, biarkan beristirahat terlebih dulu. Ajaklah berbincang setelah lelah, lapar, dahaga sirna. Jangan lupa ingatkan bukan saat di hadapan khalayak ramai, walau itu keluarganya sendiri. Jaga harga dirinya di hadapan keluarga. Jangan lukai eksistensi dirinya.
Kembalikan niat awal mengingatkan agar ibadah rumah tangga ini bisa dinikmati bersama, bisa mencapai sakinah mawaddah dan rahmah. Niatkan karena Allah saja. Semoga Allah ridai setiap langkah kita menjaga mahligai rumah tangga. Semoga Allah berikan keberkahan dalam setiap aktivitas kita menggapai sakinah, mawaddah dan rahmah.
Wallahua'lam bish shawab.[]